Sambil melemparkan kertas yang
sudah lecek itu ke lantai, Fani
menghenyakkan tubuhnya dengan
kesal ke kasur. Matanya menerawang,
wajahnya tampak galau. Sudah 2
bulan berlalu sejak Ema pindah ke
Surabaya mengikuti orang tuanya
yang dipindah tugas ke sana. Fani,
sang siswa kelas 2 SMP berwajah
cantik, berambut hitam panjang dan
lurus, dengan tinggi 162 cm dan berat
48 kg, seorang anak kecil yang baru
memasuki masa puber dan baru mulai
menjelajahi seksualitas tubuhnya,
merindukan kekasihnya, Ema, sang
adik kelas yang berwajah cantik
berambut cepak seperti lelaki. Fani
merindukan kasih sayang dan
kehangatan tubuhnya, serta
merindukan sentuhan lembutnya.
Namun surat dari Ema yang baru
diterimanya siang itu seakan tak
menunjukkan Ema juga merindukan
dirinya. Segalanya baik-baik saja dan
menyenangkan bagi Ema. Kesibukan
pindahan dan mengurus sekolah baru
dan segala tetek bengek lain
membuat Ema tak sempat menulis
surat lebih dini. Besok hari pertama
liburan sekolah, membuat Fani merasa
semakin kesepian dan sendirian. Air
mata mulai mengambang di pelupuk
mata Fani. Ia menggigit bibir
menguatkan hati dan memeluk guling,
berusaha melupakan kegalauan di
hatinya. Fani jatuh tertidur dengan
gelisah.
Esok paginya Fani keluar kamar dalam
keadaan yang lebih tenang. Fani turun
mendapatkan rumah sepi, hanya Iroh
sendirian sedang mengepel lantai.
Pembantu rumah tangga keluarga Fani
ini baru berusia 22 tahun, belum
menikah, namun tak seperti pembantu
idaman para lelaki nakal yang
umumnya seksi dan cantik. Walau
berdada montok, Iroh bertubuh agak
gemuk, berkulit hitam dan sama sekali
tidak cantik.
"Mbak Iroh, Mama ke mana?"
"Tadi pergi pagi-pagi banget, Neng.
Katanya ke rumah Bu Anwar," jawab
Iroh.
Setiap ke rumah Bu Anwar pasti
Mama pulangnya baru sore banget,
adiknya dibawa, berarti aku akan
semakin kesepian dan sendirian
seharian ini, pikir Fani. Ia pergi ke
ruang makan, meninggalkan Iroh
melanjutkan tugasnya, duduk dengan
pasrah di meja makan, meminum
segelas susu. Tak bersemangat, Fani
memutuskan untuk pergi mandi,
mungkin akan membangkitkan
semangatnya.
Fani bermaksud mengatur keran air
panas dan air dingin agar kehangatan
air sesuai dengan yang ia inginkan.
Namun Fani tak memperhatikan
bahwa posisi pengatur air sedang ada
di kiri, hingga saat membuka keran,
air dingin tak mengucur dari keran ke
dalam bathtub, melainkan langsung
mengucur dengan deras dari shower
di atas kepalanya, membasahi Fani
yang belum buka pakaian. Dengan
terkejut, Fani kontan menutup keran
kembali. Fani terpana menatap
dasternya yang basah cukup banyak
dan melekat di pahanya. Namun
kejadian ini memancing pikiran nakal
dalam benaknya. Ia tersenyum nakal.
Kali ini Fani memindahkan posisi
pengatur air lebih dahulu, lalu mulai
mengatur kedua keran hingga puas
dengan kehangatan air yang
mengucur dari keran. Lalu, tanpa
membuka dasternya, Fani
memindahkan posisi pengatur air
hingga air hangat mengucur dari
shower, membasahi seluruh tubuhnya
sekaligus seluruh pakaiannya. Fani
berdiri di bawah kucuran air, meraba-
raba tubuhnya dari balik dasternya
yang telah basah kuyup dan melekat
di tubuhnya. Ia sabuni tubuh yang
masih dibalut daster basah itu dengan
sabun cair hingga berbusa melimpah.
Fani terkikik geli melihat
pemandangan ini. Kenakalan ini
membangkitkan semangatnya
kembali, membuatnya berani.
Sendirian tak berarti tak bisa
menikmati suasana, pikirnya. Gesekan
tangannya tiba di selangkangannya
dan Fani pun menyelipkan tangannya
ke balik daster basahnya dan
menyabuni selangkangannya yang
masih terbalut celana dalam.
"Mmmhh.." Pikiran nakal dan sentuhan
pada bagian peka di tubuhnya mulai
membangkitkan birahi Fani. Ia
melanjutkan sentuhan-sentuhan
lembutnya pada selangkangannya,
lalu mulai menyelipkan sebelah
jarinya ke dalam celana dalamnya,
menyentuh bibir vaginanya yang telah
basah kuyup, selain oleh air hangat
dari shower, mungkin oleh lendir
gairahnya juga.
"Mmmhh.." Fani kembali mendesah
merasakan setruman rangsangan
hangat dan lembut yang disebabkan
oleh sentuhan jarinya sendiri itu.
Pikirannya semakin nakal dan
melayang ke khayalan sensual yang
telah lama tertanam dalam benaknya,
namun tak pernah benar-benar ia
khayalkan. "Mmmhh.." Dengan mata
terpejam, jarinya kembali bergerak
memberi gesekan lembut pada bibir
vaginanya, lagi, lagi, lagi, dan "CLACK!"
Tersentak dari khayalannya, Fani
membuka mata mendapatkan Iroh di
pintu kamar mandi dengan mata
terbeliak memandangnya.
"Ehh, ma'ap, Neng! Kok Neng Fani
mandi pintunya nggak dikunci?"
Fani sudah tak ingat bahwa ia lupa
mengunci pintu karena benaknya
terlalu disibukkan dengan khayalan
nakalnya untuk mandi tanpa melepas
pakaian.
"Lagian kok Neng Fani mandi masih
pakai daster sih?" tanya Iroh lagi
sambil matanya menyapu seluruh
tubuh Fani, dan terhenti dengan
terkejut pada tangan Fani yang
terselip ke balik dasternya, terjepit
selangkangannya.
"Ma'ap, Neng.. ma'ap.." kata Iroh
terbata-bata sambil beranjak keluar
dan menarik pintu kamar mandi.
"Mbak!" sentak Fani.
Iroh terhenti dalam keadaan pintu
setengah tertutup.
"Masuk, Mbak!" kata Fani.
Iroh tak bergerak.
"Sini!" sentak Fani lagi.
Dengan ragu, Iroh pun masuk kembali
ke kamar mandi. Fani sendiri baru
menyadari bahwa tangannya masih
terjepit di selangkangannya, namun
tatapan Iroh pada tubuhnya yang
terbalut daster basah melekat, penuh
busa sabun, dengan tangan di
selangkangan, tatapan Iroh pada
kenakalannya, tak membuat Fani
merasa malu atau takut, sebaliknya
hal itu semakin membangkitkan birahi
dalam dirinya. Rasa tertangkap basah
sedang berbuat nakal membuat
dirinya merasa jalang. Fani sangat
menyukai perasaan itu dan ia sangat
terangsang karenanya. Fani melepas
tangannya dari selangkangannya dan
menatap Iroh yang tertunduk tak
berani menatap majikan mudanya ini.
"Mbak Iroh tutup pintunya dulu, terus
duduk di kloset," kata Fani
memerintahkan, kali ini dengan
lembut dan tak menyentak. Iroh
dengan bingung menjalankan perintah
majikannya. Ia duduk di kloset duduk
yang tertutup itu, namun tetap
menunduk tak berani memandang
Fani. "Santai aja, Mbak," kata Fani lagi
dengan lembut, "Mbak lihat ke sini
dong," lanjut Fani dengan nada
memohon namun terbersit sedikit
nada nakal pada suaranya. Iroh ragu
dan tak langsung berani menatap
hingga Fani melanjutkan dengan
manja, "Mbaak.. ayo dong.. Nggak
papa kok."
Iroh akhirnya berani mengangkat
kepala mendapatkan Fani tersenyum
nakal ke arahnya, lalu menarik
dasternya yang telah basah kuyup
melekat pada tubuhnya itu secara
perlahan dan menggoda. Masih terus
terpercik air hangat dari shower, Fani
bahkan menggoyang-goyangkan
pantatnya perlahan dengan nakal
sementara dasternya semakin tertarik
ke atas, menampilkan celana dalam
yang sama basahnya. Iroh menelan
ludah antara canggung dan bingung
menyaksikan strip show nakal
majikan belianya yang cantik ini.
Akhirnya seluruh daster terlepas dan
Fani menyabetkan daster basah itu ke
arah Iroh sehingga air menciprat deras
pada sang pembantu.
"Ah!" pekik Iroh terkejut.
"Neng Fani nakal! Iroh basah nih!"
sentak Iroh walaupun tak bernada
marah, bahkan ia terkikik geli setelah
itu.
Fani tersenyum menyadari Iroh sudah
semakin rileks menghadapinya, dan
kata-kata "nakal" dari mulut sang
pembantu membuat darahnya
berdesir dan semakin membangkitkan
gairahnya.
Fani menjatuhkan daster ke lantai dan
mini set di dada mungilnya mulai
dilepas dan segera menyusul sang
daster di lantai. Di bawah percikan
shower, Fani yang kini tinggal
memakai celana dalam mulai meraba-
raba buah dada dan puting mungilnya
dengan lembut. Kepalanya terdongak
ke atas dan bibir tergigit merasakan
birahi yang mulai semakin merebak
dalam tubuhnya. Mendadak Fani
menengok dan menatap Iroh yang
tampak menyukai pertunjukan
sensual di depannya. Sepenuhnya
menyadari ada yang menyaksikan
kenakalannya membuat rangsangan
dalam diri Fani semakin meledak-
ledak. Dengan gerak semakin
menggoda, Fani mengangkat kedua
tangan ke kepala, mempertontonkan
ketiaknya yang putih mulus tanpa
bulu, sambil menggoyang-goyang
pantat dan dadanya dengan lembut,
perlahan dan sensual, di bawah
kucuran deras air hangat yang
menetes-netes dari tubuhnya. Fani lalu
menyibak rambutnya yang panjang
hitam dan basah itu hingga tersampir
di depan dadanya. Ia menatap mata
Iroh lalu menggerakkan bibirnya
memberi kecupan jarak jauh sampai
berbunyi, "Cup!" Iroh hanya bisa
tersenyum kecut melihat ini.
Fani berbalik lalu mulai melorotkan
celana dalamnya, juga secara
perlahan dengan gerakan pantat yang
semakin lama semakin menyembul
keluar itu, menggoda Iroh yang
menelan ludah menyaksikannya. Fani
menungging dan melepas celana
dalam dari pergelangan kakinya,
namun mempertahankan posisi itu
beberapa saat sambil menggoyang
pantat mulusnya dengan nakal dan
menggoda. Fani kembali berbalik
menghadap Iroh, lalu ia melempar
celana dalamnya secara asal hingga
menceplok keras di cermin,
membasahi cermin yang berkabut
oleh hawa panas dari air shower, lalu
perlahan-lahan celana dalam basah
sang gadis nakal merosot hingga
mendarat di wastafel. Fani
mengangkat sebelah kakinya ke
pinggir bathtub sehingga pahanya
yang kini mengangkang lebar itu
mempertontonkan vaginanya yang
telah merekah penuh birahi dan basah
kuyup oleh guyuran air hangat dan
lelehan lendir gairah. Tidak membuang
waktu, Fani langsung mendaratkan
jarinya menggesek-gesek vagina
mudanya yang berwarna merah muda
itu dari bawah ke atas secara
perlahan dan menggoda, membuat
Iroh menggigit bibir mengkhayalkan
kenikmatan nakal yang kini dirasakan
sang majikan belia.
"Mmm.. mm.. mm.. oohh.." desah Fani
mulai terdengar di sela nafasnya yang
tersengal-sengal menahan gairah
selagi jarinya menggesek-gesek
vaginanya. Gesekan jari Fani berhenti
di ujung atas vaginanya dan kini ia
mempermainkan klitorisnya yang
telah mengacung keras penuh birahi
itu dengan ujung jarinya, sementara
sebelah tangannya naik kembali
meraba-raba puting mungilnya. "Ohh..
ohh.. ohh.. mmhh.." Fani sedikit
membuka matanya yang terpejam
untuk melihat Iroh menggigit bibir
sambil kedua tangannya meremas-
remas ujung roknya, sementara kedua
pahanya dirapatkan dan saling
bergesek-gesek, tanda ia sendiri sudah
mulai terangsang dengan
pemandangan di depannya ini, dan
mungkin ditambah dengan khayalan
di benaknya sendiri. Pemandangan itu
membuat Fani semakin terangsang
dan mulai
www.ceritakita.hexat.comsemakin liar menggesek-
gesek klitoris dan vaginanya,
sementara tangan satunya mulai
meremas-remas buah dadanya
dengan kasar. Desah dan rintihan pun
mulai semakin sering terlepas dari
bibir mungilnya.
"Ngh.. ngh.. ngh.. ohh.. ohh.. ngh.. ngh.."
di antara keliaran gesekan jari dan
remasan tangannya, dengan birahi
yang mulai meledak-ledak, Fani
memasukkan jarinya yang telah
dibasahi lendir gairah ke dalam
mulutnya, menghisap lendir hangat itu
dengan penuh kenikmatan, lalu
kembali digesek-gesekkan pada
vaginanya. Terus Fani mengulangi itu
berkali-kali, sementara aliran air
hangat meleleh dari kepala melewati
dadanya yang terus diremas-remas
dengan liar, turun ke vaginanya yang
merekah mendapatkan serangan
rangsangan hebat dari jarinya.
Semakin liar dan bernafsu, Fani kini
menggunakan dua jari untuk menjepit
klitorisnya dari atas sambil kedua
jarinya itu menggesek-gesek
vaginanya yang telah melelehkan
lendir panas, sementara tubuhnya
mulai bergelinjang tak terkendali dan
mulutnya semakin liar merintih dan
mendesah. "Ngghh.. gghh.. ohh.. ohh..
Mbak.. Mbak.. Mbakk.. ohh.."
Rangsangan dan kenikmatan gairah
pada tubuh Fani mulai merebak
mencapai klimaksnya. Dengan tubuh
bergelinjang semakin liar dan gesekan
jari pada vagina yang juga semakin
kasar dan bernafsu, serta remasan
pada buah dadanya yang juga
semakin kasar dan liar, Fani
merasakan setruman rangsangan
penuh kenikmatan merebak dari
vaginanya ke seluruh penjuru
tubuhnya secara perlahan namun
terasa tak kunjung berakhir. Iroh
melotot tegang dengan tubuh panas-
dingin melihat Fani menggelinjang
hebat. "Ahh.. ahh.. ahh.. ahh!" Fani
menjerit-jerit tak terkendali
merasakan kenikmatan puncak yang
walaupun sebenarnya hanya
berlangsung beberapa detik ini, namun
terasa seperti berjam-jam meledak-
ledak dalam dirinya, sementara kedua
tangannya dengan kasar meremas
vagina dan buah dadanya yang
menjadi pusat kenikmatan terhebat
yang pernah ia rasakan selama
hidupnya ini.
"Gggaahh.." Dengan lenguhan
terakhirnya, Fani melepas ledakan
orgasme yang membuat seluruh
tubuhnya lemas bagai tak bertulang,
lalu ia pun menggelosor di bathtub,
duduk telanjang dengan mata
terpejam penuh kenikmatan
sementara air hangat masih terus
mengucur menyiram tubuhnya.
Iroh menghela nafas panjang disusul
nafas yang terengah-engah setelah
menyaksikan klimaks yang dinikmati
majikannya. Tak terasa, ternyata Iroh
pun banyak menahan nafas selama
pertunjukan nakal penuh gairah ini
digelar oleh Fani. "Mbak, tolong ambilin
handuk dong," pinta Fani pelan dan
lembut di sela nafasnya yang juga
tersengal-sengal. Iroh langsung
melesat keluar, selain ingin mengambil
handuk, juga sangat membutuhkan
udara segar untuk paru-parunya yang
terasa penuh kabut.
Fani menyelesaikan mandinya, lalu
mengeringkan badan dengan handuk.
Dengan tubuh dibalut handuk, Fani
keluar kamar mandi dan menghampiri
Iroh yang masih duduk saja di meja
makan, kebingungan, tak tahu harus
berbuat apa. Fani mengecup pipi Iroh,
lalu tersenyum. "Makasih ya, Mbak
Iroh, udah nemenin Fani. Kapan-kapan
lagi ya?" tukas Fani ceria, seakan itu
hanya kejadian biasa yang setiap hari
bisa terjadi di setiap keluarga normal.
Iroh hanya bisa mengangguk dan Fani
berlenggok meninggalkannya dengan
perasaan puas dan ringan.
TAMAT