Keponakanku yang baru menikah
tinggal bersamaku karena mereka
belum memiliki rumah sendiri. Tidak
menjadi masalah bagiku karena aku
tinggal sendiri setelah lama bercerai
dan aku tidak memiliki anak dari
perkawinan yang gagal itu. Sebagai
pengantin baru, tentunya
keponakanku dan istrinya, Ines, lebih
sering menghabiskan waktunya di
kamar. Pernah satu malam, aku
mendengar erangan Ines dari kamar
mereka. Aku mendekat ke pintu,
terdengar Ines mengerang2, “Terus
mas, enak mas, terus ……, yah udah
keluar ya mas, Ines belum apa2″.
Sepertinya Ines tidak terpuaskan
dalam ‘pertempuran” itu karena
suaminya keok duluan. Beberapa kali
aku mendengar lenguhan dan
diakhiri dengan keluhan senada.
Kasihan juga Ines.
Suatu sore, sepulang dari kantor, aku
lupa membawa kunci rumah. Aku
mengetok pintu cukup lama sampai
Ines yang membukakan pintu. Aku
sudah lama terpesona dengan
kecantikan dan bentuk tubuhnya.
Tinggi tubuhnya sekitar 167 cm.
Rambutnya tergerai sebahu.
Wajahnya cantik dengan bentuk
mata, alis, hidung, dan bibir yang
indah. Ines hanya mengenakan baju
kimono yang terbuat dari bahan
handuk sepanjang hanya 15cm di
atas lutut. Paha dan betis yang tidak
ditutupi daster itu tampak amat
mulus. Kulitnya kelihatan licin, dihiasi
oleh rambut-rambut halus yang
pendek. Pinggulnya yang besar
melebar. Pinggangnya kelihatan
ramping. Sementara kimono yang
menutupi dada atasnya belum
sempat diikat secara sempurna,
menyebabkan belahan toket yang
montok itu menyembul di belahan
baju, pentilnya membayang di
kimononya. Rupanya Ines belum
sempat mengenakan bra. Lehernya
jenjang dengan beberapa helai
rambut terjuntai. Sementara bau
harum sabun mandi terpancar dari
tubuhnya. Agaknya Ines sedang
mandi, atau baru saja selesai mandi.
Tanpa sengaja, sebagai laki-laki
normal, kon tolku berdiri melihat
tubuhnya. Dari samping kulihat
toketnya begitu menonjol dari balik
kimononya. Melihat Ines sewaktu
membelakangiku, aku terbayang
betapa nikmatnya bila tubuh tersebut
digeluti dari arah belakang. Aku
berjalan mengikutinya menuju ruang
makan. Kuperhatikan gerak tubuhnya
dari belakang. Pinggul yang besar itu
meliuk ke kiri-kanan mengimbangi
langkah-langkah kakinya. Ingin
rasanya kudekap tubuh itu dari
belakang erat-erat. Ingin
kutempelkan kon tolku di gundukan
pantatnya. Dan ingin rasanya
kuremas-remas toket montoknya
habis-habisan.
“Sori Nes, om lupa bawa kunci. Kamu
terganggu mandinya ya”, kataku.
“Udah selesai kok om”, jawabnya.
Aku duduk di meja makan. Ines
mengambilkan teh buatku dan
kemudian masuk ke kamarnya. Tak
lama kemudian Ines keluar hanya
mengenakan daster tipis berbahan
licin, mempertontonkan tonjolan
toket yang membusung. Ines tidak
mengenakan bra, sehingga kedua
pentilnya tampak jelas sekali
tercetak di dasternya. Ines beranjak
dari duduknya dan mengambil toples
berisi kue dari lemari makan. Pada
posisi membelakangiku, aku menatap
tubuhnya dari belakang yang sangat
merangsang.
Kita ngobrol ngalor ngidul soal
macem2. kesempatan bagiku untuk
menatapnya dari dekat tanpa rasa
risih. Ines tidak menyadari bahwa
belahan daster di dadanya
mempertontonkan toket yang
montok kala agak merunduk. kon
tolku pun menegang. Akhirnya
pembicaraan menyerempet soal sex.
“Nes, kamu gak puas ya sama suami
kamu”, kataku to the point. Ines
tertunduk malu, mukanya semu
kemerahan. “Kok om tau sih”,
jawabnya lirih. “Om kan pernah
denger kamu melenguh awalnya,
cuma akhirnya mengeluh. Suami
kamu cepet ngecretnya ya”, kataku
lagi. “Iya om, si mas cepet banget
keluarnya. Ines baru mulai ngerasa
enak, dia udah keluar. Kesel deh
jadinya, kaya Ines cuma jadi pemuas
napsunya aja”, Ines mulai curhat. Aku
hanya mendengarkan curhatannya
saja. “Om, mandi dulu deh, udah
waktunya makan. Ines nyiapin
makan dulu ya”, katanya mengakhiri
pembicaraan seru. “Kirain Ines
nawarin mau mandiin”, godaku. “Ih si
om, genit”, jawabnya tersipu. “Kalo
Ines mau, om gak keberatan lo”,
jawabku lagi. Ines tidak menjawab
hanya berlalu ke dapur, menyiapkan
makan. Sementara itu aku masuk
kamarku dan mandi. kon tolku
tegang gak karuan karena
pembicaraan seru tadi. Selesai mandi,
aku hanya memakai celana pendek
dan kaos, sengaja aku tidak
memakai CD. Pengen rasanya malem
ini aku ngen totin Ines. Apalagi
suaminya sedang tugas keluar kota
untuk beberapa hari. kon tolku masih
ngaceng berat sehingga kelihatan
jelas tercetak di celana pendekku.
Ines diam saja melihat ngacengnya
kon tolku dari luar celana pendekku.
Ketika makan malem, kita ngobrol
soal yang lain, Ines berusaha tidak
mengarahkan pembicaraan kearah
yang tadi. Kalo Ines tertawa, ingin
rasanya kulumat habis-habisan
bibirnya. Ingin rasanya kusedot-sedot
toket nya dan ingin rasanya
kuremas-remas pantat kenyal Ines
itu sampai dia menggial-gial
keenakan.
Selesai makan, Ines membereskan
piring dan gelas. Sekembalinya dari
dapur, Ines terpeleset sehingga
terjatuh. Rupanya ada air yang
tumpah ketika Ines membawa
peralatan makan ke dapur. Betis
kanan Ines membentur rak kayu.
“Aduh”, Ines mengerang kesakitan.
Aku segera menolongnya. Punggung
dan pinggulnya kuraih. Kubopong
Ines kekamarnya. Kuletakkan Ines di
ranjang. Tercium bau harum sabun
mandi memancar dari tubuhnya.
Belahan daster terbuka lebih lebar
sehingga aku dapat dengan leluasa
melihat kemontokan toketnya.
Nafsuku pun naik. kon tolku semakin
tegang. ketika aku menarik tangan
dari pinggulnya, tanganku tanpa
sengaja mengusap pahanya yang
tersingkap. Ines berusaha meraih
betisnya yang terbentur rak tadi.
Kulihat bekas benturan tadi membuat
sedikit memar di betis nya. Aku pun
berusaha membantunya. Kuraih betis
tersebut seraya kuraba dan kuurut
bagian betis yang memar tersebut.
“Pelan om, sakit”, erangnya lagi.
Lama-lama suaranya hilang. Sambil
terus memijit betis Ines, kupandang
wajahnya. Matanya sekarang
terpejam. Nafasnya jadi teratur. Ines
sudah tertidur. Mungkin karena lelah
seharian membereskan rumah. Aku
semakin melemahkan pijitanku, dan
akhirnya kuhentikan sama sekali.
Kupandangi Ines yang tengah
tertidur. Alangkah cantiknya
wajahnya. Lehernya jenjang.
Toketnya yang montok bergerak
naik-turun dengan teratur mengiringi
nafas tidurnya. pentilnya menyembul
dari balik dasternya. Pinggangnya
ramping, dan pinggulnya yang besar
melebar. Daster tersebut tidak
mampu menyembunyikan garis
segitiga CD yang kecil. Terbayang
dengan apa yang ada di balik CDya,
kon tolku menjadi semakin tegang.
Apalagi paha yang putih terbuka
karena daster yang tersingkap.
Kuelus betisnya. Kusingkapkan bagian
bawah dasternya sampai sebatas
perut. Kini paha mulus itu terhampar
di hadapanku. Di atas paha, beberapa
helai bulu jembut keluar dari CD
yang minim. Sungguh kontras
warnanya. Jembutnya berwarna
hitam, sedang tubuhnya berwarna
putih. Kueluskan tanganku menuju
pangkal pahanya sambil kuamati
wajah Ines. Kueluskan perlahan ibu
jariku di belahan bibir no noknya.
kuciumi paha mulus tersebut
berganti-ganti, kiri dan kanan, sambil
tanganku mengusap dan
meremasnya perlahan-lahan. Kedua
paha tersebut secara otomatis
bergerak membuka agak lebar.
Kemudian aku melepas celana
pendekku. Kembali kuciumi dan
kujilati paha dan betis nya.
Kutempelkan kepala kon tolku yang
sudah ngaceng berat di pahanya.
Rasa hangat mengalir dari paha Ines
ke kepala kon tolku. kugesek-
gesekkan kepala kon tol di
sepanjang pahanya. kon tolku terus
kugesek-gesekkan di paha sambil
agak kutekan. Semakin terasa
nikmat. Nafsuku semakin tinggi. Aku
semakin nekad. Kulepaskan daster
Ines, Ines terbangun karena ulahku.
“Om, Ines mau diapain”, katanya lirih.
Aku terkejut dan segera
menghentikan aksiku. Aku
memandangi tubuh mulus Ines tanpa
daster menghalanginya. Tubuh
moleknya sungguh membangkitkan
birahi. toket yang besar membusung,
pinggang yang ramping, dan pinggul
yang besar melebar. pentilnya berdiri
tegak.
“Nes, om mau ngasi kenikmatan
sama kamu, mau enggak”, kataku
perlahan sambil mencium toket nya
yang montok. Ines diam saja,
matanya terpejam. Hidungku
mengendus-endus kedua toket yang
berbau harum sambil sesekali
mengecupkan bibir dan menjilatkan
lidahku.pentil toket kanannya
kulahap ke dalam mulutku. Badannya
sedikit tersentak ketika pentil itu
kugencet perlahan dengan
menggunakan lidah dan gigi atasku.
“Om…”, rintihnya, rupanya tindakanku
membangkitkan napsunya juga.
Karena sangat ingin merasakan
kenikmatan dien tot, Ines diam saja
membiarkan aku menjelajahi
tubuhnya. kusedot-sedot pentil
toketnya secara berirama. Mula-mula
lemah, lama-lama agak kuperkuat
sedotanku. Kuperbesar daerah
lahapan bibirku. Kini pentil dan toket
sekitarnya yang berwarna kecoklatan
itu semua masuk ke dalam mulutku.
www.ceritakita.hexat.comKembali kusedot daerah tersebut dari
lemah-lembut menjadi agak kuat.
Mimik wajah Ines tampak sedikit
berubah, seolah menahan suatu
kenikmatan. Kedua toket harum itu
kuciumi dan kusedot-sedot secara
berirama. kon tolku bertambah
tegang. Sambil terus menggumuli
toket dengan bibir, lidah, dan
wajahnya, aku terus menggesek-
gesekkan kon tol di kulit pahanya
yang halus dan licin. Kubenamkan
wajahku di antara kedua belah
gumpalan dada Ines. perlahan-lahan
bergerak ke arah bawah. Kugesek-
gesekkan wajahku di lekukan tubuh
yang merupakan batas antara
gumpalan toket dan kulit perutnya.
Kiri dan kanan kuciumi dan kujilati
secara bergantian. Kecupan-kecupan
bibirku, jilatan-jilatan lidahku, dan
endusan-endusan hidungku pun
beralih ke perut dan pinggang Ines.
Sementara gesekan-gesekan kepala
kon tolku kupindahkan ke betisnya.
Bibir dan lidahku menyusuri perut
sekeliling pusarnya yang putih mulus.
wajahku bergerak lebih ke bawah.
Dengan nafsu yang menggelora
kupeluk pinggulnya secara perlahan-
lahan. Kecupanku pun berpindah ke
CD tipis yang membungkus
pinggulnya tersebut. Kususuri
pertemuan antara kulit perut dan CD,
ke arah pangkal paha. Kujilat helaian-
helaian rambut jembutnya yang
keluar dari CDnya. Lalu kuendus dan
kujilat CD pink itu di bagian belahan
bibir no noknya. Ines makin terengah
menahan napsunya, sesekali
terdengar lenguhannya menahan
kenikmatan yang dirasakannya.
Aku bangkit. Dengan posisi berdiri di
atas lutut kukangkangi tubuhnya. kon
tolku yang tegang kutempelkan di
kulit toket Ines. Kepala kon tol
kugesek-gesekkan di toket yang
montok itu. Sambil kukocok
batangnya dengan tangan kananku,
kepala kon tol terus kugesekkan di
toketnya, kiri dan kanan. Setelah
sekitar dua menit aku melakukan hal
itu. Kuraih kedua belah gumpalan
toket Ines yang montok itu. Aku
berdiri di atas lutut dengan
mengangkangi pinggang ramping
Ines dengan posisi badan sedikit
membungkuk. Batang kon tolku
kujepit dengan kedua gumpalan
toketnya. Kini rasa hangat toket Ines
terasa mengalir ke seluruh batang
kon tolku. Perlahan-lahan kugerakkan
maju-mundur kon tolku di cekikan
kedua toket Ines. Kekenyalan daging
toket tersebut serasa
memijit-mijit batang kon tolku,
memberi rasa nikmat yang luar biasa.
Di kala maju, kepala kon tolku
terlihat mencapai pangkal lehernya
yang jenjang. Di kala mundur, kepala
kon tolku tersembunyi di jepitan
toketnya. Lama-lama gerak maju-
mundur kon tolku bertambah cepat,
dan kedua toket nya kutekan
semakin keras dengan telapak
tanganku agar jepitan di batang kon
tolku semakin kuat. Aku pun merem
melek menikmati enaknya jepitan
toketnya. Ines pun mendesah-desah
tertahan, “Ah… hhh… hhh… ah…”
kon tolku pun mulai melelehkan
sedikit cairan. Cairan tersebut
membasahi belahan toket Ines. Oleh
gerakan maju-mundur kon tolku di
dadanya yang diimbangi dengan
tekanan-tekanan dan remasan-
remasan tanganku di kedua
toketnya, cairan itu menjadi teroles
rata di sepanjang belahan dadanya
yang menjepit batang kon tolku.
Cairan tersebut menjadi pelumas
yang memperlancar maju-mundurnya
kon tolku di dalam jepitan toketnya.
Dengan adanya sedikit cairan dari
kon tolku tersebut aku merasakan
keenakan dan kehangatan yang luar
biasa pada gesekan-gesekan batang
dan kepala kon tolku dengan
toketnya. “Hih… hhh… … Luar biasa
enaknya…,” aku tak kuasa menahan
rasa enak yang tak terperi. Nafas
Ines menjadi tidak teratur. Desahan-
desahan keluar dari bibirnya , yang
kadang diseling desahan lewat
hidungnya, “Ngh… ngh… hhh… heh…
eh… ngh…” Desahan-desahan Ines
semakin membuat nafsuku makin
memuncak. Gesekan-gesekan maju-
mundurnya kon tolku di jepitan
toketnya semakin cepat. kon tolku
semakin tegang dan keras.
Kurasakan pembuluh darah yang
melalui batang kon tolku berdenyut-
denyut, menambah rasa hangat dan
nikmat yang luar biasa. “Enak sekali,
Nes”, erangku tak tertahankan.. Aku
menggerakkan maju-mundur kon
tolku di jepitan toket Ines dengan
semakin cepatnya. Rasa enak yang
luar biasa mengalir dari kon tol ke
syaraf-syaraf otakku. Kulihat wajah
Ines. Alis matanya bergerak naik
turun seiring dengan desah-desah
perlahan bibirnya akibat tekanan-
tekanan, remasan-remasan, dan
kocokan-kocokan di toketnya. Ada
sekitar lima menit aku menikmati
rasa keenakan luar biasa di jepitan
toketnya itu.
Toket sebelah kanannya kulepas dari
telapak tanganku. Tangan kananku
lalu membimbing kon tol dan
menggesek-gesekkan kepala kon tol
dengan gerakan memutar di kulit
toketnya yang halus mulus. Sambil
jari-jari tangan kiriku terus meremas
toket kiri Ines, kon tolku kugerakkan
memutar-mutar menuju ke bawah.
Ke arah perut. Dan di sekitar
pusarnya, kepala kon tolku
kugesekkan memutar di kulit
perutnya yang putih mulus, sambil
sesekali kusodokkan perlahan di
lobang pusarnya. kucopot CD
minimnya. Pinggul yang melebar itu
tidak berpenutup lagi. Kulit perut
yang semula tertutup CD tampak
jelas sekali. Licin, putih, dan amat
mulus. Di bawah perutnya, jembut
yang hitam lebat menutupi daerah
sekitar lobang no noknya. Kedua
paha mulus Ines kurenggangkan
lebih lebar. Kini hutan lebat di bawah
perut tadi terkuak, mempertontonkan
no noknya. Aku pun mengambil
posisi agar kon tolku dapat mencapai
no nok Ines dengan mudahnya.
Dengan tangan kanan memegang
batang kon tol, kepalanya kugesek-
gesekkan ke jembut Ines. Rasa geli
menggelitik kepala kon tolku. kepala
kon tolku bergerak menyusuri jembut
menuju ke no noknya. Kugesek-
gesekkan kepala kon tol ke sekeliling
bibir no noknya. Terasa geli dan
nikmat. kepala kon tol kugesekkan
agak ke arah lobang. Dan menusuk
sedikit ke dalam. Lama-lama dinding
mulut lobang no nok itu menjadi
basah. Kugetarkan perlahan-lahan
kon tolku sambil terus memasuki
lobang no nok. Kini seluruh kepala
kon tolku yang berhelm pink
tebenam dalam jepitan mulut no nok
Ines. Jepitan mulut no nok itu terasa
hangat dan enak sekali. Kembali dari
mulut Ines keluar desisan kecil tanda
nikmat tak terperi. kon tolku semakin
tegang. Sementara dinding mulut no
nok Ines terasa semakin basah.
Perlahan-lahan kon tolku kutusukkan
lebih ke dalam. Kini tinggal separuh
batang yang tersisa di luar. Secara
perlahan kumasukkan kon tolku ke
dalam no nok. Terbenam sudah
seluruh batang kon tolku di dalam no
nok Ines. Sekujur batang kon tol
sekarang dijepit oleh no nok Ines
dengan sangat enaknya. secara
perlahan-lahan kugerakkan keluar-
masuk kon tolku ke dalam no
noknya. Sewaktu keluar, yang tersisa
di dalam no nok hanya kepala kon
tol saja. Sewaktu masuk seluruh kon
tol terbenam di dalam no nok sampai
batas pangkalnya. Rasa hangat dan
enak yang luar biasa kini seolah
memijiti seluruh bagian kon tolku.
Aku terus memasuk-keluarkan kon
tolku ke lobang no noknya. Alis
matanya terangkat naik setiap kali
kon tolku menusuk masuk no noknya
secara perlahan. Bibir segarnya yang
sensual sedikit terbuka, sedang
giginya terkatup rapat. Dari mulut
sexy itu keluar desis kenikmatan,
“Sssh…sssh… hhh… hhh… ssh… sssh…”
Aku terus mengocok perlahan-lahan
no noknya. Enam menit sudah hal itu
berlangsung. Kembali kukocok secara
perlahan no noknya. Kurasakan
enaknya jepitan otot-otot no nok
pada kon tolku. Kubiarkan kocokan
perlahan tersebut sampai selama dua
menit. Kembali kutarik kon tolku dari
no nok Ines. Namun kini tidak
seluruhnya, kepala kon tol masih
kubiarkan tertanam dalam mulut no
noknya. Sementara batang kon tol
kukocok dengan jari-jari tangan
kananku dengan cepatnya
Rasa enak itu agaknya dirasakan
pula oleh Ines. Ines mendesah-desah
akibat sentuhan-sentuhan getar
kepala kon tolku pada dinding mulut
no noknya, “Sssh… sssh… zzz…ah…
ah… hhh…”
Tiga menit kemudian kumasukkan
lagi seluruh kon tolku ke dalam no
nok Ines. Dan kukocok perlahan.
Kunikmati kocokan perlahan pada no
noknya kali ini lebih lama. Sampai
kira-kira empat menit. Lama-lama
aku tidak puas. Kupercepat gerakan
keluar-masuk kon tolku pada no
noknya. Kurasakan rasa enak sekali
menjalar di sekujur kon tolku. Aku
sampai tak kuasa menahan ekspresi
keenakanku. Sambil tertahan-tahan,
aku mendesis-desis, “Nes… no nokmu
luar biasa… nikmatnya…”
Gerakan keluar-masuk secara cepat
itu berlangsung sampai sekitar empat
menit. rasa gatal-gatal enak mulai
menjalar di sekujur kon tolku. Berarti
beberapa saat lagi aku akan ngecret.
Kucopot kon tolku dari no nok Ines.
Segera aku berdiri dengan lutut
mengangkangi tubuhnya agar kon
tolku mudah mencapai toketnya.
Kembali kuraih kedua belah toket
montok itu untuk menjepit kon tolku
yang berdiri dengan amat gagahnya.
Agar kon tolku dapat terjepit dengan
enaknya, aku agak merundukkan
badanku. kon tol kukocokkan maju-
mundur di dalam jepitan toketnya.
Cairan no nok Ines yang membasahi
kon tolku kini merupakan pelumas
pada gesekan-gesekan kon tolku dan
kulit toketnya. “Oh… hangatnya…
Sssh… nikmatnya…Tubuhmu luarrr
biasa…”, aku merintih-rintih keenakan.
Ines juga mendesis-desis keenakan,
“Sssh.. sssh… sssh…” Giginya tertutup
rapat. Alis matanya bergerak ke atas
ke bawah. Aku mempercepat maju-
mundurnya kon tolku. Aku
memperkuat tekananku pada
toketnya agar kon tolku terjepit lebih
kuat. Rasa enak menjalar lewat
kon tolku. Rasa hangat menyusup di
seluruh kon tolku. Karena basah oleh
cairan no nok, kepala kon tolku
tampak amat mengkilat di saat
melongok dari jepitan toket Ines.
Leher kon tol yang berwarna coklat
tua dan helm kon tol yang berwarna
pink itu menari-nari di jepitan
toketnya. Lama-lama rasa gatal yang
menyusup ke segenap penjuru kon
tolku semakin menjadi-jadi. Semakin
kupercepat kocokan kon tolku pada
toket Ines. Rasa gatal semakin hebat.
Rasa hangat semakin luar biasa. Dan
rasa enak semakin menuju
puncaknya. Tiga menit sudah
kocokan hebat kon tolku di toket
montok itu berlangsung. Dan ketika
rasa gatal dan enak di kon tolku
hampir mencapai puncaknya, aku
menahan sekuat tenaga benteng
pertahananku sambil mengocokkan
kon tol di kempitan toket indah Ines
dengan sangat cepatnya. Rasa gatal,
hangat, dan enak yang luar
biasa akhirnya mencapai puncaknya.
Aku tak kuasa lagi membendung
jebolnya tanggul pertahananku.
“Ines…!” pekikku dengan tidak
tertahankan. Mataku membeliak-
beliak. Jebollah pertahananku. Rasa
hangat dan nikmat yang luar biasa
menyusup ke seluruh sel-sel kon
tolku saat menyemburkan peju. Crot!
Crot! Crot! Crot!
Pejuku menyemprot dengan
derasnya. Sampai empat kali. Kuat
sekali semprotannya, sampai
menghantam rahang Ines.
berwarna putih dan
kelihatan sangat kental. Dari rahang
peju mengalir turun ke arah leher
Ines. Peju yang tersisa di dalam kon
tolku pun menyusul keluar dalam tiga
semprotan. Cret! Cret! Cret! Kali ini
semprotannya lemah. Semprotan
awal hanya sampai pangkal
lehernya, sedang yang terakhir hanya
jatuh di atas belahan toketnya. Aku
menikmati akhir-akhir kenikmatan.
“Luar biasa… nes, nikmat sekali
tubuhmu…,” aku bergumam. “Kok gak
dikeluarin di dalem aja om”, kata
Ines lirih. “Gak apa kalo om ngecret
didalem Nes”, jawabku. “Gak apa
om, Ines pengen ngerasain
kesemprot peju anget. Tapi Ines
ngerasa nikmat sekali om, belum
pernah Ines ngerasain kenikmatan
seperti ini”, katanya lagi. “Ini baru
ronde pertama Nes, mau lagi kan
ronde kedua”, kataku. “Mau om, tapi
ngecretnya didalem ya”, jawabnya.
“Kok tadi kamu diem aja Nes”,
kataku lagi. “Bingung om, tapi
nikmat”, jawabnya sambil tersenyum.
“Engh…” Ines menggeliatkan
badannya. Aku segera mengelap kon
tol dengan tissue yang ada di atas
meja, dan memakai celana pendek.
beberapa lembar tissue kuambil
untuk mengelap pejuku yang
berleleran di rahang, leher, dan toket
Ines. Ada yang tidak dapat dilap,
yakni cairan pejuku yang sudah
terlajur jatuh di rambut kepalanya.
“Mo kemana om”, tanyanya. “Mo
ambil minum dulu”, jawabku. “Kok
celananya dipake, katanya mau
ronde kedua”, katanya. Rupanya Ines
sudah pengen aku menggelutinya
sekali lagi.
Peju tersebut berwarna putih dan
kelihatan sangat kental. Dari rahang
peju mengalir turun ke arah leher
Ines. Peju yang tersisa di dalam kon
tolku pun menyusul keluar dalam tiga
semprotan. Cret! Cret! Cret! Kali ini
semprotannya lemah. Semprotan
awal hanya sampai pangkal
lehernya, sedang yang terakhir hanya
jatuh di atas belahan toketnya. Aku
menikmati akhir-akhir kenikmatan.
“Luar biasa… nes, nikmat sekali
tubuhmu…,” aku bergumam. “Kok gak
dikeluarin di dalem aja om”, kata
Ines lirih. “Gak apa kalo om ngecret
didalem Nes”, jawabku. “Gak apa
om, Ines pengen ngerasain
kesemprot peju anget. Tapi Ines
ngerasa nikmat sekali om, belum
pernah Ines ngerasain kenikmatan
seperti ini”, katanya lagi. “Ini baru
ronde pertama Nes, mau lagi kan
ronde kedua”, kataku. “Mau om, tapi
ngecretnya didalem ya”, jawabnya.
“Kok tadi kamu diem aja Nes”,
kataku lagi. “Bingung om, tapi
nikmat”, jawabnya sambil tersenyum.
“Engh…” Ines menggeliatkan
badannya. Aku segera mengelap kon
tol dengan tissue yang ada di atas
meja, dan memakai celana pendek.
beberapa lembar tissue kuambil
untuk mengelap pejuku yang
berleleran di rahang, leher, dan toket
Ines. Ada yang tidak dapat dilap,
yakni cairan pejuku yang sudah
terlajur jatuh di rambut kepalanya.
“Mo kemana om”, tanyanya. “Mo
ambil minum dulu”, jawabku. “Kok
celananya dipake, katanya mau
ronde kedua”, katanya. Rupanya Ines
sudah pengen aku menggelutinya
sekali lagi.
Aku kembali membawa gelas berisi
air putih, kuberikan kepada Ines yang
langsung menenggaknya sampe
habis. Aku keluar lagi untuk mengisi
gelas dengan air dan kembali lagi ke
kekamar. Masih tidak puas aku
memandangi toket indah yang
terhampar di depan mataku tersebut.
mataku memandang ke arah
pinggangnya yang ramping dan
pinggulnya yang melebar indah. Terus
tatapanku jatuh ke no noknya yang
dikelilingi oleh bulu jembut hitam
jang lebat. Betapa enaknya ngen
totin Ines. Aku ingin mengulangi
permainan tadi, menggeluti dan
mendekap kuat tubuhnya. Mengocok
no noknya dengan kon tolku dengan
irama yang menghentak-hentak kuat.
Dan aku dapat menyemprotkan
pejuku di dalam no noknya sambil
merengkuh kuat-kuat tubuhnya saat
aku nyampe. Nafsuku terbakar.
“Ines…,” desahku penuh nafsu. Bibirku
pun menggeluti bibirnya. Bibir sensual
yang menantang itu kulumat-lumat
dengan ganasnya. Sementara Ines
pun tidak mau kalah. Bibirnya pun
menyerang bibirku dengan
dahsyatnya, seakan tidak mau
kedahuluan oleh lumatan bibirku.
Kedua tangankupun menyusup
diantara lengan tangannya. Tubuhnya
sekarang berada dalam dekapanku.
Aku mempererat dekapanku,
sementara Ines pun mempererat
pelukannya pada diriku. Kehangatan
tubuhnya terasa merembes ke
badanku, toketnya yang membusung
terasa semakin menekan dadaku.
Jari-jari tangan Ines mulai meremas-
remas kulit punggungku. Ines
mencopot celanaku.Ines pun
merangkul punggungku lagi. Aku
kembali mendekap erat tubuh Ines
sambil melumat kembali bibirnya.
Aku terus mendekap tubuhnya
sambil saling melumat bibir.
Sementara tangan kami saling
meremas-remas kulit punggung.
Kehangatan menyertai tubuh bagian
depan kami yang saling menempel.
Kini kurasakan toketnya yang
montok menekan ke dadaku. Dan
ketika saling sedikit bergeseran,
pentilnya seolah-olah menggelitiki
dadaku. kon tolku terasa hangat dan
mengeras. Tangan kiriku pun turun ke
arah perbatasan pinggang ramping
dan pinggul besar Ines, menekannya
kuat-kuat dari belakang ke arah
perutku. kon tolku tergencet perut
bawahku dan perut bawah Ines
dengan enaknya. Sementara bibirku
bergerak ke arah lehernya.kuciumi,
kuhisap-hisap dengan hidungku, dan
kujilati dengan lidahku. “Ah… geli…
geli…,” desah Ines sambil
menengadahkan kepala, agar seluruh
leher sampai dagunya terbuka
dengan luasnya. Ines pun
membusungkan dadanya dan
melenturkan pinggangnya ke depan.
Dengan posisi begitu, walaupun
wajahku dalam keadaan menggeluti
lehernya, tubuh kami dari dada
hingga bawah perut tetap dapat
menyatu dengan rapatnya. Tangan
kananku lalu bergerak ke dadanya
yang montok, dan meremas-remas
toket tersebut dengan perasaan
gemas.
Setelah puas menggeluti lehernya,
wajahku turun ke arah belahan
dadanya. Aku berdiri dengan agak
merunduk. Tangan kiriku pun
menyusul tangan kanan, yakni
bergerak memegangi toket. Kugeluti
belahan toket Ines, sementara kedua
tanganku meremas-remas kedua
belah toketnya sambil menekan-
nekankannya ke arah wajahku.
Kugesek-gesekkan memutar
wajahku di belahan toket itu. bibirku
bergerak ke atas bukit toket sebelah
kiri. Kuciumi bukit toket nya, dan
kumasukkan pentil toket di atasnya
ke dalam mulutku. Kini aku
menyedot-sedot pentil toket kiri Ines.
Kumainkan pentil di dalam mulutku
itu dengan lidahku. Sedotan kadang
kuperbesar ke puncak bukit toket di
sekitar pentil yang berwarna coklat.
“Ah… ah… om… geli…,” Ines mendesis-
desis sambil menggeliatkan tubuh ke
kiri-kanan. Aku memperkuat
sedotanku. Sementara tanganku
meremas kuat toket sebelah kanan.
Kadang remasan kuperkuat dan
kuperkecil menuju puncak bukitnya,
dan kuakhiri dengan tekanan-
tekanan kecil jari telunjuk dan ibu
jariku pada pentilnya. “Om… hhh…
geli… geli… enak… enak… ngilu…
ngilu…” Aku semakin gemas. toket
Ines itu kumainkan secara
bergantian, antara sebelah kiri dan
sebelah kanan. Bukit toket kadang
kusedot sebesar-besarnya dengan
tenaga isap sekuat-kuatnya, kadang
yang kusedot hanya pentilnya dan
kucepit dengan gigi atas dan lidah.
Belahan lain kadang kuremas dengan
daerah tangkap sebesar-besarnya
dengan remasan sekuat-kuatnya,
kadang hanya kupijit-pijit dan
kupelintir-pelintir kecil pentil yang
mencuat gagah di puncaknya. “Ah…
om… terus… hzzz… ngilu… ngilu…” Ines
mendesis-desis keenakan. Matanya
kadang terbeliak-beliak. Geliatan
tubuhnya ke kanan-kiri semakin
sering frekuensinya.
Sampai akhirnya Ines tidak kuat
melayani serangan-serangan awalku.
Jari-jari tangan kanan Ines yang
mulus dan lembut menangkap kon
tolku yang sudah berdiri dengan
gagahnya. “Om.. Batang kon tolnya
besar ya”, ucapnya. Sambil
membiarkan mulut, wajah, dan
tanganku terus memainkan dan
menggeluti kedua belah toketnya,
jari-jari lentik tangan kanannya
meremas-remas perlahan kon tolku
secara berirama. Remasannya itu
memberi rasa hangat dan nikmat
pada batang kon tolku.
kurengkuh tubuhnyadengan
gemasnya. Kukecup kembali daerah
antara telinga dan lehernya. Kadang
daun telinga sebelah bawahnya
kukulum dalam mulutku dan
kumainkan dengan lidahku. Kadang
ciumanku berpindah ke punggung
lehernya yang jenjang. Kujilati
pangkal helaian rambutnya yang
terjatuh di kulit lehernya. Sementara
tanganku mendekap dadanya
dengan eratnya. Telapak dan jari-jari
tanganku meremas-remas kedua
belah toketnya. Remasanku kadang
sangat kuat, kadang melemah.
Sambil telunjuk dan ibu jari tangan
kananku menggencet dan memelintir
perlahan pentil toket kirinya,
sementara tangan kiriku meremas
kuat bukit toket kanannya dan
bibirku menyedot kulit mulus pangkal
lehernya yang bebau harum, kon
tolku kugesek-gesekkan dan
kutekan-tekankan ke perutnya. Ines
pun menggelinjang ke kiri-kanan.
“Ah… om… ngilu… terus om… terus…
ah… geli… geli…terus… hhh… enak…
enaknya… enak…,” Ines merintih-rintih
sambil terus berusaha menggeliat ke
kiri-kanan dengan berirama sejalan
dengan permainan tanganku di
toketnya. Akibatnya pinggulnya
menggial ke kanan-kiri. Goyang
gialan pinggul itu membuat kon tolku
yang sedang menggesek-gesek dan
menekan-nekan perutnya merasa
semakin keenakan. “Ines… enak
sekali Ines… sssh… luar biasa… enak
sekali…,” aku pun mendesis-desis
keenakan.
“Om keenakan ya? Batang kon tol
om terasa besar dan keras sekali
menekan perut Ines. Wow… kon tol
om terasa hangat di kulit perut Ines.
tangan om nakal sekali … ngilu,…,”
rintih Ines. “Jangan mainkan hanya
pentilnya saja… geli… remas
seluruhnya saja…” Ines semakin
menggelinjang-gelinjang dalam
dekapan eratku. Dia sudah makin liar
saja desahannya, rupanya dia sangat
menikmati gelutannya, lupa bahwa
aku ini om dari suaminya. “om..
remasannya kuat sekali… Tangan om
nakal sekali… Sssh… sssh… ngilu…
ngilu…Ak… kon tol om … besar
sekali… kuat sekali…”
Ines menarik wajahku mendekat ke
wajahnya. bibirnya melumat bibirku
dengan ganasnya. Aku pun tidak
mau kalah. Kulumat bibirnya dengan
penuh nafsu yang menggelora,
sementara tanganku mendekap
tubuhnya dengan kuatnya. Kulit
punggungnya yang teraih oleh
telapak tanganku kuremas-remas
dengan gemasnya. Kemudian aku
menindihi tubuh Ines. kon tolku
terjepit di antara pangkal pahanya
dan perutku bagian bawah sendiri.
Rasa hangat mengalir ke batang kon
tolku yang tegang dan keras.
Akhirnya aku tidak sabar lagi. Bibirku
kini berpindah menciumi dagu dan
lehernya, sementara tanganku
membimbing kon tolku untuk
mencari liang no noknya. Kuputar-
putarkan dulu kepala kon tolku di
kelebatan jembut disekitar bibir no
nok Ines. Ines meraih batang kon
tolku yang sudah amat tegang.
Pahanya yang mulus itu terbuka
agak lebar. “Om kon tolnya besar
dan keras sekali” katanya sambil
mengarahkan kepala kon tolku ke
lobang no noknya. kepala kon tolku
menyentuh bibir no noknya yang
sudah basah. dengan perlahan-lahan
dan sambil kugetarkan, kon tol
kutekankan masuk ke liang no nok.
Kini seluruh kepala kon tolku pun
terbenam di dalam no noknya. Aku
menghentikan gerak masuk kon
tolku.
“Om… teruskan masuk… Sssh…
enak… jangan berhenti sampai situ
saja…,” Ines protes atas tindakanku.
Namun aku tidak perduli. Kubiarkan
kon tolku hanya masuk ke lobang no
noknya hanya sebatas kepalanya
saja, namun kon tolku kugetarkan
dengan amplituda kecil. Sementara
bibir dan hidungku dengan ganasnya
menggeluti lehernya yang jenjang,
lengan tangannya yang harum dan
mulus, dan ketiaknya yang bersih
dari bulu ketiak. Ines menggelinjang-
gelinjang dengan tidak karuan.
“Sssh… sssh… enak… enak… geli… geli,
om. Geli… Terus masuk, om..” Bibirku
mengulum kulit lengan tangannya
dengan kuat-kuat. Sementara tenaga
kukonsentrasikan pada pinggulku.
Dan… satu… dua… tiga! kon tolku
kutusukkan sedalam-dalamnya ke
dalam no nok Ines dengan sangat
cepat dan kuatnya. Plak! Pangkal
pahaku beradu dengan pangkal
pahanya yang sedang dalam posisi
agak membuka dengan kerasnya.
Sementara kulit batang kon tolku
bagaikan diplirid oleh bibir no noknya
yang sudah basah dengan kuatnya
sampai menimbulkan bunyi: srrrt!
“Auwww!” pekik Ines. Aku diam
sesaat, membiarkan kon tolku
tertanam seluruhnya di dalam no nok
Ines tanpa bergerak sedikit pun.
“Sakit om… ” kata Ines sambil
tangannya meremas punggungku
dengan kerasnya. Aku pun mulai
menggerakkan kon tolku keluar-
masuk no nok Ines. Aku tidak tahu,
apakah kon tolku yang berukuran
panjang dan besar ataukah lubang
no nok Ines yang berukuran kecil.
Yang saya tahu, seluruh bagian kon
tolku yang masuk no noknya serasa
dipijit-pijit dinding lobang no noknya
dengan agak kuatnya. “Bagaimana
Nes, sakit?” tanyaku. “Sssh… enak
sekali… enak sekali… kon tol om
besar dan panjang sekali… sampai-
sampai menyumpal penuh seluruh
penjuru lobang no nok Ines..,”
jawabnya. Aku terus memompa no
nok Ines dengan kon tolku perlahan-
lahan. toketnya yang menempel di
dadaku ikut terpilin-pilin oleh dadaku
akibat gerakan memompa tadi.
Kedua pentilnya yang sudah
mengeras seakan-akan mengkilik-
kilik dadaku. kon tolku serasa
diremas-remas dengan berirama oleh
otot-otot no noknya sejalan dengan
genjotanku tersebut. Terasa hangat
dan enak sekali. Sementara setiap
kali menusuk masuk kepala kon
tolku menyentuh suatu daging
hangat di dalam no nok Ines.
Sentuhan tersebut serasa
menggelitiki kepala kon tol sehingga
aku merasa sedikit kegelian. Geli-geli
nikmat.
aku mengambil kedua kakinya dan
mengangkatnya. Sambil menjaga
agar kon tolku tidak tercabut dari
lobang no noknya, aku mengambil
posisi agak jongkok. Betis kanan Ines
kutumpangkan di atas bahuku,
sementara betis kirinya kudekatkan
ke wajahku. Sambil terus mengocok
no noknya perlahan dengan kon
tolku, betis kirinya yang amat indah
itu kuciumi dan kukecupi dengan
gemasnya. Setelah puas dengan betis
kiri, ganti betis kanannya yang
kuciumi dan kugeluti, sementara betis
kirinya kutumpangkan ke atas
bahuku. Begitu hal tersebut
kulakukan beberapa kali secara
bergantian, sambil mempertahankan
gerakan kon tolku maju-mundur
perlahan di no nok Ines. Setelah puas
dengan cara tersebut, aku
meletakkan kedua betisnya di
bahuku, sementara kedua telapak
tanganku meraup kedua belah
toketnya. Masih dengan kocokan kon
tol perlahan di no noknya, tanganku
meremas-remas toket montok Ines.
Kedua gumpalan daging kenyal itu
kuremas kuat-kuat secara berirama.
Kadang kedua pentilnya kugencet
dan kupelintir-pelintir secara perlahan.
pentil itu semakin mengeras, dan
bukit toket itu semakin terasa kenyal
di telapak tanganku. Ines pun
merintih-rintih keenakan. Matanya
merem-melek, dan alisnya
mengimbanginya dengan sedikit
gerakan tarikan ke atas dan ke
bawah. “Ah… om, geli… geli… … Ngilu
om, ngilu… Sssh… sssh… terus om,
terus…. kon tol om membuat no nok
Ines merasa enak sekali… Nanti
jangan dingecretinkan di luar no nok,
ya om. Ngecret di dalam saja… ” Aku
mulai mempercepat gerakan masuk-
keluar kon tolku di no nok Ines. “Ah-
ah-ah… bener, om. Bener… yang
cepat… Terus om, terus… ” Aku
bagaikan diberi spirit oleh rintihan-
rintihan Ines. Tenagaku menjadi
berlipat ganda. Kutingkatkan
kecepatan keluar-masuk kon tolku di
no nok Ines. Terus dan terus. Seluruh
bagian kon tolku serasa diremas-
remas dengan cepatnya oleh no nok
Ines. Mata Ines menjadi merem-
melek. Begitu juga diriku, mataku
pun merem-melek dan mendesis-
desis karena merasa keenakan yang
luar biasa.
“Sssh… sssh… Ines… enak sekali…
enak sekali no nokmu… enak sekali
no nokmu…” “Ya om, Ines juga
merasa enak sekali… terusss… terus
om, terusss…” Aku meningkatkan lagi
kecepatan keluar-masuk kon tolku
pada no noknya. “Omi… sssh… sssh…
Terus… terus… Ines hampir nyampe…
sedikit lagi… sama-sama ya om…,”
Ines jadi mengoceh tanpa kendali.
Aku mengayuh terus. Aku belum
merasa mau ngecret. Namun aku
harus membuatnya nyampe duluan.
Sementara kon tolku merasakan no
nok Ines bagaikan berdenyut dengan
hebatnya. “Om… Ah-ah-ah-ah-ah…
Mau keluar om… mau keluar..ah-ah-
ah-ah-ah… sekarang ke-ke-ke…” Tiba-
tiba kurasakan kon tolku dijepit oleh
dinding no nok Ines dengan sangat
kuatnya. Di dalam no nok, kon tolku
merasa disemprot oleh cairan yang
keluar dari no nok Ines dengan cukup
derasnya. Dan telapak tangan Ines
meremas lengan tanganku dengan
sangat kuatnya. Ines pun berteriak
tanpa kendali: “…keluarrr…!” Mata
Ines membeliak-beliak. Sekejap
tubuh Ines kurasakan mengejang.
Aku pun menghentikan genjotanku.
kon tolku yang tegang luar biasa
kubiarkan tertanam dalam no nok
Ines. kon tolku merasa hangat luar
biasa karena terkena semprotan
cairan no nok Ines. Kulihat mata Ines
memejam beberapa saat dalam
menikmati puncaknya. Setelah
sekitar satu menit berlangsung,
remasan tangannya pada lenganku
perlahan-lahan mengendur. Kelopak
matanya pun membuka,
memandangi wajahku. Sementara
jepitan dinding no noknya pada kon
tolku berangsur-angsur melemah,
walaupun kon tolku masih tegang
dan keras. Kedua kaki Ines lalu
kuletakkan kembali di atas ranjang
dengan posisi agak membuka. Aku
kembali menindih tubuh telanjang
Ines dengan mempertahankan agar
kon tolku yang tertanam di dalam no
noknya tidak tercabut.
“Om… luar biasa… rasanya seperti ke
langit ke tujuh,” kata Ines dengan
mimik wajah penuh kepuasan. kon
tolku masih tegang di dalam no
noknya. kon tolku masih besar dan
keras. Aku kembali mendekap tubuh
Ines. kon tolku mulai bergerak
keluar-masuk lagi di no nok Ines,
namun masih dengan gerakan
perlahan. Dinding no nok Ines secara
berangsur-angsur terasa mulai
meremas-remas kon tolku. Terasa
hangat dan enak. Namun sekarang
gerakan kon tolku lebih lancar
dibandingkan dengan tadi. Pasti
karena adanya cairan yang
disemprotkan oleh no nok Ines
beberapa saat yang lalu.”Ahhh… om…
langsung mulai lagi… Sekarang giliran
om.. semprotkan peju om di no nok
Ines.. Sssh…,” Ines mulai mendesis-
desis lagi. Bibirku mulai memagut
bibir Ines dan melumat-lumatnya
dengan gemasnya. Sementara
tangan kiriku ikut menyangga berat
badanku, tangan kananku meremas-
remas toket Ines serta memijit-mijit
pentilnya, sesuai dengan irama gerak
maju-mundur kon tolku di no noknya.
“Sssh… sssh… sssh… enak om, enak…
Terus… teruss… terusss…,” desis Ines.
Sambil kembali melumat bibir Ines
dengan kuatnya, aku mempercepat
genjotan kon tolku di no noknya.
Pengaruh adanya cairan di dalam no
nok Ines, keluar-masuknya kon tol
pun diiringi oleh suara, “srrt-srret srrrt-
srrret srrt-srret…” Ines tidak henti-
hentinya merintih kenikmatan, “Om…
ah… ”
kon tolku semakin tegang.
Kulepaskan tangan kananku dari
toketnya. Kedua tanganku kini dari
ketiak Ines menyusup ke bawah dan
memeluk punggungnya. Tangan Ines
pun memeluk punggungku dan
mengusap-usapnya. Aku pun
memulai serangan dahsyatku. Keluar-
masuknya kon tolku ke dalam no
nok Ines sekarang berlangsung
dengan cepat dan bertenaga. Setiap
kali masuk, kon tol kuhunjamkan
keras-keras agar menusuk no nok
Ines sedalam-dalamnya. kon tolku
bagai diremas dan dihentakkan kuat-
kuat oleh dinding no nok Ines.
Sampai di langkah terdalam, mata
Ines membeliak sambil bibirnya
mengeluarkan seruan tertahan, “Ak!”
Sementara daging pangkal pahaku
bagaikan menampar daging pangkal
pahanya sampai berbunyi: plak! Di
saat bergerak keluar no nok, kon tol
kujaga agar kepalanya tetap
tertanam di lobang no nok. Remasan
dinding no nok pada batang kon
tolku pada gerak keluar ini sedikit
lebih lemah dibanding dengan gerak
masuknya. Bibir no nok yang
mengulum batang kon tolku pun
sedikit ikut tertarik keluar. Pada
gerak keluar ini Ines mendesah,
“Hhh…” Aku terus menggenjot no nok
Ines dengan gerakan cepat dan
menghentak-hentak. Tangan Ines
meremas punggungku kuat-kuat di
saat kon tolku kuhunjam masuk
sejauh-jauhnya ke lobang no noknya.
Beradunya daging pangkal paha
menimbulkan suara: Plak! Plak! Plak!
Plak! Pergeseran antara kon tolku
dan no nok Ines menimbulkan bunyi
srottt-srrrt… srottt-srrrt… srottt-srrrt…
Kedua nada tersebut diperdahsyat
oleh pekikan-pekikan kecil Ines:
“Ak! Hhh… Ak! Hhh… Ak! Hhh…” kon
tolku terasa empot-empotan luar
biasa. “Nes… Enak sekali Nes… no
nokmu enak sekali… no nokmu
hangat sekali… jepitan no nokmu
enak sekali…”
“Om… terus om…,” rintih Ines, “enak
om… enaaak… Ak! Hhh…” Tiba-tiba
rasa gatal menyelimuti segenap
penjuru kon tolku. Gatal yang enak
sekali. Aku pun mengocokkan kon
tolku ke no noknya dengan semakin
cepat dan kerasnya. Setiap masuk ke
dalam, kon tolku berusaha menusuk
lebih dalam lagi dan lebih cepat lagi
dibandingkan langkah masuk
sebelumnya. Rasa gatal dan rasa
enak yang luar biasa di kon tol pun
semakin menghebat. “Ines… aku…
aku…” Karena menahan rasa nikmat
dan gatal yang luar biasa aku tidak
mampu menyelesaikan ucapanku
yang memang sudah terbata-bata itu.
“Om, Ines… mau nyamper lagi… Ak-
ak-ak… aku nyam…”
Tiba-tiba kon tolku mengejang dan
berdenyut dengan amat dahsyatnya.
Aku tidak mampu lagi menahan rasa
gatal yang sudah mencapai
puncaknya. Namun pada saat itu
juga tiba-tiba dinding no nok Ines
mencekik kuat sekali. Dengan
cekikan yang kuat dan enak sekali
itu, aku tidak mampu lagi menahan
jebolnya bendungan dalam alat
kelaminku. Pruttt! Pruttt! Pruttt!
Kepala kon tolku terasa disemprot
cairan no nok Ines, bersamaan
dengan pekikan Ines, “…nyampee…!”
Tubuh Ines mengejang dengan mata
membeliak-beliak. “Ines…!” aku
melenguh keras-keras sambil
merengkuh tubuh Ines sekuat-
kuatnya. Wajahku kubenamkan
kuat-kuat di lehernya yang jenjang.
Pejuku pun tak terbendung lagi.
Crottt! Crottt! Crottt! Pejuku
bersemburan dengan derasnya,
menyemprot dinding no nok Ines
yang terdalam. kon tolku yang
terbenam semua di dalam no nok
Ines terasa berdenyut-denyut.
Beberapa saat lamanya aku dan Ines
terdiam dalam keadaan berpelukan
erat sekali. Aku menghabiskan sisa-
sisa peju dalam kon tolku. Cret! Cret!
Cret! kon tolku menyemprotkan lagi
peju yang masih tersisa ke dalam no
nok Ines. Kali ini semprotannya lebih
lemah. Perlahan-lahan baik tubuh
Ines maupun tubuhku tidak
mengejang lagi. Aku menciumi leher
mulus Ines dengan lembutnya,
sementara tangan Ines mengusap-
usap punggungku dan mengelus-elus
rambut kepalaku. Aku merasa puas
sekali berhasil ngentotin Ines.