Pada zaman sekarang ini tak heran mendengar banyak para isteri yang selingkuh. Mereka bermain cinta dengan lelaki bukan suaminya. Banyak yang menjadi penyebab terjadinya selingkuh. Dalam hal ini aku tidak akan mempersoalkan kenapa istri selingkuh. Aku akan mengungkapkan sisi lain yang terjadi dari perselingkuhan para istri ini. Aku akan mengungkapkan bahwa ternyata banyak para suami justru menikmati selingkuhnya sang istri.
Aku berhasil mengumpulkan cerita para suami yang justru menikmati istrinya yang doyan selingkuh. Bahkan mereka terkadang mendorong untuk terjadinya perselingkuhan itu. Selamat membaca.
*****
[Cerita 1, Sperma Boss]
Sebagai sekretaris istriku sering mendapatkan tugas lembur. Dan aku terpaksa menunggu di kantornya hingga pekerjaannya selesai.
Sore itu saat aku memasuki kantornya Pak Darno petugas Satpam bilang bahwa Bu Retno, istriku, masih bersama Pak Direktur. Waahh.. Kena lembur lagi nih. Jadi terpaksa aku duduk di ruang tunggunya sambil ngobrol sama Pak Darno.
Tak lama ngobrol Pak Darno minta maaf padaku, dia harus pulang lebih dahulu karena istrinya minta diantar ke dokter. Dia mengambil segepok majalah dan koran,
"Silahkan baca-baca Mas, biar nggak sepi". Pak Darno meninggalkan aku sendirian.
Sesudah hampir semua halaman majalah aku baca-baca, istriku belum juga nongol. Apakah pekerjaannya demikian penting sehingga mesti dilembur macam begini? Aku agak kesal karena bosan menunggu. Akhirnya aku iseng-iseng. Aku masuk ke ruangan kantor.
Lampu ruangan tidak lagi sepenuhnya menyala. Ngirit. Nampak sederetan meja kosong telah ditinggalkan para karyawan pulang. Aku tengok sana sini, kulihat ada ruangan kaca di pojok sana yang masih terang namun kacanya ditutup dengan 'blind curtain' gorden berlipat yang biasa dipakai di kantor. Mungkin disana istriku bekerja lembur. Pelan-pelan aku mendekat. Aku ingin melihat apa yang dikerjakan istriku. Aku bias mengintip dari celah 'blind curtain' itu.
Bagai kena palu godam 1000 kati saat aku menyaksikan apa yang bias kusaksikan. Aku melihat Jeng Retno istriku dalam keadaan telanjang sedang berjongkok dengan lututnya diselangkangan Pak Wijaya boss-nya yang bermata sipit itu. Rok dan blus berikut BH dan celana dalamnya nampak terserak di lantai. Jelas dia sedang sibuk mengulum kemaluan Pak Wijaya yang duduk telentang di sofa yang nampak begitu empuknya.
Tanpa melepas kemeja dan dasinya Pak Wijaya hanya merosotkan celana hingga merosot ke lantai, tangannya memegang kepala Jeng Retno menekan naik dan turun. Jeng Retno mengulum dan memompa kemaluan Pak Wijaya dengan mulutnya. Wajah Pak Wijaya dengan mata sipitnya nampak menyeringai merasakan nikmat tak terhingga dari bibir Jeng Retno. Samar-samar kudengar desahan nafsu Pak Wijaya dan suara-suara bibir istriku yang sedang penuh memompa kontol boss-nya itu.
Rupanya aku telah ditipu istriku sendiri. Aku yang dengan setia menjemput dan menunggu setiap sore tidak menduga bahwa justru istriku ini berbuat selingkuh dengan direkturnya. Aku meledak ingin marah, namun kutahan. Mungkin tidak ada gunanya. Sambil terus berusaha menenangkan diriku aku menyaksikan apa yang akan berlanjut dari yang kulihat sekarang ini.
Pak Wijaya menarik lengan istriku. Dia rangkul tubuh Jeng Retno untuk duduk di pangkuannya sedikit naik ke perut. Kontol Pak Wijaya yang telah mampu memberi semangat syahwat istriku tadi nampak putih bersih mencuat panjang dengan bonggolnya yang gede nongol di belakang pantat istriku. Dengan sangat keranjingan Pak Wijaya langsung melumati dada istriku. Menyusu bak bayi manja sambil tangannya merabai relung-relung tubuh sensual istriku. Aku melihat nikmat yang tak terhingga melanda istriku. Tubuhnya bergeliatan menahan gelinjangnya sambil tak putus-putusnya desah serta rintihannya mengalir dari mulutnya yang mungil itu.
Sesuatu yang muskil telah terjadi pada diriku. Hal yang semula sangat memukul aku kini justru membangkitkan hasratku. Aku dirangsang oleh gairah birahi saat menyaksikan bagaimana istriku begitu merasakan nikmat dilumati boss-nya. Aku menyaksikan betapa istriku dengan penuh semangat syahwatnya telah mengenyoti kontol Pak Wijaya. Kini kemaluanku terasa menegang dan sesak di celanaku. Dan akhirnya aku mesti menyaksikan pergulatan asyik masyuk antara istriku dengan boss-nya ini sambil meremasi kontolku sendiri.
"Ppaakk.. Rety nggak tahan ppaakk.." istriku menyambar bibir Pak Wijaya dan melumat-lumat habis-habisan.
Kemudian Pak Wijaya mengangkat sedikit tubuh istriku. Tangan kirinya meraih kontolnya dan diarahkannya ke memek Jeng Retno. Apa yang terjadi kemudian sangatlah mendebarkan jantungku. Aku melihat bagaimana kontol gede dan panjang milik Pak Wijaya itu menembusi memek Jeng Retno istriku yang sangat aku tahu betapa sempit lubangnya.
Berkali-kali kulihat yang satu menekan yang lain menjemput. Sesudah kontol Pak Wijaya hampir selalu meleset untuk diluruskan kembali, akhirnya dengan pelan kusaksikan kemaluan istriku menelan batangan gede panjang itu. Uucchh.. Bagaimana bisa..? Istriku menyeringai. Nampaknya dia mendapatkan rasa pedih sekaligus nikmat yang tak bertara.
Akhirnya seluruh batangan itu melesak tertelan menembusi vagina Jeng Retno. Mereka lantas diam sesaat. Hanya bibir-bibir mereka yang kembali terus berpagut. Itu mereka lakukan untuk meningkatkan hasrat birahinya. Kemudian secara hati-hati Pak Wijaya memulai dengan menaik turunkan pantatnya. Kudengar rintih Jeng Retno..
"Aduuhh.. Aduuhh.. Adduuhh.." Mengulang-ulang kata aduh setiap kali kontol Pak Wijaya ditarik dan menusuk.
Sesudah beberapa kali berlangsung kulihat tangan istriku bergerak berpegangan bahu boss-nya. Dia kini nampak akan mengambil alih gerakan. Dengan sekali lagi memagut bibir Pak Wijaya istriku mulai menggenjot dan mengenjot-enjot. Vaginanya nampak naik turun seakan menyedoti kontol gede boss-nya itu. Bibir vaginanya setiap kali nampak tertarik keluar masuk karena sesaknya bibir vaginanya menerima gedenya batang kontol Pak Wijaya.
Aku tak mampu lagi bertahan. Aku turunkan celanaku dan kukeluarkan kontolku sendiri. Tanpa ragu lagi aku melototi kontol dan memek istriku yang saling jemput itu. Aku mengocok-ocok kemaluanku sambil khayalanku terbang tinggi. Aku membayangkan betapa nikmatnya menciumi kontol yang sedang keluar masuk di liang vagina istriku Jeng Retno itu. Aku juga meracau pelan,
"Jeenng.. Boleh aku ciumi bibir vaginamu yang sesak oleh kontol Pak Wijaya yaa.. Boleh aku jilati pejuhnya yaa..". Khaayalanku ini sungguh merangsang hasrat syahwatku.
Genjotan istriku semakin cepat. Racau kedua insan yang asyik masyuk itu semakin riuh. Aku menyaksikan tubuh-tubuh mereka berkilat karena keringat yang mengucur. Dalam kamar AC yang dingin itu nafsu birahi mereka membakar tubuhnya. Rambut istriku semakin awut-awutan. Rambut itu menggelombang setiap tubuhnya naik turun menggenjoti kontol boss-nya.
Saat mereka mulai mendaki puncak, tak pelak lagi keduanya mempertingi polahnya. Pak Wijaya mempererat pelukan pinggul Jeng Retno danm bibir Jeng Retno melumat penuh gereget bibir Pak Wijaya. Keadaan menjadi semacam 'chaos'. Liar dan tak terkendali.
Cakar dan kuku istriku menghunjam pada kemeja Pak Wijaya sementara bibir dengan cepat mematuk bahu Jeng Retno. Mataku konsentrasi melotot ke arah kontol yang keluar masuk ke vagina itu. Dan saat kecepatan genjotan naik turun tak lagi terhitung samar-samar aku melihat cairan putih mencotot meleleh dan berbusa di batangan kontol Pak Wijaya. Itulah klimaks. Istriku masih menggenjot sesaat hingga yakin bahwa seluruh cadangan sperma Pak Wijaya telah tumpah memenuhi lubang vaginanya. Dan kemudian hening. Istriku menyandarkan kepalanya di dada Pak Wijaya. Nafas panjang keduanya nampak dari dada-dada mereka yang setiap kali menggembung kemudian kempis.
Istriku merosot ke lantai dalam kelelahan yang sangat. Demikian pula Pak Wijaya. Bermenit-menit keadaan itu berlalu.
Akan halnya aku, ejakulasi pertama langsung kudapatkan saat menyaksikan genjotan istriku semakin cepat tadi. Namun dengan cepat aku kembali terangsang. Saat aku menyaksikan betapa kontol Pak Wijaya lepas dari lubang, nampak dari memek istriku meleleh cairan pekat dan kental. Sperma Pak Wijaya itu yang membuat aku berhasrat lagi untuk melakukan masturbasi.
Sambil aku melototi bibir vagina Jeng Retno yang begitu belepotan khayalku kembali terbang. Bibirku mendekat ke bibir vagina Jeng Retno. Sperma kental yang demikian menutupi wajah vaginanya kujilati hinga bersih. Aku menikmati betapa sperma boss istriku ini sunguh nikmatnya. Aku terus menjilati hingga kurasakan saraf-saraf peka kontolku menegang. Aku kembali mendapatkan ejakulasiku. Aku terjatuh lemas.
Kudengar kursi di ruangan Pak Wijaya berderit. Aku harus cepat keluar ruangan ini. Kusaksikan istriku bersama boss-nya menuju toilet yang ada di ruangannya. Aku membetulkan celanaku dan bergegas keluar.
Tanpa ada masalah dengan berboncengan sepeda motorku kami sampai di tempat kost jam 8 malam. Seperti biasa Jeng Retno menyiapkan nasi dan lauk pauknya untuk makan malam itu.
Aku masih melotot hingga jam 12 di depan TV sementara itu istriku nampak pulas tertidur. Aku memakluminya.
Narti istriku nampak tanpa ragu saat menerima Arman. Sebagai Satpam kantorku memang Arman kerap aku suruh ke rumah apabila ada hal-hal yang biasanya terlupa tak terbawa ke kantor. Semula aku sama sekali tidak curiga. Perjalanan dari kantor ke rumah bolak-balik pada kondisi normal paling memakan waktu 2 jam. Atau pada saat jam-jam macet paling 3 jam. Namun tidak jarang Arman menghabiskan waktu seharian untuk sekedar mengambil dokumen atau surat-surat yang kuperlukan.
Alasannya, "Ibu mesti mencari-cari dulu di laci atau lemari bapak".
Padahal semua dokumen dan surat-suratku berada jelas di atas meja kerjaku. Yaa, sudah.. Mungkin Arman menggunakan kesempatan tugas luar untuk main-main dulu di tempat lain.
Pada suatu kesempatan aku kembali menyuruh Arman untuk ke rumah. Satu bundle surat-surat dia atas meja kerjaku kuperlukan untuk memenuhi permintaan relasi bisnisku. Sangat penting. Aku pesan Arman agar terus balik ke kantor. Jangan pakai main-main ke tempat lain dulu.
Sesudah saya kasih uang transport secukupnya dia langsung berangkat. Sesuai janjiku pada relasi aku akan ketemu nanti pada jam makan siang. Aku perhitungkan sekitar 2 atau 3 jam lagi tepat pada jam makan siang aku sudah menerima bundle surat itu dari Arman.
30 menit sesudah keberangkatannya relasiku menelpon minta agar pertemuan makan siangnya di ajukan jam 11 siang itu, karena transaksi bisnis yang akan dilakukannya akan berlangsung lebih awal dari jadwal, sehingga semuanya mesti diajukan waktunya. Waahh.. Aku agak panik.
Akhirnya kuputuskan aku untuk mengambil sendiri surat-surat itu. Dengan mobilku aku pulang mendahului Arman. Rupanya kejadian inilah yang membuat aku jadi mengetahui adanya hubungan yang tidak selayaknya antara Arman dan istriku.
Saat aku memarkir mobil di seberang rumahku ternyata Arman telah sampai mendahului aku. Aku melihat sepatunya yang dia lepas berada depan di pintu. Sementara itu pintunya tertutup. Aku berpikir mungkin istriku sedang mencari surat-surat yang kuperlukan itu.
Namun tiba-tiba saja aku seakan mendapat firasat. Kenapa pintunya mesti ditutup? Dan aku langsung ingat akan Dik Narti istriku yang cantik dan sekaligus Arman petugas Satpamku yang boleh dibilang seorang lelaki yang tegap dan pasti menarik bagi libido para perempuan. Adakah firasatku ini benar??
Akhirnya kuputuskan untuk tidak langsung membuka pintu masuk. Aku akan sedikit berputar dan hati-hati melongok dari jendela ruang kerjaku. Haahh.. Kulihat ternyata Arman nampak menunggu sesuatu sambil duduk bengong di kursiku. Tak lama kemudian dari balik pintu muncul Dik Narti membawa secangkir teh. Nampak wajah-wajah mereka demikian cerah dan.. Kenapa sikap antara keduanya demikian nampak akrab?
Aku seperti tersambar petir melihat kejadian selanjutnya. Begitu Dik Narti menaruh cangkir tehnya ke meja tangan Arman langsung bergerak menyambut pinggulnya dan tanpa ragu Dik Narti duduk di pangkuannya. Bahkan lebih jauh lagi, Dik Narti langsung merangkul pundak Arman dan kini mereka saling berciuman dan berpagut. Demikian nikmat pagutan mereka. Dik Narti yang posisi wajahnya di atas memutar-mutarkan wajahnya pada wajah Arman di bawahnya yang juga mengimbangi dengan memutar-mutar pula. Mereka pasti sedang melepas lidah dan ludahnya untuk saling menerima dan memberi. Berkali-kali kudengar suara kecupan saat bibir-bibir mereka lepas sesaat.
Kemudian nampak tangan istriku bergerak melepasi kancing kemeja Arman. Demikian pula tangan Arman melepasi kancing blus Dik Narti. Kini tubuh Arman nampak setengah terbuka dan blus Dik Narti telah lepas jatuh ke lantai. Arman langsung nyungsep ke ketiak Dik Narti yang masih berkutang. Dia menciumi lembah ketiak istriku. Kusaksikan bagaimana Dik Narti menggeliat-geliat di atas pangkuan Arman menerima nikmatnya kecupan dan jilatan bibir dan lidah Arman. Merasa tak ada orang lain, tanpa ragu Dik Narti mendesah dan merintih menahan derita nikmat yang sedang melandanya.
Kemudian pada gilirannya kini Dik Narti turun dari pangkuan Arman. Dia sibak kemeja yang telah lepas kancingnya. Dia tengelamkan wajahnya ke dada Arman yang nampak sangat macho dengan otot-ototnya yang terawat bagus. Dan kini Armanlah yang melenguh dan mendesah. Dia raih dan elus-elus kepala Dik Narti yang semakin liar dengan mengemot-emot pentil susu di dada Arman.
Aneh, bahwa aku tidak bertindak apa-apa untuk menghentikan tingkah Dik Narti dan Arman yang tidak selayaknya ini. Dik Narti jelas telah melakukan selingkuh dengan lelaki lain. Sementara Arman telah merusak pagar rumah tangga boss-nya yang adalah aku selaku pimpinannya di kantor.
Dan yang lebih aneh lagi adalah aku. Kenapa diriku ini? Kini justru aku ingin menyaksikan ulah Dik Narti dan Arman jangan sampai terganggu. Aku ingin menyaksikan bagaimana wajah Dik Narti yang istriku ini menerima gelinjang syahwat birahi dari lelaki lain. Aku ingin menyaksikan saat-sat nanti Dik Narti dilanda orgasmenya. Aku ingin mendengarkan desahnya, atau racaunya, atau rintihannya. Aku ingin menyaksikan gelinjang tubuhnya saat menerima tusukkan erotis dari lelaki lain. Saat dia mesti bergoyang-goyang mengimbangi ayunan pompaan kontol lelaki lain pada lubang kemaluannya.
Aku juga ingin menyaksikan bagaimana Arman yang bukan suaminya ini memberi dan menerima ritual nikmat untuk dan dari Dik Narti istriku. Bagaimana sebagaimana yang sedang kusaksikan menerima jilatan dan sedotan bibir cantik Dik Narti pada pentil susunya. Aku juga ingin menyaksikan saat-saat kontolnya melepaskan spermanya pada kemaluan istriku. Pasti dekapan dan cakaran kuku istriku akan membekas dan melukai daging dan kulitnya yang kekar berotit itu.
Sementara itu ciuman istriku merambah turun ke perut Arman. Dengan menengadahkan wajahnya terdengar desis dan lenguh nikmat Arman menerima perlakuan Dik Narti ini. Dia kembali mengelusi dan sedikit mencabik rambut Dik Narti pertanada limpahan nikmat syahwat yang tak tertahankan. Tangannya juga nampak sedikit menekan. Rupanya Arman ingin istriku terus turun untuk menciumi bagian lebih bawah lagi.
Nampaknya istriku tak asing dengan apa yang diinginkan Arman. Jari tangannya yang meraih celana Arman, menarik resluitingnya dan merosotkan lepas ke bawah. Celana itu merosot hingga terlipat di betisnya.
Dalam gairah dan pesona nafsu birahinya Dik Narti kini menghadapi selangkangan berkancut atau celana dalam berwarna coklat. Yang nampak adalah bayangan batang gede melintang dari kanan ke kiri. Bayangan itu menggunung yang menggambarkan betapa kemaluan Arman memang luar biasa gede dan panjangnya. Mungkin inilah yang membuat istriku demikian bergairah menghadapi Arman Satpan kantorku itu.
Tap perlu lagi diminta, Dik Narti meneruskan jilatan dan kenyotannya turun ke tepian celana dalam Arman. Bulu-bulu yang mengawali wilayah yang paling menggairahkan istriku nampak terserak di batas tepian celana dalam itu.
Adegan berikutnya menampakkan kerakusan seorang perempuan selingkuh yang dengan liarnya membetot celana dalam lelaki yang bukan suaminya. Dengan gigitannya Dik Narti menarik lepas celana dalam Arman dari selangkangannya. Dia terus menggigit, sementara Arman mengikuti tarikan gigi Dik Narti. Diangkatnya kakinya kanan kemudian kiri hingga celana dalamnya bisa terlepas benar. Sebelum melemparnya ke lantai rupanya obsesi Dik Narti ingin terwujudkan pula. Diciuminya celana dalam itu, bahkan seakan dibekapkannya ke hidungnya sambil menarik nafas panjangnya.
Begitu terbebas dari kekangan celana dalamnya nampak kontol Arman langsung mencuat gagah. Bonggol kepalanya berkilat-kilat menahan tekanan darah yang memenuhinya. Lubang kencingnya nampak mekar menantang. Batangnya segede pentungan Satpam Arman yang tak pernah ketinggalan. Urat-urat kasar melingkar-lingkar mengitari batangan panjang itu. Tangan Dik Narti langsung meraih dan menggenggamnya. Matanya demikian birahi menyaksikan penuh pesona kontol Arman di tangannya itu. Mukanya mendekat dengan hidungnya terlebih dahulu yang mengendusi.
Tangan Arman langsung meraih kembali rambut Dik Narti,
"Isep Bu.. Jilati ya Buu.. Uucchh.." Arman menyambut bibir Dik Narti yang siap menelan bonggol kontolnya.
Namun itu belum dilakukan Dik Narti. Dia mulai dengan mencium kemudian mengangkat pepetkan ke perut Arman. Lidah dan bibirnya menjuilati dan mencium batangan berurat akar itu. Kepala Dik Narti nampak menggoyang untuk menangkap sudut-sudut tepat pada bantangan itu. Kemudian jilatannya melata hingga bijih pelir. Mulutnya mencakup biji itu dan mengulum-ulumnya. Seperti orang meriang terdengar suara rintih Arman bergetar dan berkesinambungan.
Aku tak lagi sanggup hanya menyaksikan. Aku juga membuka kancing celanaku dan kukeluarkan kemaluanku. Aku melakukan masturbasi. Daya khayalku langsung terbang membubung dalam nikmat elusan tangan sendiri. Aku membayangkan nikmat betapa Dik Narti begitu sesak mulutnya karena kontol gede Arman. Kubayangkan nikmatnya saat bibir Dik Narti menelan dan mengulum kontolnya. Kubayangkan pedih kulit kepalaku saat Arman menjambaki rambut kepala Dik Narti.
Setelah puas mendapatkan jilatan serta kuluman akhirnya Arman meraih lengan istriku untuk kembali duduk memunggungi dalam pangkuannya. Dik Narti dengan cepat melepasi sendiri rok bawahnya. Dalam pangkuan Arman dia membetulkan serta mengepas posisinya hingga kontol Arman persis di bawah bokongnya. Tangan Dik Narti memegang erat batang kontol itu dan menuntun agar tepat mendongkrak lubang kemaluannya yang masih terbungkus celana dalam.
Dengan menyibak sedikit tepian celana dalam itu akhirnya kemaluan gede milik Arman itu berhasil menemukan lubang vagina Dik Narti. Desah dan lenguh kedua orang yang asyik masyuk itu mengantarkan masuknya kontol ke lubang vagina mereka. Arman cepat memindahkan tangannya memeluki tubuh telanjang istriku yang membelakanginya. Hidungnya kembali nyungsep serta mengenyot-enyot ketiak dan buah dada Dik Narti. Tangan-tangan Dik Narti nampak menggeliat ke atas dan berusaha meraih kepala Arman. Sementara ayunan telah langsung di mulai. Dik Narti menaik-turunkan pantatnya untuk memompakan kontol Arman ke lubang vaginanya. Sementara Arman dengan penuh kegatalannya menaik turunkan pantatnya menjemputi memek Dik Narti.
Itulah puncak perselingkuhan Dik Narti dengan Arman petugas Satpam kantorku. Genjotan yang terus nyambung dan bertubi mendekatkan saraf-sarah birahi mereka dan menggiring dera nafsunya menuju ejakulai Arman. Dan tak ayal pula orgasme Dik Narti telah berada di ambangnya.
Dengan riuh racau, desah dan rintihan keduanya akupun dengan pasti tergiring untuk lekas melepaskan spermaku. Aku mengkhayalkan seandainya sperma itu tumpah kemudian meleleh keluar dari bibir vagina istriku. Atau sperma itu tumpah muncrat-muncrat di mulut Dik Narti istriku. Khayal-khayalan itu mendongkrak syahwatku.
Dan akhirnya tanpa bisa ditahan Arman meremas buah dada ranum Dik Narti dengan kerasnya. Dan Dik Narti berteriak tertahan dilanda orgasmenya yang telah di ambang. Kedua orang berasyik masyuk ini tanpa hambatan melepaskan kontrolnya dan meraih puncak-puncak birahinya.
Nampak dari memek istriku Dik Narti 'ndlewer' mengalir cairan putih kental terbawa keluar masuk batang kontol Arman. Mungkin berliter-liter. Sperma Arman seakan tak habisnya hingga melumuri lubang dan seluruh tepian memek Dik Narti.
Tiba-tiba birahiku cepat bangkit lagi saat melihat bagaimana seprma Arman 'ndlewer' dari vagina istriku. Betapa nikmatnya seandainya aku menjilati langsung sperma itu dari memek Dik Narti. Aku berpikir keras. Dan akhirnya dengan buru-buru dan tergetar aku bangkit menuju pintu. Aku menggedor-gedornya,
"Dik Nartii.. Mas pulang niihh.. Dik Nartii.."
Dor, dor, dorr.. Aku pukul-pukul daun pintu dan tak lama,
"Ah, Mas Gito, kok sudah pulang Mas. Ituu.. Ss.. Sii Arman baru saya suruh balik cepat ke kantor," istriku membuka pintu, mungkin sekitar 3 atau 4 menit sesudah aku menggedor pintu.
Dan di belakangnya nampak Arman sedang mengepit bundel dokumen yang aku minta. Mereka berdua dengan cepat telah nampak berpakaian lengkap. Disamping juga nampak tegang ada yang kutandai, rambut Arman nampak belum nyisir, mungkin hanya ditarik dengan jari-jarinya dan pakaian Dik Narti nampak agak lusuh berantakan. Namun aku tidak memperlihatkan kecurigaanku sama sekali,
"Iya, Man. Lekas kamu balik kantor. Nih aku tambahin uang lagi kamu cari taksi. Nih surat-surat serahkan sekretaris. Bilang bahwa anak buah Pak Jarwo akan mengambil siang ini. OK? Nanti aku nyusul," Nada bicaraku ini langsung menghilangkan ketegangan mereka. Aku benar-benar menunjukkan bahwa sediktpun aku tidak khawatir atau curiga pada mereka berdua.
Namun begitu Arman balik ke kantor aku langsung menggelandang Dik Narti ke ranjang pengantin kami. Aku langsung tubruk dan menciumi istriku yang sangat kucintai ini. Pasti Dik Narti heran akan ulahku. Tak biasanya pulang kantor langsung merangsek begini padanya.
Aku buka setengah paksa pakaiannya dan aku langsung menenggelamkan mukaku ke buah dada dan ketiaknya. Aku menjilati dan menciuminya. Masih sangat terasa adanya bau ludah Arman pada tubuh Dik Narti. Hal itu justru semakin merangsang birahiku.
Sesudah melepaskan rok Dik Narti tangan kananku langsung merabai kemaluannya. Aku langsung tangkap lengketan yang sangat banyak pada bibir dan lubang vaginanya itu. Amun yang aku pertanyakan justru,
"Aahh Dik Nartii.. Cepet sekali naik birahinya ya.. Lihat nih.. Sudah becek banget," seakan tahuku bahwa becekan itu adalah cairan birahinya. Dik Narti memandang aku dengan matanya yang ayu sambil mengangguk-angguk setuju akan omonganku.
Dan aku tak lagi sabar. Ciuman di ketiak dan buah dadaku merambat meluncur turun dan langsung melabuh ke wilayah selangkangannya. Tanpa ragu aku julurkan lidahku. Aku menjilati dan menyedoti selangkangannya. Kembali bau keringat Arman kurasakan pada selangkangan Dik Narti.
Dan akhirnya kudapatkan. Aku tergetar saat menyaksikan betapa menggelembung ranum memek istriku ini. Betapa jembut, bibir dan liang memek istriku belepotan oleh sperma Arman. Nampak gumpalan besar meleleh dari vagina Dik Narti. Sungguh sangat menggairahkan hasrat syahwatku. Aku mengenduskan hidung, menjulurkan lidahku dan mendekat.
Aku mulai menyedot dan menjilati sperma Arman itu. Kurasakan begitu kental dan legitnya sperma Satpam-ku yang terasa ada asin dan sikit pahit-pahit ini. Kusedot lengket-lengket di jembutnya, di bibirnya. Dengan rasa penuh rakus kujilat hingga bersih yang meleleh dari kemaluan istriku Dik Narti.
Pada kesempatan itu aku juga berhasil meraih orgasme dan ejakulasiku. Dengan menjilati cairan kental sperma Arman di seputar memek Dik Narti istriku aku merapatkan serta menggoyang pompa menggesek-gesekkan kemaluanku pada betisnya. Dan akhirnya tak terbendung pula air maniku muncrat membasahi kasur dan betis yang sangat seksi ini. Aku langsung lunglai.
Aku tak sempat untuk melakukan penetrasi pada lubang vagina istriku karena mesti cepat balik ke kantor. Kutinggalkan Dik Narti tergolek telanjang di ranjang pengantin kami. Entah apa yang terpikir pada benak Dik Narti melihat ulahku ini.
[Cerita 3, Sperma Tetangga]
Pesta 17 Agustus kemarin sunguh sukses di kampungku. Namun bagiku kegiatan itu justru meninggalkan luka dan kenangan yang tak pernah kuharapkan.
Untuk partisipasi pada panitia yang telah berusaha untuk menggembirakan warganya aku mengikuti lomba catur yang diselenggarakan. Lumayan untuk memperebutkan Piala Lurah Jonggol. Dan sebagai pecatur yang banyak pengalaman aku yakin bahwa Piala Pak Lurah akan menambah koleksi pialaku di rumah.
Pada malam final aku dipertemukan dengan jagoan catur RW lain dengan dihadiri Pak Lurah sendiri yang membuka acaranya. Dengan disaksikan para tetangga dekat maupun jauh pada sekitar jam 8 malam aku telah duduk semeja menghadapi papan catur dengan lawanku. Diperkirakan pertandingan final ini akan berlangsung sedikitnya 2 jam sejak dimulai.
Waktu merangkak semakin malam. Udara Jonggol yang cukup berangin memberikan kesejukan yang nyaman. Aku bayangkan alangkah nikmatnya tidur dengan udara sejuk macam begini sesudah beberapa malam kurang tidur dalam upaya memperebutkan malam final ini.
Tiba-tiba, belum juga 1 jam pertandingan berlangsung, aku diserang perut mulas dan harus ke belakang buang air. Kepada panitia aku memberi tahu dan minta ijin. Sesudah berunding dengan pemain lawanku, akhirnya aku setengah berlari pulang untuk buang air. Aku pikir salah makan apa hari ini.
Sesampai di depan rumah kulihat pintu rumahku telah tertutup dan lampu ruang depan nampak telah dimatikan. Kemungkinan istriku telah tidur atau sibuk nonton TV di ruang belakang. Namun aku yang memang siap pulang malam telah membawa kunci cadangan agar tidak perlu membangunkan istriku.
Saat aku hendak memasukkan kunci ke lubangnya aku terhenti. Jantungku berdegup kencang. Kulihat di lantai depan pintu kok ada sandal yang sangat aku kenali. Sandal itu milik Pakde Darmo tetangga sebelahku. Kami panggil Pakde karena usianya yang cukup jauh di atas kami. Lebih dari 55 tahunan.
Kami memang akrab bertetangga dan sering saling bertandang, Tetapi bukan malam-malam macam sekarang ini, apalagi saat aku tidak berada di rumah. Aku langsung khawatir dan cemas. Ada apa Pakde Darmo bertandang ke rumahku malam-malam begini? Dan dimana istriku? Apa yang mereka lakukan berdua di dalam rumahku?
Aneh, sakit perutku langsung lenyap. Aku penasaran dan aku tunda untuk tidak memasuki rumah. Aku akan ke jendela samping. Ada 2 jendela di samping rumahku. Dari lubang angin diatas jendela pertama aku bisa melihat ruang keluarga dimana istriku biasanya menghabiskan waktunya di depan TV. Dan dari jendela yang kedua aku bisa melihat kamar tidurku.
Aku mengendap-endap dirumahku sendiri menuju jendela pertama. Dengan bangku plastik yang selalu ada disana aku naik mengintip lubang anginnya. Ah.. Tak nampak orang disana. Aku mulai curiga. Kalau bertamu kenapa tidak di ruang tamu. Pelan-pelan aku turun dan pindah ke jendela ke dua.
Belum juga aku naik aku mendengar suara orang ngomong,
"Paling Mas Bas baru pulang nanti sekitar jam 11 malam. Kalau menang khan harus menunggu upacara penyerahan piala dulu," itu jelas suara Indri istriku. Aku heran kenapa yang semestinya merindukan aku agar cepat pulang malahan mensyukuri aku lambat pulang.
"Hhmm.." sebuah jawaban yang sangat berwibawa. Tanpa kata namun penuh makna. Suara berat macam itu siapa lagi kalau bukan suara Pakde Darmo. Aku penasaran. Dengan bangku plastik itu aku melongok ke kamar tidurku.
Seperti Saddam Husein yang kena roket pasukan Sekutu aku hampir jatuh telentang saat menyaksikan apa yang telah kusaksikan. Di atas ranjang pengantinku dua orang yang aku cari ini sedang berasyik masyuk, melepaskan hasrat syahwat birahinya. Seperti penampilan hari-harinya Pakde Darmo hanya bersarung dengan kaos singletnya. Perutnya yang buncit tak bisa disembunyikan. Sementara istriku Indri telah setengah bugil. Hanya celana dalam dan BH-nya yang tinggal.
Dengan menindih tubuh Indri-ku mulut Pakde Darmo nyosor ngenyot-enyoti teteknya. Pantesan dia tak bisa ngomong.
"Sarung dan kaos singletnya dibuka dulu Pakde, nanti lecek," istriku mengeluarkan omongan lagi sambil tangannya meraih menarik lepas sarung dan singlet Pakde Darmo. Kini Pakde sepenuhnya telanjang dan istriku tinggal bercelana dalam dan kutang saja.
Dengan perut buncitnya Pakde memeluki istriku dari belakangnya. Nampaknya Pakde suka nembak perempuan dari arah belakangnya. Tangan dan kakinya yang berbulu cukup lebat memeluk tubuh istriku. Bibirnya nyosor terus ke kuduk, ketiak dan buah dadanya. Indri-ku nampak begitu menikmati dan larut dalam ulah Pakde Darmo ini. Rupanya permainan ini sudah cukup jauh. Kini mereka tengah mendaki puncak nikmat hubungan syahwat antar tetangganya.
Pakde Darmo adalah tetangga samping kanan rumahku. Dia adalah pensiunan pegawai rendahan sebuah BUMN. Walaupun usianya sudah lebih 55 tahun namun perawakannya masih sangat sehat. Dia tak pernah berhenti joging di pagi hari dan sesekali mengangkat barbel untuk merawat ototnya. Sebagai lelaki Pakde Darmo sesungguhnya tidak tampan. Namun dengan perut buncitnya dan bulu-bulu di badannya, Pakde Darmo sering mendapat lirikan para perempuan di kampung. Mungkin istriku, yang usianya 20 tahun lebih muda dari Pakde diam-diam mengimpikan bagaimana tidur dengan lelaki berbulu macam Pakde Darmo ini.
Dalam gelinjangnya istriku bangkit berbalik. Bibirnya menjemput bibir Pakde Darmo untuk berpagut sesaat sebelum lumatannya melata ke leher kemudian dada Pakde. Nampaknya istriku begitu keranjingan dengan bulu-bulu Pakde Darmo. Dengan penuh gairah lidah dan bibirnya menjilat dan mengenyoti bulu dada Pakde. Aku sangat 'shock' menyaksikan apa yang tengah berlangsung ini.
Aku sama sekali tidak mengira bahwa Indri istriku selama ini juga terobsesi pada Pakde Darmo. Tetapi yang lebih menampar harga diriku adalah membawanya ke ranjang dimana sehari-hari dia bersamaku. Aku tak mengerti apakah Pakde Darmo yang secara aktif memulai ataukah Indri yang sering menggoda syahwat Pakde.
Kini segalanya berubah cepat. Pakde sudah mengambil alih kendali. Dia sepenuhnya menindih tubuh Indri yang membuka selangkangannya. Tangan Indri dengan tangkas meraih kemaluan Pakde Darmo yang memang lebih gede dan panjang dari kemaluanku. Mungkin hal ini juga hal yang membuat Indri demikian terobsesi pada Pakde.
Dan yang terjadi berikutnya adalah ayunan Pakde dan goyangan istriku yang di bawahnya. Kontol Pakde nampak begitu kaku dan tegar menembusi memek Indri.
Istriku menjerit kecil dan terus mendesah dan merintih. Kenikmatan birahi begitu menenggelamkan keduanya. Nampak cakar-cakar Indri sudah siap menghunjamkan kukunya pada punggung Pakde. Menyaksikan Pakde Darmo dan Indri istriku demikian nikmatnya saling mengayuh syahwat aku jadi terbawa hanyut. Kontolku jadi ngaceng. Aku pengin mengelusi dan mengocok-ocoknya sambil menyaksikannya bagaimana istriku dilanda nikmat orgasmenya saat dientot Pakde Darmo ini.
Dengan dengusnya yang cukup meriuhkan kamarku nampaknya Pakde sedang menjemput puncak nikmatnya. Dia percepat genjotan kontolnya. Sementara demikian pula Indri istriku. Nampaknya orgasmenya akan hadir bersama ejakulasi Pakde. Kuperhatikan batang kontol Pakde yang berkilatan oleh lendir birahi nampak seperti piston mesin diesel yang keluar masuk ke lubangnya. Aku membayangkan betapa nikmat melanda sanubari istriku. Dan.. Aahh.. ttuuhh.. lihaatt..
Kontol yang terus menggenjot itu nampak membawa begitu banyak lendir dan busa keluar masuk memek Indri. Pakde Darmo telah mengeluarkan cadangan spermanya. Dan tubuh istriku nampak menegang dan kemudian berkejat-kejat. Cakarnya menghunjam dan melukai punggung Pakde. Indri mendapatkan orgasmenya selama, yang dalam pikiran dia, aku sedang bermain catur demi Piala Lurah Jonggol.
Dan aku tak mampu menahan diriku. Aku kocok terus kontolku sambil menyaksikan betapa sensasionalnya melihati istriku dientot tetanggaku sendiri dan kini melihati pejuh lelaki itu berserak meleleh dari lubang memeknya. Spermaku muncrat menembak kaca jendelaku.
Aku cepat turun dari bangku plastik. Aku harus cepat balik ke pertandingan sebelum panitia menyusul aku.
Malam itu aku pulang dengan Piala Lurah Jonggol bersusun tiga yang kemasan. Tingginya sama dengan tinggi badanku yang 167 cm.
Istriku membuka pintu dan menyambut aku dengan bangga. Dia yang menaruh pialaku itu di tempat yang terbaik di ruangan itu.
Aku langsung ngaceng lagi. Sepintas aku masih mencium aroma keringat Pakde Darmo pada tubuh Indri istriku. Hasrat syahwatku bangkit. Kuseret Indri ke ranjang pengantinku. Dengan bibir dan lidah aku melumat-lumat tubuhnya. Aku berusaha menangkap sisa keringat dan sperma Pakde Darmo di tubuh istriku.
Tiba-tiba sebuah suara keras membangunkan kami di tengah malam. Nita istriku memeluk lenganku saking ketakutannya. Suara itu datang dari arah dapur. Sepertinya kaca yang jatuh berantakan. Naluriku mengatakan ada hal yang tak beres ada di dalam rumah ini. Aku bangun dan menyalakan lampu. Istriku berusaha menahan aku. Dengan hati-hati aku bangun dan membuka pintu dan melangkah ke dapur.
Aku kaget dengan ketakutan yang amat saat muncul sosok asing di bawah jendela dapurku. Nampak di lantai kaca jendela pecah berserakan. Pasti dia ini maling yang hendak mencuri di rumah kami. Sama-sama kaget dengan gesitnya pencuri ini berdiri dan melangkah pendek menyambar pisau dapur kami yang tidak jauh dari tempatnya. Orang ini lebih gede dari aku. Dengan rambut dan jambangnya yang nggak bercukur nampak begitu sangar. Dengan pakaiannya yang T. Shirt gelap dan celana jean bolong-bolong dia menyeringai mengancam aku dengan pisau dapur itu.
Aku memang lelaki yang nggak pernah tahu bagaimana berkelahi. Melihat ulah maling ini langsung nyaliku putus. Dengan gemetar yang sangat aku berlari kembali ke kamar tidurku dan menutup pintunya. Namun kalah cepat dengan maling itu. Aku berusaha keras menekan untuk mengunci sebaliknya maling itu terus mendorong dengan kuatnya. Istriku histeris berteriak-teriak ketakutan,
"Ada apa Maass.. Toloonngg.. Tolongg.."
Namun teriakan itu pasti sia-sia. Rumah kami adalah rumah baru di perumahan yang belum banyak penghuninya. Tetangga terdekat kami adalah Pak RT yang jaraknya sekitar 30 rumah kosong, yang belum berpenghuni, dari rumah kami. Sementara di arah yang berbeda adalah bentangan kali dan sawah yang luas berpetak-petak. Sejak pernikahan kami 2 tahun yang lalu, inilah rumah kredit kami yang baru kami tinggali selama 2 bulan ini.
Upaya tarik dan dorong pintu itu dengan pasti dimenangkan oleh si maling. Aku terdepak jatuh ke lantai dan maling itu dengan leluasa memasuki kamar tidur kami. Dia mengacung-acungkan pisau dapur ke isteriku agar tidak berteriak-teriak sambil mengancam hendak memotong leherku. Istriku seketika 'klakep' sepi. Sambil menodongkan pisau ke leherku dengan kasar aku diraihnya dengan menarik bajuku keluar dari kamar. Matanya nampak menyapu ruangan keluarga dan menarikku mendekat ke lemari perabot. Pasti di nyari-nyari benda berharga yang kami simpan.
Dia menemukan lakban di tumpukkan macam-macam peralatan. Dengan setengah membanting dia mendorong aku agar duduk di lantai. Dia me-lakban tangan dan kakiku kemudian mulutku hingga aku benar-benar bungkem. Dalam keadaan tak berkutik aku ditariknya kembali ke kamar tidurku. Istriku kembali berteriak sambil menangis histeris. Namun itu hanya sesaat.
Maling ini sungguh berpengalaman dan berdarah dingin. Dia hanya bilang, "Diam nyonya cantiikk.. Jangan membuat aku kalap lhoo.." kembali istriku 'klakep' dan sepi.
Nampak maling itu menyapukan pandangannya ke kamar tidurku. Dia melihati jendela, lemari, tempat tidur, rak kset dan pesawat radio di kamarku. Dia sepertinya berpikir. Semuanya kusaksikan dalam kelumpuhan dan kebisuanku karena lakban yang mengikat kaki tanganku dan membungkam rapat mulutku.
Tiba-tiba maling itu mendekati Nita istriku yang gemetar menggulung tubuhnya di pojok ranjang karena shock dan histeris dengan peristiwa yang sedang terjadi. Dengan lakbannya dia langsung bekap mulutnya dan direbahkannya tubuhnya di ranjang. Aku tak kuasa apa-apa hanya mampu tergolek dan berkedip-kedip di lantai. Aku melihat bagaimana sorot mata ketakutan pada wajah Nita istriku itu.
Ternyata maling itu merentangkan tangan istriku dan mengikatnya terpisah di kanan kiri kisi-kisi ranjang kayu kami. Demikian pula pada kakinya. Dia rentangkan dan ikat pada kaki-kaki ranjang. Dan akhirnya yang terjadi adalah aku yang tergolek lumpuh di lantai sementara Nita istriku telentang dan terikat di ranjang pengantin kami.
Perasaanku sungguh tidak enak. Aku khawatir maling ini berbuat diluar batas. Melihat sosoknya, nampak dia ini orang kasar. Tubuhnya nampak tegar dengan otot-ototnya yang membayang dari T. Shirt dekilnya. Aku taksir tingginya ada sekitar 180 cm. Aku melihati matanya yang melotot sambil menghardik, "Diam nyonya cantiikk.." saat melihat istriku yang memang nampak sangat seksi dengan pakaian tidurnya yang serba mini karena udara panas di kamar kami yang sempit ini.
"Aku mau makan dulu ya sayaang.. Jangan macam-macam". Dia nyelonong keluar menuju dapur. Dasar maling nggak bermodal. Dia ngancam pakai pisauku, ngikat pakai lakbanku sekarang makan makananku.
Nampak istriku berontak melepaskan diri dengan sia-sia. Sesekali nampak matanya cemas dan ketakutan memandang aku. Aku menggeleng-gelengkan kepalaku dengan maksud melarangnya bergerak banyak. Hemat tenaga.
Sesudah makan maling itu gelatakan membukai berbagai lemari dan laci-laci di rumah. Dia nggak akan dapatkan apa-apa karena memang kami nggak punya apa-apa. Aku bayangkan betapa wajahnya akan kecewa karena kecele. Kudengar suara gerutu. Nampaknya dia marah.
Dengan menendang pintu dia kembali masuk kamar tidur kami. Membuka lemari pakaian dan mengaduk-adukkannya. Dilempar-lemparkannya isi lemari hingga lantai penuh berserakan. Dia buka kotak perhiasan istriku. Dibuang-buangnya perhiasan imitasi istriku.
Karena tak mendapatkan apa yang dicari maling mengalihkan sasaran kekecewaan. Dia pandangi istriku yang telentang dalam ikatan di ranjang. Dia mendekat sambil menghardik,
"Mana uang, manaa..? Dasar miskin yaa..? Kamu umpetin dimana..?"
Tangannya yang mengkilat berotot bergerak meraih baju tidur istriku kemudian menariknya dengan keras hingga robek dan putus kancing-kancingnya. Dan yang kemudian nampak terpampang adalah bukit kembar yang begitu indah. Payudara Nita yang sangat ranum dan padat yang memang selalu tanpa BH setiap waktu tidur. Nampak sekali wajah maling itu terkesima.
Kini aku benar-benar sangat takut. Segala kemungkinan bisa terjadi. Aku saksikan adanya perubahan raut mukanya. Sesudah tidak mendapatkan uang atau benda berharga dia jadi penasaran. Dia merasa berhak mendapat pengganti yang setimpal. Maling itu lebih mendekat lagi ke Nita dan dengan terus memandangi buah dadanya yang sangat sensual itu. Pelan-pelan dia duduk di tepian ranjang.
"Dimana kamu simpan uangmu nyonya cantiikk..?" sambil tangan turun menyentuh tubuh Nita yang sama sekali tak bisa menolak karena kaki dan tangannya terikat lakban itu. Dan tangan itu mulai mengelusi dekat Payudaranya.
Ampuunn.. Kulihat bagaimana mata Nita demikian paniknya. Dia merem memejamkan matanya sambil memperdengarkan suara dari hidungnya, "Hheehh.. Hheehh.. Heehh..". Istriku mengeluarkan air mata dan menangis, menggeleng-geleng kepalanya sambil mengeluarkan dengus dari hidungnya.
Dan sentuhan maling itu tidak berhenti di tempat. Air mata istriku merangsang dia semakin brutal. Tangan-tangannya dengan tanpa ragu mengelus-elus dan kemudian meremas-remas buah dada Nita serta bagian tubuh sensitive lainnya. Hal ini benar-benar membuat darahku menggelegak marah. Aku harus berbuat sesuatu yang bisa menghentikan semua ini apapun risikonya. Yang kemudian bisa kulakukan adalah menggerakkan kakiku yang terikat, menekuk dan kemudian menendangkan ke tepian ranjangku. Maling itu terkaget namun sama sekali tidak bergeming.
"Hey, brengsek. Mau ngapain kamu. Jangan macam-macam. Jangan ganggu istrimu yang sedang menikmati pijitanku," dia menghardik aku. Dan aku memang langsung putus asa. Aku tak mungkin berbuat apa-apa lagi. Kini hanya batinku yang meratapi kejadian ini.
Dan yang terjadi berikutnya adalah sesuatu yang benar-benar mengerikan. Maling itu menarik robek seluruh busana tidur istriku. Dia benar-benar membuat Nita telanjang kecuali celana dalamnya. Lantas dia rebah merapatkan tubuhnya disampingnya. Istriku nampak bak rusa rubuh dalam terkaman serigala. Dan kini pemangsanya mendekat untuk mencabik-cabik untuk menikmati tubuhnya.
Dari matanya mengalir air mata dukanya. Dia tak mampu berpuat apa-apa lagi. Dalam setengah telanjangnya aku kian menyadari betapa cantiknya Nita istriku ini. Dia tunjukkan betapa bagian-bagian tubuhnya menampilkan sensualitas yang pasti menyilaukan setiap lelaki yang memandangnya. Rambutnya yang mawut terurai, pertemuan lengan dan bahu melahirkan lembah ketiak yang bisa menggoyahkan iman para lelaki.
Payudaranya yang membusung ranum dengan pentilnya yang merah ungu sebesar ujung jari kelingking sangat menantang. Perut dengan pinggulnya yang.. Uuhh.. Begitu dahsyat mempesona syahwat. Aku sendiri terheran bagaimana aku bisa menyunting dewi secantik ini.
Dan kini maling brutal itu menenggelamkan mukanya ke dadanya. Dia menciumi dan menyusu Payudaranya seperti bayi. Dia mengenyoti pentil istriku yang nampaknya berusaha berontak dengan menggeliat-geliatkan tubuhnya yang dipastikan sia-sia. Dengan semakin beringas nafsu nyolongnya kini berubah menjadi nafsu binatang yang dipenuhi birahi.
Dengan gampang dia menjelajahkan moncongnya ke sekujur tubuh Nita. Dia merangsek menjilat-jilat dan menciumi ketiak istriku yang sangat sensual itu. Inilah pesta besarnya. Dia mungkin tak pernah membayangkan akan mencicipi nikmat tidur dengan perempuan secantik Nita istriku ini.
Menjarah dengan kenyotan, jilatan dan ciumannya maling ini merangsek ke tepian pinggul Nita dan kemudian naik ke perutnya. Dengan berdengus-dengus dan nafasnya yang memburu dia menjilati puser Nita sambil tangannya gerayangan ke segala arah meremas dan nampak terkadang sedikit mencakar menyalurkan gelegak nafsu birahinya.
Perlawanan istriku sudah sangat melemah. Yang terdengar hanyalah gumam dengus mulut tersumpal sambil menggeleng-gelengkan kepalanya sebagai ungkapan penolakannya. Mungkin ketakutan serta kelelahannya membuat stamina-nya 'down' dan lumpuh. Sementara sang maling terus melumati perut dan menjilat-jilat bagian-bagian sensual tubuhnya.
Kebringasan serta kebrutalan hasrat syahwat maling ini semakin meroket ke puncak. Jelas akan memperkosa istriku di depan aku suaminya. Dia bangun dari ranjang dan dengan cepat melepasi T. Shirt serta celana dekilnya. Dia menelanjangi dirinya. Aku terkesima. Maling itu memiliki postur tubuh yang sangat atletis dan menawan menurut ukuran tampilan tubuh lelaki. Dengan warna kulitnya yang coklat kehitaman berkilat karena keringatnya nampak dadanya, otot lengannya perutnya begitu kencang seperti pelaku binaraga. Tungkai kakinya, paha dan betisnya sungguh serasi banget.
Yang membuat aku terperangah adalah kemaluannya. Kontol maling itu begitu mempesona. Muncul dari rimbun jembutnya kontol itu tegak ngaceng dengan bonggol kepalanya yang juga berkilatan karena kerasnya tekanan darah syahwatnya yang mendesakinya. Besar dan panjangnya di atas rata-rata kemaluan orang Asia dan nampak sangat serasi dalam warna hitaman pada awalnya kemudian sedikit belang kecoklatan pada leher dan ujungnya. Lubang kencingnya muncul dari belahan bonggol yang mekar menantang.
Kesan kekumuhan awal yang kutemui dari rambut dan jambang yang tak bercukur serta pakaiannya yang dekil langsung musnah begitu lelaki maling ini bertelanjang. Dia nampak sangat jantan macam jagoan.
Dalam ketakutan dan panik istriku Nita melihat saat maling itu bangun dan dengan cepat melepasi pakaiannya. Begitu lelaki maling itu benar-benar telanjang aku melihat perubahan pada wajah dan mata istriku. Wajah dan pandangannya nampak terpana. Yang belumnya layu dan kuyu kini beringas dengan mata yang membelalak. Mungkin karena ketakutannya yang semakin jadi atau karena adanya 'surprise' yang tampil dari sosok lelaki telanjang yang kini ada bersamanya diranjangnya. Anehnya pandangannya itu tak dilepaskannya hingga ekor matanya mengikuti kemanapun lelaki maling itu bergerak.
Walaupun aku tak berani menyimpulkan secara pasti, menurut pendapatku wajah macam itu adalah wajah yang diterpa hasrat birahi. Adakah birahi Nita bangkit dan berhasrat pada lelaki maling yang dengan brutal telah mengikat dan menelanjangi tubuhnya di depan suaminya itu. Ataukah 'surprise' yang disuguhkan lelaki itu telah membalik 180 derajat dari takut, marah dan benci menjadi dorongan syahwat yang dahsyat yang melanda seluruh sanubarinya? Ahh.. Aku dirasuki cemburu buta. Aku sering mendengar perempuan yang jatuh cinta dengan penculiknya.
Lelaki maling turun dari ranjang dan merangkak di depan arah kaki Nita yang terikat. Dia meraih kaki Nita yang terikat dan mulai dengan menjilatinya. Lidahnya menyapu ujung-ujung jari kaki istriku kemudian mengulumnya.
Aku menyaksikan kaki Nita yang seakan disengat listrik ribuan watt. Kaget meronta dan meregang-regang. Aku tidak pasti. Apakah itu gerak kaki untuk berontak atau menahan kegelian syahwati. Sementara lelaki maling itu terus menyerang dengan jilatan-jilatannya di telapaknya. Demikian dia melakukan pada kedua tungkai kaki istriku untuk mengawali lumatan dan jialatan selanjutnya menuju puncak nikmat syahwatnya.
Dengan caranya maling itu memang sengaja menjatuhkan martabatku sebagai suami Nita.
"Mas, istrimu enak banget loh. Boleh aku entot ya? Boleh.. Ha ha. Aku entot istrimu yaa.."
Dan aku disini yang tergolek macam batang pisang tak berdaya hanya mampu menerawang dan menelan ludah.
Namun ada yang mulai merambati dan merasuk ke dalam sanubariku. Aku ingin tahu, macam apa wajah Nita saat kontol maling itu nanti menembusi kemaluannya. Dan keinginan tahuku itu ternyata mulai merangsang syahwat birahiku. Dalam tergolek sambil mata tak lepas memandangi ulah lelaki maling telanjang yang melata bak kadal komodo di atas tubuh pasrah istriku yang jelita kontolku jadi menegang. Aku ngaceng.
Kusaksikan betapa maling itu merangsek ke selangkangan istriku. Dia menciumi dan menyedoti paha Nita serta meninggalkan merah cupang di setiap rambahannya. Namun yang membuat jantungku berdegup kencang adalah geliat-geliat tubuh istriku yang terikat serta desah dari mulutnya yang terbungkam. Aku sama sekali tidak melihatnya sebagai perlawanan seorang yang sedang disakiti dan dirampas kehormatannya. Istriku nampak begitu hanyut menikmati ulah maling itu.
Aku memastikan bahwa Nita telah tenggelam dalam hasrat seksualnya. Dia menggeliat-geliat dan menggoyang-goyangkan tubuhnya teristimewa pinggul serta pantatnya. Nita dilanda kegatalan birahi yang sangat dahsyat dan kini nuraninya terus menjemput dan merindui kenyotan bibir si maling itu. Dalam pada itu aku berusaha tetap berpikir positip. Bahwa sangat berat menolak godaan syahwat sebagaimana yang sedang dialaminya. Secara pelan dan pasti kontolku sendiri semakin keras dan tegak menyaksikan yang harus aku saksikan itu.
Dan klimaks dari pergulatan 'perkosaan' itu terjadi. Lelaki maling itu menenggelamkan bibirnya ke bibir vagina Nita. Dia menyedot dan mengenyoti itil istriku dan meneruakkan lidahnya menembusi gerbang kemaluannya. Tak terelakkan..
Dalam kucuran keringat yang terperas dari tubuhnya Nita menjerit dalam gumam desahnya. Pantatnya semakin diangkatnya tinggi-tinggi. Dia nampak hendak meraih orgasmenya. Bukan main. Biasanya sangat sulit bagi Nita menemukan orgasme. Kali ini belum juga maling itu melakukan penetrasi dia telah dekat pada puncak kepuasan syahwatnya. Ah.. Lihat ituu.. Benar.. Nita meraih orgasmenya.. Nittaa..
Dia mengangkat tinggi pantatnya dan tetap diangkatnya hingga beberapa saat sambil terkejat-kejat. Nampak walaupun tangannya terikat jari-jarinya mengepal seakan hendak meremas sesuatu. Dan kaki-kakinya yang meregang mengungkapkan betapa nikmat syahwat sedang melandanya. Itulah yang bisa ditampilkan olehnya dikarenakan tangan serta kakinya masih terikat ke ranjang.
Dan sang maling tanggap. Sebelum keburu Nita kelelahan dia naik menindih tubuh istriku dan menuntun kontolnya ke lubang vaginanya. Beberapa kali dia mengocok kecil sebelum akhirnya kemaluan yang lumayan gede dan panjangnya itu tembus dan amblas ditelan memek istriku.
Maling itu langsung mengayun-ayunkan kontolnya ke lubang nikmat yang sepertinya disemangati oleh istriku dengan menggoyang dan mengangkat-angkat pantat dan pinggulnya agar kontol itu bisa menyentuhi gerbang rahimnya.
Aku sendiri demikian terbakar birahi menyaksikan peristiwa itu. Khususnya bagaimana wajah istriku dengan rambutnya yang berkeringat mawut jatugh ke dahi dan alisnya. Kontolku sangat tertahan oleh celana sempitku. Aku tak mampu melakukan apa-apa untuk melepaskan dorongan syahwatku.
Genjotan maling itu semakin cepat dan sering. Aku pastikan bahwa maling itu sedang dirambati nikmat birahinya. Kontolnya yang semakin tegar kaku nampak licin berkilat karena cairan birahi yang melumurinya nampak seperti piston diesel keluar masuk menembusi memek istriku. Aku bayangkan betapa nikmat melanda istriku. Dengan kondisinya yang tetap terikat di ranjang, pantatnya nampak naik turun atau mengegos menimpali pompan kontol lelaki maling itu.
Sebentar lagi spermanya akan muncrat mengisi rongga kemaluan istriku. Dan nampaknya istrikupun akan mendapatkan orgasmenya kembali. Orgasme beruntun. Bukan main. Selama menikah aku bisa hitung berapa kali dia berkejat-kejat menjemput orgasmenya. Namun bersama maling ini tidak sampai 1 jam dia hendak menjemput orgasmenya yang ke dua.
Saat-saat puncak orgasme serta ejakulasinya semakin dekat, lelaki itu mendekatkan wajahnya ke wajah Nita dan tangannya meraih kemudian melepas lakban di mulut istriku. Namun dia tak memberinya kesempatan untuk teriak. Mulutnya langsung menyumpal mulut istriku. Aku saksikan mereka saling berpagut. Dan itu bukan pagutan paksa. Istriku nampak menimpali lumatan bibir maling itu. Mereka tenggelam dalam nikmatnya pagutan. Dan ahh.. ahh.. aahh..
Maling itu melepas cepat pagutannya dan sedikit bangkit. Dia menyambar pisau dapur yang masih ada di dekatnya. Dengan masing-masing sekali sabetan kedua ikatan tangan Nita terbebas. Dan pisau itu langsung dilemparkannya ke lantai. Tangan maling itu cepat memeluki tubuh istriku serta bibirnya memagutinya. Dan tanpa ayal dan ragu begitu terbebas tangan istriku langsung memeluki tubuh lelaki maling ini. Kini aku menyaksikan persetubuhan yang nyaris sempurna. Lelaki maling bersama Nita istriku langsung tenggelam mendekati puncak syahwatnya. Hingga...
"Aarrcchh.. Cantikk.. Aku keluaarr.. Hhoohh.. Ampun enaknyaa.."
Istriku juga mendesis hebat, tak ada omongan namun jelas, dia kembali meraih orgasmenya. Dengan tangannya yang bebas dia bisa melampiaskan gelegak birahinya. Tangannya mencakar punggung maling itu dan menancapkan kukunya. Nampak bilur sejajar memanjang di kanan kiri punggungnya merembes kemerahan. Punggung maling itu sempat terluka dan berdarah.
Masih beberapa saat mereka dalam satu pelukan sebelum pada akhirnya lelaki maling itu bangkit dan menarik kontolnya dari kemaluan istriku. Aku langsung menyaksikan spermanya yang kental melimpah tumpah dan meleleh dari lubang vagina Nita. Sesaat mata maling itu melihati tubuh istriku yang nampak lunglai. Dia lantas bergerak efektif.
Maling itu turun dari ranjang, memakai celana dan T. Shirt-nya. Dia mencopot selembar sarung bantal. Dia mengeluarkan dari kantongnya HP-ku dan HP istriku, jam tangan, perhiasan dan segepok uang simpananku, mungkin hanya sekitar 500-an ribu rupiah. Dia masukkan hasil curiannya ke sarung bantal itu. Tak sampai 2 menit sejak turun ranjang dia langsung keluar dan kabur meninggalkan aku yang masih terikat tak berdaya di lantai dan Nita yang telanjang sesudah diperkosanya. Dia telah mencuri barang-barangku dan menikmati tubuh dan kemaluan istriku.
Nita nampak bengong sambil melihati aku,
"Maaf, maass.. Aku harus memuaskan nafsu syahwatnya agar dia tidak menyakiti Mas.." Nita sudah siap dengan alibinya. Aku hanya diam. Nikmat seksual memang bisa mengubah banyak hal.
Hingga kini, sesudah 8 tahun menikah hingga mempunyai 2 anak aib itu tak pernah diketahui orang. Kami sepakat menyimpannya dalam-dalam.
Sesekali kulihat istriku bengong. Aku memakluminya. Setidaknya memang postur tubuhku serta kaliber kemaluanku tak mungkin mengimbangi milik lelaki maling itu.