Wanita Pemuas NafsuKegemaran membaca adalah
kebiasaan dari kecil.Ayah ku adalah
seorang guru,Kebiasaan dalam
membaca adalah sudah menjadi
tradisi keluarga dipercaya dengan
membaca akan mengantarkan kita
pada pengetahuan yang tak
terhingga hingga kita bisa membuka
cendela dunia yang tak terbatas
dengan membaca.Baca membaca
aku lakukan setiap saat jika aku
mempunyai waktu luang.namun
dibalik hobby membaca
mengantarkan aku dalam sebuah
kenikmatan yang tiada tara.Hingga
aku terbenam dalam sebuah
kenistaan yang membuat aku
terlenena karena nikmatnya.Sedikit
aku akn berbagi semoga peristiwa
yang tersembunyi akan ku
kubagi.muali inilah ceritanya,Selama
menjadi mahasiswa di ibukota
provinsi ini, aku selalu dan hampir
setiap hari mengunjungi
perpustakaan milik pemerintah
provinsi, sehingga hampir semua
pegawai yang bekerja pada instansi
ini mengenalku dan akrab denganku,
baik yang pria dan wanitanya.
Namun dalam pikiran nakalku yang
mampu menilai sesorang, hanya
terdapat dua orang ( yang jelas
wanita ) yang mampu menarik
perhatianku sehingga aku selalu
memberikan atensi yang lebih
terhadap dua orang ini. Yang pertama
adalah staf bagian informasi dan
teknologi yang sebut saja namanya
Mbak Diah, aku memanggilnya
begitu, 32 th-an, perempuan cantik
semampai proporsional berkulit putih
berambut sepunggung yang selalu
memakai supra-nya setiap ke kantor,
belum menikah dan aku belum
terlalu mendalami kehidupan
pribadinya. Kedua adalah staf
administrasi yang berkantor di lantai
tiga bangunan ini, Ibu Ayu, manis
berambut sebahu, 37 th-an, corak
standar manusia-manusia Indonesia,
menikah dan punya 2 anak, yang
paling kecil SMP kelas 2 dan satunya
SMU kelas 3, escudo kuning yang
selalu menemaninya tiap pagi saat
berangkat ke kantor. Dari kedua
wanita tersebut hanya dengan Ibu
Ayu saja aku tampak lebih akrab
sehingga aku pun mengetahui
dengan benar seluk beluk kehidupan
rumah tangganya beserta dengan
segala masalah yang dihadapinya.
Suatu siang, saat aku baru datang,
kulihat Ibu Ayu sedang melihat TV
yang memang sengaja dipasang di
lobby untuk para pengunjung instansi
ini, kudekati dan duduk di
sebelahnya.
“Siang, Bu!, lagi santai nih?” Tanyaku
membuka percakapan
“Eh, Dik Adi!, iya, tadi habis
kunjungan keluar bareng ibu kepala
dan nganter si Santi (putri tertuanya)
pulang. Udah selesai kuliahnya?”
jawabnya
“Sudah.., tadi cuma ada satu mata
kuliah”
“O gitu!, O ya, ntar malam di *****
Cafe ada konsernya ( Ibu Ayu
menyebut satu nama Band yang baru
ngetop di Indon), mau nonton
nggak?”
“Sama Santi, ya!, ntar saya ikut!”
Kataku merajuk soalnya anaknya itu
menuruni kecantikan ibunya sewaktu
muda
“Ya, nanti Santi tak suruh ikut!”
“Lha emang Bapak ( suaminya )
kemana, Bu?”
“Lagi mengikuti Pak Walikota ke
Jakarta sampai tiga hari mendatang”
“Okelah kalau begitu, nanti sore saya
kesini lagi, trus berangkat!”
“Sip kalau begitu ” Jawabnya senang
*****
Sore yang dijanjikan pun tiba, aku
masuk kedalam kantornya dan
menemukan dia sedang
membereskan beberapa map
pekerjaannya.
“Tunggu di bawah ya, Dik!, aku mau
ganti baju, dan tadi Santi telepon
katanya tidak bisa ikut karena besok
ada ulangan dan agak tidak enak
badan” Katanya menyambutku
Dan aku pun mengeluh, gagal deh
kencan dengan Santi
Tak berapa lama kutunggu, Ibu Ayu
sudah menemuiku dengan berganti
pakaian dinasnya menjadi blus ketat
dengan jins, wah.., oke juga nih ibu-
ibu, nggak mau kalah dengan yang
muda dalam soal dugem.
“Ayo!” Ajaknya
Aku pun mengikutinya menuju
escudo kuningnya dan berlalu dari
kantor instansi tersebut.
“Kemana kita?, bukannya konsernya
ntar malam?” Tanyaku
“Bagaimana kalo kita cari makan
dulu sambil ngobrol-ngobrol nunggu
jam lapan buat nonton konser ? ”
Usulnya
“Boleh juga!, dimana?”
“Ntar, liat aja, biar Ibu yang charge,
OK!”
Aku pun mengangguk mengiyakan
nya
Di sebuah resto china dijalan protokol
kota ini, setelah menyantap hidangan
laut, kami pun mengobrol
mengahbiskan waktu dengan
membahas berbagai persoalan baik
itu maslah sosial maupun pribadi.
Seperti halnya Ibu Ayu menceritakan
padaku tentang bagaimana
menjemukannya kehidupan rumah
tangganya.
“Wah, kalau soal itu saya tidak bisa
memberikan pendapat, Bu!,
masalahnya saya belum pernah
berumah tangga.” kataku merespon
nya
“Ini cuma sekedar curhat koq, Dik!,
biar besok menjadi semacam
panduan bila nantinya dik Adi sudah
menjalan kehidupan bersama” Jawab
Ibu Ayu diplomatis
“Dan, jangan panggil Ibu, dong!,
panggil saja Mbak, khan usia kita
ngga terlalu jauh banget bedanya,
paling cuma 13 tahun !” Tambahnya
Dan aku pun tertawa mendengar
kelakar tersebut.
Ketika waktu telah menunjukkan
saatnya, kami keluar dari resto
tersebut disambut dengan gerimis,
berlari-lari menuju mobil untuk
meluncur ke cafe yang dimaksud.
Selama konser tampak Ibu Ayu
sangat menikmati suasana tersebut
sambil sesekali mengenggam
tanganku, sehingga mau tidak mau
pun aku menjadi ikut terbawa oleh
suasana yang menyenangkan.
Konser pun berakhir, dan saatnya
kami untuk pulang. Sambil-sesekali
berceloteh dan bersenandung, kami
menuruni tangga cafe, yang entah
karena apa, Ibu Ayu terpeleset
namun untunglah aku sempat
memegangi nya namun salah tempat
karena secara reflek aku menariknya
kedalam pelukan ku dan tersentuh
buah dadanya. Sejenak Ibu Ayu
terdiam, memandangku, mempererat
pelukannya dan seakan enggan
melepaskannya.
“Bu, eh..Mbak, udah dong, malu ntar
dilihat orang” Kataku
Dia pun melepaskan pelukannya, dan
kami menuju ke mobil dengan
keadaan Ibu Ayu sedikit pincang kaki
nya.
http://ceritakita.hexat.comTengah malam kurang sedikit, kami
sampai di rumah Ibu Ayu, karena aku
sudah terbiasa pulang pagi, jadi
kudahulukan untuk mengantar
kerumahnya untuk memastikan
keadaannya. Rumah dalam keadaan
sepi, penghuninya sudah tidur semua
kurasa, dan aku pun duduk di sofa
sambil sejenak melepaskan lelah.
Sambil terpincang-pincang, Ibu Ayu
membawakan segelas teh manis
hangat untukku, dan duduk di
sampingku. Aku jadi teringat
kejadian di tangga cafe tadi.
“Masalah tadi, maafin saya Mbak, itu
reflek yang nggak sengaja.” Kataku
“Nggak papa koq, Mbak ngga hati-
hati si, pegel banget nih!” Katanya
“Sini saya pijitin” kataku sambil
mengangkat kakinya dang
menggulung celana jins nya sampai
selutut
Dia pun merebahkan badannya agar
aku bisa leluasa memijitnya. Tak
berapa lama kemudian dia bangkit
sambil ikut memijiti kakinya sendiri.
Saat tangan kami bersentuhan ada
getar-getar halus yang kurasakan
menggodaku namun berhasil
kutepiskan. Namun tak disangka, Ibu
Ayu memegang lengan ku dan
menarikku ke dalam pelukannya.
“temani aku malam ini, Dik!” Bisiknya
lirih di telingaku
Kurasa habislah pertahanan ku kali
ini. Di lumatnya bibirku dengan
ganasnya, apa boleh buat, aku pun
memberikan respon serupa. Kami
saling berpagut dengan sesekali
mempermainkan lidah. Tangannya
menggerayangi tubuhku, mengusap-
usap celanaku yang menggembung,
sedangkan aku meremas-remas buah
dadanya yang masih cukup ranum
untuk wanita seusianya.
Lama kami bercumbu di atas sofa,
lalu Ibu Ayu menggamitku untuk
memasuki kamarnya, dan kami
meneruskan cumbuan sepuas-
puasnya. Foreplay dilanjutkan setelah
kami saling membuka baju, hanya
tinggal mengenakan celana dalam
saja kami bergelut di atas kasur yang
empuk dalam kamar berpendingin
udara. Kujilati puting susunya sampai
Mbak Ayu mendesah-desah,
sementara tangannya menggengam
kemaluanku yang dengan lembut
dikocoknya perlahan.
“Mbak.., aku buka ya, celananya!”
Bisikku yang disambut dengan
anggukannya
Setelah secarik kain tipis itu terlepas
dari pinggulnya, Ibu Ayu
mengangkang kan pahanya, dan
tampak vaginanya yang kehitaman
tertutup lebat rambut. Saat kusibak
kerimbunan itu, gundukan daging itu
berwarna kemerahan berdenyut
panas.
Ibu Ayu memekik dan mendesah
perlahan saat vaginanya kujilati.
Ditekan nya kepalaku sepertinya dia
sangat menikmati permainan ini,
sampai suatu saat kurasa vaginanya
mulai basah dengan keluarnya lendir
yang berlebihan.
Dengan nafas terengah-engah Ibu
Ayu menarik kemaluanku untuk
dimasukkan kedalam vaginanya.
Kupegan tangannya dan
kupermainkan kemaluanku di pintu
masuk liang kenikmatan nya itu
beberapa lama, kupukul-pukul kan
kepala kemaluanku dibibir vaginanya,
kumasukkan kemaluanku sedikit
dalam vaginanya lalu kutarik keluar
kembali, begitu berulang-ulang.
“Ayo dong, Dik!, jangan buat aku
semakin ……” bisiknya
“Tapi aku belum pernah berhubungan
badan, Mbak!” Balasku berbisik
“Ayolah, Dik!, aku beri kamu
pengalaman menikmati surga ini,
ayo..!”
Akupun mengangguk
Ibu Ayu berbaring telentang di
pinggiran ranjang dengan kaki
mengangkang, sementara aku
berlutut hendak memasukkan
kemaluanku. Di pegangnya
kemaluanku dan di arahkan ke
dalam vaginanya, kugesek-gesekkan
kepala kemaluanku dibibir vaginanya
sementara dia mendesah-desah, lalu
dengan dorongan perlahan
kubenamkan seluruh kemaluanku
kedalam liang vaginanya.
Sebuah sensasi kenikmatan dan
kehangatan yang luar biasa
menyelubungi ku, sejenak keresapi
kenikmatan ini sebelum Ibu Ayu
mulai mengalungkan pahanya pada
pinggulku dan memintaku untuk
mulai menyetubuhi nya.
Kudorong tubuh Ibu Ayu ketengah
ranjang, setelah tercapai posisi yang
enak, kugerakkan pinggulku maju
mundur mengeksplorasi seluruh
kenikmatan yang dimiliki oleh Ibu
Ayu. Ruangan kamar yang dingin
seolah tidak terasa lagi, yang ada
hanya lengguhan-lengguhan kecil
kami di timpahi suara kecepok
beradunya kemaluan kami,
sementara disekeliling kepala kami
terbungkus dengan hawa dan bau
khas orang bersetubuh.
“hh..terus, Dik!, goyangnya yang
cepat..Ohh..ohh, Ouuch!” Desahnya
“Yang erat, Mbak!, ayo
sayang,..sshh,..hhh..” Desahku
“Ouuw…hh..,…lebih ce…aaahhhh!”
“Tenang aja, manisku…ohh.., enak
Mbak!”
“Sss….sama…aku juga…ohh..ohh!”
Entah sudah berapa lama kami saling
bergelut mencari kenikmatan, lambat
laun kemaluanku terasa seperti
diremas-remas, lalu Ibu Ayu
mendesah panjang sebelum
pelukannya terasa melemah.
“aku.., sam…,Dik!, …Aaaaakkhhh !”
Desahnya
Kurasakan momen ini yang ternikmat
dari bagian-bagian sebelumnya,
maka sebelum remasn-remasan itu
mengendur, kupercepat gerakanku
dan kurasakan panas tubuhku
meningkat sebelum ada sesuatu
yang berdesir dari seluruh bagian
tubuhku untuk segera berebut keluar
lewat kemaluanku yang membuatku
bergetar hebat dengan memeluk
tubuh Ibu Ayu lebih erat lagi
“Ohhh..ohh….!” Desahku tak lama
kemudian
Aku bergulir di samping Ibu Ayu
mencoba mengatur nafas, sementara
dia terpejam dengan ritme nafas
yang tak beraturan juga. Kemaluan
ku masih tegak berdiri berkilat-kilat
diselimuti cairan-cairan licin sebelum
lemas
Setelah beberapa saat, nafasku pulih
kembali, kubelai rambut Ibu Ayu. Dia
tersenyum padaku.
“Makasih, Mbak! Enak sekali tadi”
Kataku tersenyum
“Sama-sama,Dik! Hebat sekali kamu
tadi, padahal baru pertama, ya! ”
jawabnya
Ibu Ayu mencoba duduk, kulihat
cairan spermaku meleleh keluar dari
lipatan vaginanya yang lalu di
usapnya dengan selimut.
“Aku keluarkan di dalam tadi, Mbak!
habis enak dan ngga bisa nahan lagi,
ngga jadi anak khan nanti?” Tanyaku
“Enggak, santai saja, sayang!”
Katanya manja sambil mencium
pipiku
“Emm..,Mbak!” Tanyaku
“Apa sayang?” Jawabnya
“Kapan-kapan boleh minta lagi,
nggak?”
“Anytime, anywhere, honey!”
Katanya sambil memelukku dan
melumat bibirku.
*****
Setelah kejadian itu, tiga hari
berikutnya aku menikmati servis
istimewa dari Ibu Ayu untuk lebih
mengeksplorasi ramuan kenikmatan
dengan berbagai gaya yang
diajarkan olehnya, bahkan masih
berlangsung hingga saat ini.
Pada mulanya anaknya yang kuincar
menjadi cewek ku, ternyata malah
mendapat layanan plus yang
memuaskan dari ibunya.
End