Nama saya Anggi. Saya bekerja sebagai manager di salah satu perusahaan multinational yang cukup terkenal di Indonesia. Sudah lama saya tertarik untuk menceritakan pengalaman pribadi saya yang terjadi kira-kira 7 tahun yang lalu di situs ini. Tapi karena kesibukan saya di kantor yang akhirnya baru memberikan kesempatan pada saya untuk menulis sekarang ini.
Saya memang bukan pengagum sesama wanita yang sejati, karena saya juga menyukai pria. Dan kejadian ini adalah yang pertama yang saya rasakan dan saya lakukan selama 2 tahun, dimana wanita ini benar-benar telah membuat saya jatuh cinta dengan sesama jenis. Dan cinta itu masih saya rasakan sampai sekarang, sekalipun kami sudah berpisah 5 tahun yang lalu tanpa kami pernah bertemu lagi. Dia bidadari pertama yang pernah saya jumpai dan membuat saya bertekuk lutut dan tidak pernah dapat berhenti untuk mencintainya.
Kejadiannya berawal 7 tahun yang lalu ketika saya masih menjalani kuliah di negara kangguru, Australia. Waktu itu saya sudah ada di tahun kedua kuliah saya, yang berarti saya hanya tinggal menyelesaikan setahun lagi untuk mendapat gelar Sarjana. Tapi saya sendiri sudah tinggal di kota Sydney lebih dari 4 tahun sampai saya bertemu Cindy di tahun kedua kuliah saya.
Cindy adalah pendatang baru dari Jakarta waktu itu. Cindy baru menyelesaikan pendidikan SMA-nya di Jakarta dan langsung ke Sydney untuk meneruskan kuliahnya. Karena jauh terpautnya usia kami, yaitu 9 tahun, maka kami berdua pun tidak pernah menyangka bahwa kami akan dapat saling tertarik dan jatuh cinta. Apalagi cinta sesama jenis ini belum pernah kami rasakan dan kami lakukan sebelumnya.
Terlebih lagi, saya telah mempunyai pacar seorang pria yang sangat tampan dan pinta (berdasarkan kenyataan dan menurut pendapat semua teman-teman dan juga keluarga saya). Ketampanan pacar saya terbukti dengan banyaknya teman-teman wanitanya, baik orang Indonesia ataupun bule-bule Australia yang mengutarakan langsung keinginan mereka untuk menjadi pacar Rico (bukan nama sebenarnya).
Kami memang tinggal berlainan kota. Saya kuliah di Sydney, sedangkan Rico kuliah di kota Canberra. Kami bertemu minimal sekali dalam sebulan dan biasanya Rico selalu menginap di apartemen saya kalau dia sedang mengunjungi saya di Sydney. Saya sangat mencintai Rico karena dia adalah cinta pertama saya dan pada Rico lah saya berikan kegadisan saya. Saya pernah berpikir bahwa saya tidak mungkin dapat hidup tanpa Rico.
Banyak pria yang saya temui di Australia yang ingin menjadi pacar saya termasuk orang-orang bule di sana, tapi waktu itu hati dan cinta saya hanya untuk Rico. Tapi setelah Cindy muncul dalam kehidupan saya, semuanya jadi berubah total dan saya baru dapat merasakan apa yang dinamakan mencintai dan dicintai, dimana segalanya begitu indah untuk dijalani dan dirasakan.
Cindy sebenarnya adalah teman sekelas adik saya. Adik saya ini datang menyusul saya ke Sydney juga untuk melanjutkan kuliah. Setelah 4 tahun saya hidup sendiri atau sharing apartemen bersama orang bule (baik sesama pelajar atau saya tinggal bersama keluarga Australia di sana), akhirnya saya memutuskan untuk menyewa apartemen sendiri bersama adik saya.
Kami berdua menyewa apartemen dengan 2 kamar tidur dan 1 kamar mandi. Kamar tidur saya jauh lebih besar dibandingkan kamar tidur adik saya, sehingga siapapun yang ingin menginap di apartemen kami akan tidur di kamar saya, terutama kalau jumlahnya lebih dari 2 orang. Tapi kalau hanya 2 orang biasanya akan kami bagi menjadi 2, yaitu 1 orang tidur bersama adik saya dan 1 orang lagi bersama saya, sehingga kami tidak memerlukan kasur tambahan.
Karena kami hanya hidup berdua di negara orang, maka teman-teman saya adalah teman adik saya juga dan begitu juga sebaliknya. Terus terang, saya tidak ingin adik saya terjerumus dengan pergaulan yang tidak baik di sana. Oleh karena itu, dengan cara yang halus saya mendekatkan diri pada teman-temannya dan juga mengenalkan dia pada teman-teman saya.
Setelah saya tinggal berdua dengan adik saya ini, otomatis pertemuan saya dengan Rico menjadi lebih jarang, karena Rico tidak dapat lagi menginap di rumah saya. Kalaupun Rico ingin bertemu saya lebih lama dari sekedar mengobrol, biasanya kami menginap di hotel. Saya tidak ingin memberi contoh yang jelek kepada adik saya dengan membiasakan pacar-pacar kami menginap di apartemen kami. Disamping itu, Rico pun sibuk dengan pembuatan skripsinya karena tahun itu adalah tahun terakhirnya di Australia sebelum akhirnya dia lulus kuliah dan pulang ke Jakarta setahun lebih awal dari saya sendiri. Pada saat itulah saya berkenalan dengan Cindy.
Waktu itu udara di Sydney cukup dingin karena memang pertengahan 'winter'. Dengan memakai sweater dan jaket, saya turun dari bis dan berlari kecil menuju rumah. Bayangan segelas 'hot chocolate' sudah menari-nari di pelupuk mata saya dan sudah terasa di tenggorokan saya nikmatnya. Membayangkan hal itu, saya benar-benar ingin cepat sampai di apartemen, karena udara di luar makin bertambah dingin.
Hari itu cukup melelahkan karena banyaknya tugas kuliah yang harus saya kerjakan di perpustakaan kampus. Saya sendiri baru meninggalkan perputakaan sekitar pukul 9 malam, waktu pegawai di sana mengingatkan bahwa mereka akan tutup. Begitu sampai di depan gedung apartemen, saya melihat lampu apartemen saya sudah terang, menandakan bahwa adik saya juga sudah pulang. Kami berdua memang sering pulang malam atau malah menginap di rumah teman karena banyaknya tugas-tugas kuliah yang harus kami kerjakan secara berkelompok.
Tapi nampaknya malam itu adik saya membawa beberapa temannya ke rumah. Apartemen saya ada di lantai dasar, sehingga suara dan ketawa mereka dapat terdengar dari luar. Tentu saja dalam bahasa Indonesia. Tapi suara mereka langsung berhenti ketika saya memutar kunci dan membuka pintu apartemen. Dan memang benar dugaan saya kalau saya kedatangan 2 orang tamu, yaitu teman-teman adik saya.
Mereka terlihat langsung menjaga prilaku mereka ketika mereka tahu kalau kakak dari si empunya apartemen itu sudah pulang dan pastinya dalam keadaan sangat lelah karena memang jam sudah menunjukkan pukul 10 malam.
Seperti yang lainnya, mereka memberi salam dengan panggilan 'Mbak' ke saya dan saya balas dengan anggukan dan senyuman. Bayangan 'hot chocolate' masih mendominasi pikiran saya malam itu. Lalu saya cepat-cepat berganti pakaian rumah (tentunya masih memakai sweater..!) dan pergi ke dapur untuk merealisasikan impian saya itu.
15 menit kemudian saya sudah bergabung dengan mereka di ruang tamu yang juga merangkap sebagai ruang TV atau keluarga. Baru saya sadari bahwa tamu-tamu adik saya ini belum pernah datang sebelumnya, dan salah satu dari mereka telah menarik perhatian saya dan yang akhirnya saya tahu kalau namanya Cindy. Saya sangat menyukai caranya dia berbicara atau ketika sedang bercerita. Tapi dari semua itu, mata Cindy lah yang membuat saya ingin mengenalnya lebih dekat.
Saya memang tidak pandai membaca pandangan mata, tapi entah kenapa setiap kami mengobrol dan tidak sengaja bertatapan, ada perasaan yang lain dalam hati saya. Entah apa, tapi yang pasti makin kami sering bertemu dan semakin saya mengenalnya, saya semakin menyayanginya.
Ketidakhadiran Rico di akhir pekan tidak lagi menjadi masalah bagi saya. Padahal biasanya saya akan uring-uringan jika Rico bilang tidak dapat datang mengunjungi saya. Biasanya Rico harus merayu saya supaya saya mau mengerti dan tidak marah berkepanjangan. Entah kenapa, sejak Cindy sering menginap di rumah, saya cukup melepas rindu saya pada Rico melalui telpon. Mungkin karena kesibukannya dalam menyelesaikan skripsinya Rico tidak merasa curiga atau mempermasalahkan perubahan sikap saya.
Sekalipun kami makin jarang bertemu, saya tetap menghubunginya secara rutin lewat telpon. Hubungan saya sendiri dengan Cindy semakin dekat dan saya juga mulai merasakan perhatiannya pada saya. Tapi hanya sebatas itu, karena kami berdua memang sama-sama tidak berani memulainya. Saya rasa, pandangan mata kami yang lebih sering berbicara kalau sebenarnya kami saling mencintai. Tapi mungkin perasaan saya pada Cindy terlalu besar sehingga saya tidak mampu untuk menutupinya lebih jauh.
Setiap kami bersentuhan lengan, hati saya langsung berdebar-debar dan mengharapkan lebih dari itu. Oh ya, Cindy selalu tidur bersama saya setiap dia menginap di rumah. Dia selalu datang berdua dengan teman satu apartemennya dan temannya tidur di kamar adik saya. Tapi sejauh itu tidak ada yang kami lakukan selain mengobrol sebelum tidur atau setelah bangun tidur. Sampai pada suatu hari, saya merasa cemburu padanya waktu kami pergi beramai-ramai dan Cindy membawa 2 teman kuliah prianya yang berasal dari Korea.
Sepanjang jalan dia bersenda gurau bersama teman Korea-nya itu dan seakan-akan saya tidak dihiraukannya. Saya benar-benar sedih dan marah, tapi saya tahu kalau saya tidak punya hak untuk marah dan akhirnya saya hanya dapat diam sepanjang perjalanan kami sampai kami pulang ke rumah saya. Cindy malam itu juga menginap di rumah seperti biasanya. Tapi malam itu, begitu kami sampai saya langsung mandi dan masuk ke kamar untuk tidur. Saya tidak mempunyai keinginan lagi untuk mengobrol karena saya masih merasa cemburu yang teramat sangat.
Esok paginya saya bangun agak siang, sekitar pukul 9 dan saya yakin adik saya sudah pergi kuliah bersama teman Cindy. Tapi Cindy masih ada di samping saya ketika saya bangun. Dia memiringkan badannya dan menghadap saya yang masih tidur telentang. Saya cukup kaget ketika terbangun dan Cindy sedang memperhatikan saya. Dia memberikan senyum tercantiknya untuk saya pagi itu. Ingin sekali rasanya saya mencium dan memeluknya. Tapi itu tidak mungkin saya lakukan. Paling tidak, saya belum berani melakukannya.
Melihat dia tersenyum sambil menatap saya, langsung saya tanyakan alasannya, "Ada apa? Kenapa kamu senyum-senyum kaya gitu? Jam berapa kamu bangun?"
"Nothing. Seneng aja ngeliat kamu tidur? Saya ngga bisa tidur semaleman."
"Kenapa ngga bisa tidur? Abis dapat telpon dari Jakarta lagi? Mama sama Papa kamu bertengkar lagi?"
Saya bisa sangat dekat dengan Cindy karena Cindy banyak bercerita tentang keluarganya, juga tentang orang tuanya yang sering bertengkar. Cindy anak tertua dari 2 bersaudara. Adiknya laki-laki.
Cindy menggeleng.
"Trus, kenapa ngga bisa tidur?" tanya saya sambil saya menatap balik ke Cindy dan dia terdiam beberapa saat sebelum berkata-kata yang membuat saya sangat terkejut tapi juga sangat senang.
"Hhmm.. kamu marah yach sama saya?"
Sambil menanyakan hal ini Cindy menundukkan kepalanya tanpa berani menatap mata saya. Posisi badan kami belum berubah, dimana badan Cindy masih miring menghadap ke saya yang masih tidur telentang.
Pelan-pelan saya mengangkat dagu Cindy sehingga kami bertatapan dan saya balik bertanya, "Dari mana kamu tau kalau saya marah sama kamu?"
"Kamu ngediemin saya dari kemaren waktu kita jalan-jalan. Kamu ngga ngajak ngomong saya sedikit pun. Begitu pulang pun kamu langsung tidur abis mandi. Biasanya kita selalu punya waktu untuk ngobrol. Kamu cemburu yach sama temen-temen Korea saya itu?"
Saya benar-benar kaget dengan kalimat Cindy yang terakhir, tapi saya pikir ini saatnya saya harus berkata jujur pada Cindy. Tapi saya mulai pengakuan saya dengan anggukan kepala untuk membenarkan bahwa memang saya cemburu, sekaligus melihat reaksi dan jawaban dari Cindy. Dan jawabannya benar-benar membuat saya bahagia.
"Saya khan cuman berteman sama mereka. Saya ngga punya hubungan apa-apa sama mereka. Kemarin itu mereka cuman minta diceritain tentang pulai Bali dan Jakarta dan saya bilang turis di Bali cantik-cantik, rugi kalau mereka ngga pernah datang ke Bali. Kamu jangan cemburu buta gitu dong dan kamu tuch ngga perlu cemburu sama siapa pun. Saya yang seharusnya cemburu kalau ngeliat kamu lagi ngobrol di telpon sama Rico. Tapi saya tau kalau saya ngga punya hak untuk marah."
Saya benar-benar kaget tapi juga bahagia mendengar semua pengakuan Cindy dan saya benar-benar yakin kalau cinta saya tidak bertepuk sebelah tangan. Saya mulai memberanikan diri untuk menariknya dalam pelukan saya dan Cindy tidak menolaknya. Sambil berada di pelukan saya, berbagai pertanyaan saya tanyakan pada Cindy.
"Cind, kamu sayang sama saya?"
Dan saya lihat Cindy mengangguk.
"Boleh saya sayang kamu juga Cind?"
Kali ini Cindy menatap saya dan balik bertanya, "Benar kamu juga sayang sama saya? Gimana sama Rico?"
"Saya akan minta putus sama Rico karena saya benar-benar sayang sama kamu dan saya tidak bisa membina dua hubungan dalam waktu yang bersamaan sekalipun sayang saya ke kamu berbeda dengan sayang saya ke Rico."
Tiba-tiba Cindy mencium pipi saya dan merebahkan kepalanya di dada saya. Mungkin dia dapat mendengarkan debar jantung saya yang mengatakan betapa bahagianya perasaan saya pada pagi hari itu. Saya membelai rambut Cindy yang tergerai panjang sebahu. Tangan Cindy pun mulai terasa membelai paha saya. Terus terang, saya menyadari kalau saya termasuk type wanita yang mempunyai dorongan sexual yang tinggi. Sedikit saja saya disentuh, saya akan meminta lebih dari itu sampai saya dapat menuntaskan kebutuhan sexual saya, tapi tentunya dengan pacar saya sendiri.
Mendapat belaian tangan Cindy di daerah paha saya, langsung saya menghadapkan wajah Cindy menghadap saya dan saya cium bibirnya. Saya tahu saya yang pertama untuk Cindy dan dia belum tahu caranya berciuman. Maka saya mencoba untuk merangsangnya dengan membuka mulutnya dengan lidah saya dan saya mainkan lidah saya di dalam rongga mulutnya. Saya mengait-ngait lidahnya untuk dapat saya kulum dan saya hisap. Oohh.., nikmat sekali rasa lidahnya dalam kuluman lidah saya, dan Cindy mulai terengah-engah dengan sensasi sexual yang baru pertama dialaminya.
Cindy nampak mulai kehabisan napas ketika saya mulai mengulum dan menghisap lidahnya dengan sangat bernafsu. Tangan saya pun tidak tinggal diam, tapi mulai meraba payudara Cindy yang ternyata cukup besar, yaitu 36B dan saya sendiri 34A. Kami memang tidak pernah memakai BH kalau tidur, jadi saya dapat langsung merasakan kelembutan payudara Cindy di tangan saya. Nafsu saya untuk mengungkapkan perasaan cinta saya ke Cindy telah melupakan perasaan aneh karena memainkan payudara wanita lain. Malah sebaliknya, begitu saya memainkan payudara Cindy yang indah itu, nafsu saya makin bertambah untuk memberikan kepuasan pada Cindy disamping perasaan saya sendiri yang sudah sangat terangsang tentunya.
Cindy dengan napas terengah-engah mendorong saya pelan untuk menghentikan kuluman saya pada lidahnya.
"Gila kamu, saya sampai kehabisan napas kamu ciumin seperti itu."
"Kamu ngga suka Cind? Kamu marah? Kalau kamu ngga suka, kita ngga usah ngelakuin ini dan hal ini ngga akan ngerubah perasaan saya ke kamu."
Saya memang agak khawatir kalau-kalau Cindy tidak menyukai hal ini. Tapi ternyata saya keliru.
"Kamu lebih gila lagi kalau kamu pikir saya ngga suka dengan semua yang kamu lakuin ke saya barusan. Saya malah mau bilang untuk jangan pernah berhenti, tapi saya juga mau kamu ajarin saya karena saya pengen bisa nyenengin kamu juga."
"Saya sendiri baru sekali ini 'making love' sama perempuan Cind, pernah ngebayangin pun ngga. Mungkin karena saya sayang banget sama kamu makanya saya bisa ngelakuin ini semua sama kamu. Cindy, boleh ngga saya senengin kamu sekarang ini dan kamu ngga usah mikirin caranya nyenengin saya juga. Kamu nikmatin aja dan kamu ikutin perasaan kamu. Boleh kan sayang?"
Saya mulai memanggilnya dengan kata 'sayang' ke Cindy dan dia menyukai panggilan itu yang dipakainya juga untuk memanggil saya. Dia hanya mengangguk sambil melingkarkan sebelah tanganya ke leher saya dan saya dekatkan wajah saya ke wajah Cindy dan saya mulai mencium bibirnya yang sexy dan menggemaskan itu kembali. Tapi kali ini saya kulum dengan perlahan dan tangan saya pun mulai kembali bergerilya.
Sambil mengulum bibirnya, tangan saya mulai saya selipkan di balik kaos tidurnya dan mulai meraba-raba payudara Cindy yang halus terasa di kulit jari-jari saya. Jari-jari saya pun mulai memainkan puting susunya yang sudah mengeras dan Cindy mulai mengerang dan napasnya makin memburu karena rangsangan di puting dan payudaranya.
"Aagh.. Sayang..! Suck my nipples, please.. agh.., please..!" erang Cindy ketika jemari saya dengan lincahnya memainkan puting payudaranya.
Mendengar permohonannya, saya berhenti mencium bibirnya dan tangan saya pun saya tarik keluar dari balik kaos tidurnya. Lalu saya mulai menarik kaosnya ke atas melalui kepalanya dan juga saya tarik celana pendeknya ke bawah beserta dengan celana dalamnya. Sekarang Cindy sudah bertelanjang bulat di depan saya dan saya benar-benar mengagumi badannya yang sintal dan tidak kurus.
Dengan bergegas Cindy pun mulai ikut melepaskan pakaian tidur saya satu persatu hingga kami berdua sama-sama telanjang tanpa sehelai benang pun yang menutupi badan kami. Karena masih dalam musim dingin kami mulai merasa kedinginan, sekalipun badan kami masih di bawah selimut. Saya merengkuh badan Cindy dan memeluknya dengan erat sehingga kami dapat merasakan kehangatan badan kami satu sama lain. Kami kembali berciuman dan puting susu kami saling bergesekan yang memberikan sensasi tersendiri yang membuat kami berdua menjadi lebih terangsang.
Ciuman saya mulai berpindah ke leher Cindy yang putih dan cukup jenjang dan juga sangat menggoda libido untuk menciuminya. Saya mulai menciumi dan menjilati lehernya yang sexy itu. Tangan saya pun mulai kembali menggeranyangi payudara Cindy dengan meraba-raba dan meremas daging yang kenyal dan hangat itu. Cindy mulai kembali terangsang dan megerang, terlebih ketika saya mulai memainkan puting susunya dengan memijat dan memutar-mutarnya. Putingnya terasa makin mengeras dan membengkak di antara jari-jari saya.
Ciuman saya berpindah naik ke daun telinganya yang mulai saya ciumi dan saya jilati bagian dalamnya. Begitu lidah saya menyentuh telinga bagian dalamnya, napas Cindy makin memburu dan terengah-engah. Setelah beberapa saat saya mainkan lidah saya di bagian dalam telinganya, saya rasakan badan Cindy mengejang beberapa saat untuk kemudian melemah. Saya yakin Cindy telah mengalami klimaksnya yang pertama, tapi saya tidak berhenti sampai di situ. Saya ingin pagi itu menjadi hari yang tidak pernah terlupakan bagi Cindy.
Lantas ciuman saya berpindah ke arah payudaranya. Menciumi payudaranya yang kenyal sambil sebelah tangan saya tetap memainkan payudaranya dan juga putingnya yang sebelah lagi. Cindy mulai terangsang kembali ketika saya mulai menciumi dan menggigit perlahan payudaranya yang kenyal itu.
Perlahan-lahan lidah saya mulai saya julurkan dan menjilat putingnya yang sudah sangat mengeras. Cindy menjerit kecil ketika lidah saya menyentuh puting susunya dan mulai terengah-engah ketika saya mulai menjilatinya berulang-ulang dengan intens.
"Aahh.. Sayang, jangan berhenti. Uugghh.., enak sekali Sayang. Aagh..!"
Mendengar rintihannya, nafsu saya makin besar untuk memberikan kepuasan pada wanita yang sangat saya cintai ini.
Putingnya yang berwarna pink dan sudah mengeras mulai saya hisap perlahan dan makin lama makin dalam yang membuat Cindy makin menjerit dan terengah-engah serta mengerang tidak karuan. Semuanya makin menjadi ketika saya mulai menggigit-gigit putingnya dengan lembut. Yang saya kira Cindy akan merasa sakit karena untuk pertama kalinya puting susunya digigit, ternyata malah sebaliknya. Dia menekan kepala saya lebih dalam ke payudaranya dan memohon saya untuk menggigit putingnya lebih keras.
Takut dia akan merasa sakit, tangan saya yang sedang bermain dengan payudara dan putingnya yang sebelah kanan saya arahkan ke selangkangan Cindy yang saya yakin sudah amat basah dengan maksud untuk menambah rangsangan pada Cindy. Dugaan saya benar. Vagina Cindy sudah basah kuyup dengan lendir kewanitaannya yang keluar akibat dari orgasmenya yang pertama dan rangsangan-rangsangan yang masih dirasakannya. Saya ingin sekali mencicipi lendir kewanitaan Cindy, tapi saya ingin membuat lendir itu lebih banyak lagi.
Jilatan di puting payudara Cindy makin sering saya lakukan bergantian dengan gigitan-gigitan lembut dan kasar, dan kali ini ditambah dengan jari-jari saya yang menari di antara bibir-bibir vaginanya. Uugh.. sangat lembab dan hangat vagina Cindy di jari-jari saya, tapi juga begitu sensual yang saya rasakan. Jari telunjuk saya menari berputar-putar di sekitar dan di depan lubang vagina Cindy yang tidak henti-henti mengeluarkan lahar panasnya.
Saya gemas sekali dan ingin cepat-cepat turun ke bawah mencicipi lendir kewanitaannya. Tapi saya juga tahu kalau Cindy ingin mencapai orgasme keduanya dan saya tidak tega untuk menghentikannya dan itu tidak mungkin saya lakukan kepada wanita yang saya cintai ini. Sambil tetap menjilati dan menggigit puting susunya secara bergantian, ujung jari telunjuk saya mengambil cairan lendir kewanitaannya untuk kemudian saya taruh di klitorisnya dan jari telunjuk itu mulai saya mainkan dengan membuat gerakan melingkar di atas klitoris Cindy.
Reaksi Cindy seperti yang sudah saya bayangkan sebelumnya bahwa dia akan menjerit menerima kocokan telunjuk saya di klitorisnya.
"Aaghh.. Sayang, apa yang kamu lakukan..? Ouughh.., just don't stop it.. Aacch..!"
Badan Cindy mulai bergelinjang dengan hebat dan permainan lidah saya mulai saya tingkatan menjadi hisapan-hisapan dan gigitan yang dalam pada puting payudara Cindy. Cindy begitu terangsang sampai menarik kepala saya lebih dalam ke payudaranya dan juga menjepit jari-jari saya yang ada di selangkangannya.
"Aacchh.. Sayang..!" Cindy menjerit panjang sambil menaikkan pantat dan pinggulnya bersamaan dengan mengalirnya lahar panas dari vaginanya yang turun membasahi jari-jari saya.
Saya tarik jari-jari itu dari selangkangan Cindy dan saya jilat jari telunjuk saya yang basah oleh lendir orgasme Cindy.
Saya bisikkan kata-kata mesra di telinga Cindy yang sedang terengah-engah dan mencoba mengatur napasnya kembali.
"You taste so nice, darling..!" sambil saya ciumi telinga dan leher Cindy.
Beberapa saat kemudian Cindy menggeliat karena helaan napas saya di telinganya. Vagina saya mulai terasa sensitif, basah dan membengkak menahan keinginan saya untuk dicumbu oleh Cindy. Tapi saya tahu bahwa Cindy belum mahir atau mungkin belum tahu caranya. Tapi sialnya, Cindy menjamah vagina saya dengan jari-jarinya yang membuat saya sedikit terkejut dan mengejang menerima sentuhannya. Cindy pun ternyata kaget mendapati vagina saya sudah bengkak dan sangat basah.
"Sayang, punya kamu udah basah banget kaya vagina Cindy. Boleh ngga Cindy lakuin kaya yang kamu lakuin ke Cindy tadi..? Please..?"
"Boleh, asal memang kamu juga mau ngelakuinnya dan bukan cuman karena pengen nyenengin saya."
"Kok kamu ngomongnya gitu sich, Sayang. Kalau Cindy mau ngelakuin yach karena Cindy sayang sama kamu dan Cindy cuman mau kamu ngerasain senang cuman dari Cindy seorang dan bukan dari orang lain."
Cindy tidak lagi menunggu jawaban saya, tapi langsung menyambar mulut saya dan melumat bibir saya dengan penuh nafsu. Ternyata Cindy seorang 'Quick Learner' karena ciuman, lumatan dan hisapan lidahnya di dalam mulut saya begitu merangsang dan saya tidak sanggup untuk menunggu lebih lama lagi. Tangan Cindy saya raih dan saya letakkan di payudara saya. Cindy mengerti maksud saya.
Sambil menghisap lidah saya, Cindy mulai meremas payudara saya dan memainkan kedua puting saya bergantian.
"Uughh.. ach.. Sayang, please..! Bite my nipples, please..!"
Cindy langsung menurunkan mulutnya untuk kemudian melumat puting payudara saya yang sudah benar-benar mengeras.
"Ach.. Sayang, oh ya Sayang..!" kata-kata itu berulang kali saya ucapkan ketika mulut Cindy mulai menjilati dan menghisap dalam puting payudara saya bergantian dengan gigitan-gigitannya.
Akhirnya saya benar-benar tidak kuat untuk menahan orgasme saya, tapi hal itu tidak boleh terjadi karena saya ingin mencapai klimak saya bersamaan dengan Cindy. Lalu Cindy saya tarik ke atas dan saya rebahkan badannya sehingga saya berada di atasnya lagi. Saya tatap wajah Cindy yang imut-imut dan menggemaskan itu.
"Kok kamu berhentiin saya? Saya yakin kamu belum mendapatkan kepuasan seperti yang saya rasakan tadi kan? Kenapa? Ngga enak yach permaianan saya?"
Wajah Cindy benar-benar menggemaskan saya karena dia begitu terheran-heran melihat saya menghentikan aktivitasnya.
"Sayang, kamu hampir bikin saya nyampai klimaks, tau ngga..?"
"Trus..? Kok kamu minta Cindy berhenti..?"
"Saya tuch ngga mau klimaks sendirian, saya pengen kita sama-sama ngerasain klimaks."
"Tapi Cindy kan udah dua kali kamu bikin klimaks, sedangkan kamu sekali aja belum. I've been unfair to you."
"Who cares about being fair? Saya sayang kamu Cind, ngeliat kamu senang itu udah bikin saya senang. Kamu senang ngga dengan semua yang saya lakuin ke kamu tadi?"
Cindy tidak langsung menjawab tapi langsung melumat bibir saya dan memasukkan lidahnya ke mulut saya untuk kemudian menghisap lidah saya.
"Itu tanda terima kasih saya dan jawaban saya kalau saya tuch sukaa.. banget dan saya pasti bakalan ketagihan. Gimana kalau saya tiap malam minta kamu ngelakuin semua itu ke saya? Apa kamu sanggup?"
Cindy tertawa-tawa sambil mengedipkan sebelah matanya untuk menggoda saya. Wah.., ternyata dia belum tahu tentang tingginya nafsu sexual saya, kata saya dalam hati.
"Kalau ternyata kamu yang kewalahan dalam menuhin keinginan sexual saya gimana?" tanya saya balik pada Cindy.
"Ahh.. saya tidak mungkin kewalahan karena saya pasti akan menikmati semuanya sama kamu." jawab Cindy dengan gaya yang dibuat-buat sedikit sombong dan membuat saya makin gemas melihatnya.
Tanpa berkata-kata lagi, bibir Cindy langsung saya lumat kembali di dalam mulut saya dan lidah saya mulai saya julurkan ke dalam mulutnya untuk mencari lidahnya. Akhirnya lidah kami saling melumat, menghisap dan mengait-ngait yang membuat napas kami mulai memburu karena menahan rangsangan-rangsangan yang hebat supaya kami tidak mencapai orgasme terlalu cepat. Badan saya masih berada di atas badan Cindy dan ciuman saya turun beralih ke payudara Cindy. Saya begitu menyukai puting dan payudara Cindy yang di mata saya sangat sexy dengan paduan yang serasi antara putingnya yang berwarna pink dengan kulitnya yang putih.
Tidak bosan-bosannya saya mencium, menjilat, menghisap dan mengigit puting payudara Cindy yang tanpa saya sadari menjadi bagian sensitif bagi Cindy setelah vaginanya. Cindy mulai mengerang-ngerang dan menjerit kembali ketika lidah saya mulai menjilati putingnya silih berganti dengan hisapan dan gigitan. Tangannya sudah mulai mengacak-ngacak rambut saya dan menekan kepala saya ke payudaranya agar saya muali mgenggigit lebih keras putingnya.
Sambil mencumbu payudaranya yang indah, tangan saya turun ke selangkangan Cindy dan merentangkan kedua pahanya sehingga Cindy dalam keadaan mengangkang dan badan saya ada di tengah kedua pahanya yang terbuka lebar. Melihat Cindy yang sudah mulai sangat terangsang, ciuman saya mulai beralih turun dan satu persatu saya mulai menciumi perut dan terus ke bawah.
Cindy sudah mulai dapat mengatur napasnya kembali ketika mulut saya sudah menjauhi kedua payudaranya dan beralih ke daerah perutnya. Setiap badan Cindy saya nikmati dan menciuminya lembut dan menjilatnya sampai ke pangkal pahanya. Napas Cindy mulai tidak teratur ketika saya mulai menjilati selangkangan Cindy tanpa menyentuh vaginanya sedikit pun. Saya sapu lidah saya berulang-ulang, naik-turun di selangkangannya silih berganti kanan dan kiri.
Vagina Cindy ditumbuhi bulu-bulu yang cukup lebat yang terlihat sudah sangat basah dan lembab oleh lendir kewanitaannya. Bau khas lendir kewanitaanya sudah sangat menggoda keinginan saya untuk menenggelamkan seluruh wajah saya di situ, tapi saya ingin Cindy benar-benar terangsang dan menginginkan saya lebih dari segalanya. Maka saya tahan keinginan saya itu dengan tetap menjilati selangkangannya dan juga memegang tangan Cindy yang berusaha mengarahkan kepala saya ke vaginanya.
"Sayang, apa yang kamu lakukan..? Ooh.. please, ciumin memek saya Sayang..! Please, suck my clit, please Sayang..! Fuck me, oohh.. please Sayang, jilatin memek saya..!"
Kata-kata kotor Cindy mulai keluar dan terdengar sangat merangsang libido saya. Keringat dingin Cindy mulai keluar menahan nafsunya sendiri karena saya masih belum menyentuh vaginanya dan tetap menciumi dan menjilati selangkangannya.
Cindy mengerang-ngerang dan menjerit-jerit, memohon saya untuk menggarap vaginanya dan akhirnya saya lakukan juga. Jari telunjuk saya yang sebelah kanan saya sapukan di sela-sela bibir vagina Cindy yang ternyata sudah teramat basah dan saya jilati jari telunjuk saya. Lalu dengan kedua tangan saya, saya buka bibir vagina Cindy yang sudah lengket dengan lendir kewanitaannya. Oh.., vagina Cindy sangatlah sexy di mata saya. Di balik rimbunnya bulu-bulu kemaluan Cindy, ternyata kulit vagina Cindy bagian dalam juga berwarna pink dengan kelentitnya yang sudah amat membengkak sebesar kacang.
Lalu saya sapukan lidah saya di belahan vagina Cindy dari atas ke bawah dan Cindy mulai menjerit kecil.
"Oougghh.. Sayang, oh iya Sayang.. please, don't stop. I like that, please fuck me Darling. Please.., please..!"
Cindy benar-benar sudah terangsang, dan kali ini saya jilati vagina Cindy berulang-ulang dari atas ke bawah, bawah ke atas bergantian. Saya jilat dan hisap semua lendir kewanitaannya dan saya benar-benar menyukai rasanya.
Setelah habis saya telan semua lendir kewanitaannya, bibir vagian Cindy saya buka lebar-lebar dan saya julurkan lidah saya lebih dalam ke lubang vagina Cindy. Dan setelah semua lidah saya masuk lalu saya keluarkan lagi dan saya lakukan berulang-ulang dan Cindy menyukainya.
"Sayang.., keep fucking me with your tounge..! Oh yes, oughh..!"
Tiba-tiba saya arahkan lidah saya ke kelentit Cindy dan saya jilat lidah Cindy sekilas tapi membuat Cindy berteriak. Cindy tidak mengira kalau lidah saya akan menjilat kelentitnya karena di situlah tempat paling sensitif buat Cindy tapi sekaligus mejadi tantangan buat saya untuk memuaskan Cindy.
Saya menjulurkan lidah saya untuk kembali mejilati kelentit Cindy. Cindy mulai menggelinjang dengan hebatnya dan menjerit kuat ketika saya menghisap kelentitnya dengan kuat. Pinggulnya terangkat dan badannya mengejang bersamaan dengan mengalirnya lahar panas yang sangat banyak dari lubang vaginanya yang sebagian juga membasahi bibir saya. Terus terang, saya menyukai orgasme yang berkali-kali dalam satu kali permainan, dan saya ingin Cindy juga merasakannya.
Maka ketika badan Cindy mulai melemah dan cairan dari vaginanya masih mengalir, saya masukkan dua jari saya ke dalam vagina Cindy sampai saya dapat menyentuh G-Spotnya. Cindy menjerit kecil ketika jari-jari saya mulai masuk ke dalam. Sambil saya jilati kembali kelentit Cindy, saya mulai mengocok vagina Cindy dengan memasukkan dan mengeluarkan dua jari saya di vagina Cindy berulang-ulang. Saya tahu kalau kelentit Cindy mulai sensitif dengan sentuhan karena Cindy berusaha untuk menjauhkan kepala saya dari selangkangannya. Tapi saya tetap menjilati dan menghisap kelentitnya sambil mengocokkan jari-jari saya di vaginanya. Tangan Cindy pun mulai berhenti meronta dan Cindy pun mulai menikmati rangsangan di vaginanya kembali.
"Oouughh.. Sayang. Keep fucking me..! Oohh yes.., faster, faster, darling..!"
Kocokan jari-jari saya di dalam vagina Cindy makin saya percepat dan makin dalam, begitu pula dengan hisapan dan gigitan saya di kelentitnya sampai Cindy mengalami orgasme sekali lagi dan akhirnya tubuhnya melemah. Sesungguhnya saya ingin menstimulasinya lagi agar Cindy dapat mencapai orgasme sekali lagi agar dia benar-benar puas, tapi saya kasihan melihat Cindy sudah kelelahan, dan ini pengalaman pertamanya dalam menikmati orgasme.
Cindy menutup matanya dengan napas yang masih terengah-engah dan saya memandanginya sambil membelai-belai rambutnya. Sekali-sekali saya mencium lembut pipinya. Ternyata saya benar-benar mencintai wanita ini.
Cindy tertidur pulas sampai hampir 20 menit, dan saya tidak bosan-bosannya memandangi wajahnya. Saya benar-benar tidak percaya kalau saat itu saya dapat melihat, memeluk dan mencium seluruh bagian tubuh Cindy. Saya juga hampir tidak percaya bahwa cinta saya pada Cindy tidak bertepuk sebelah tangan. Akhirnya Cindy bangun dan mengatakan bahwa ia sangat lemas dan ngantuk.
"Sayang, maaf yach Cindy ninggalin kamu tidur. Cindy lemas banget tapi juga puas banget. Kamu belum yach Sayang..? Kamu mau Cindy puasin juga..?"
Tapi mata Cindy terlihat sangat mengantuk dan saya tidak mungkin tega untuk memintanya memuaskan saya. Akhirnya Cindy saya tarik dalam pelukan saya.
"Ngga usah Sayang, kamu tidur aja di pelukan saya yach..!"
Cindy mengangguk dan langsung tertidur lagi, saya pun akhirnya tertidur juga.
Kira-kira jam 01.00 siang kami bangun dan mandi bersama-sama. Setelah kami bercinta lagi, barulah Cindy mulai belajar memuaskan saya dan saya benar-benar puas karena memang saya sangat mencintainya. Hari-hari kami lalui dengan penuh cinta dan juga bercinta setiap ada kesempatan dan kesempatan itu setiap hari dan kami dapat melakukan 3 kali dalam sehari.
Sampai 2 tahun tidak terasa kami harus berpisah karena Cindy takut tidak dapat hidup tanpa saya. Dia memohon saya untuk membiarkannya pergi karena dia ingin belajar menjalani hidupnya tanpa saya di sampingnya karena kenyataan seperti itulah yang harus kami hadapi di kemudian hari. Kenyataan bahwa kami harus berpisah. Kalau saya masih mempunyai kesempatan untuk bertemu Cindy lagi suatu saat kelak, saya akan tetap mengatakannya bahwa saya masih mencintainya dan saya tidak akan pernah berhenti mencintainya dalam keadaan apapun di kehidupan kami.