Pertengahan September 2002, waktu itu menjelang musim hujan. Sebagai seorang karyawan yang bekerja di bagian promosi pada perusahaan alat-alat olahraga, maka perusahaan seringkali mengirimku untuk menghadiri berbagai macam acara dan kegiatan yang berhubungan dengan bidang olahraga baik didalam maupun diluar kota Jakarta.
Begitu pula pada bulan September ini, perusahaan menggelar suatu even yang cukup besar di wilayah Sumatera yang dipusatkan di kota Jambi. Sebuah turnamen berskala nasional itu berlangsung selama satu minggu dilanjutkan dengan beberapa kegiatan yang berhubungan dengan olahraga yang dipertandingkan.
Maka, perusahaan pun kembali mengirimku untuk pergi ke kota Jambi untuk menghadiri even tersebut dan tentu saja untuk melakukan penjajakan wilayah-wilayah baru yang belum dimasuki oleh perusahaan kami maupun untuk semakin memajukan produk-produk yang kami keluarkan.
Dan berangkatlah aku dengan pesawat pada 7 September 2002 dengan penerbangan pada jam 15.30 wib. Sebuah perjalanan yang cukup membosankan meski bukanlah suatu perjalanan panjang karena Jakarta – Jambi ditempuh hanya dalam waktu + 55 menit, hanya saja keenggananku untuk berangkat kali ini terasa sangat mengganggu. Cerita Gay http://ceritakita.hexat.com
Pada awalnya aku berusaha untuk menolak tugas ini, entah mengapa aku merasa sangat malas untuk pergi, bukan karena akan menghadapi pekerjaan berat dan membosankan tetapi aku enggan pergi ke kota Jambi yang menurut bayanganku hanyalah sebuah kota kecil yang akan membuat aku merasa tidak kerasan. Namun tugas tetaplah tugas, penolakanku tidak dikabulkan. Dan dengan sedikit terpaksa maka akupun berangkat.
Hampir jam lima sore aku sudah menginjakkan kaki di kota yang baru kali itu aku datangi. Dua orang yang menjemputku langsung membawaku ke sebuah hotel yang cukup bagus dan nyaman dengan suasana yang tenang. Aku menempati kamar tepat dibelakang ruangan receptionist di kamar 109.
Malam pertama di kota Jambi kulalui dengan perasaan sedih karena sendirian dan jauh dari Jakarta, setelah menerima kunjungan dari beberapa client hingga jam sepuluh malam, akupun lalui malam itu hanya dengan menonton televisi didalam kamar.
Selanjutnya aku mulai melalui hari-hariku dengan kegiatan yang cukup padat dari pagi hingga malam hari dan terkadang hingga larut malam. Mulai dari menghadiri pertandingan, konferensi pers, menghadiri rapat dan bertemu dengan beberapa perwakilan dari daerah-daerah di Sumatera.
Hari-hari yang sangat membosankan dengan kegiatan yang sama dan sebuah kota asing hingga membuatku hampir tidak berkutik meskipun sesekali client-clientku yang berasal dari Jambi mengajakku berkeliling kota tetaplah tidak banyak membantu kejenuhan yang aku rasakan.
Pertemuan-pertemuan dengan orang-orang yang cukup memiliki reputasi dan pendidikan serta pekerjaan yang mapan dan juga sebagai wakil dari perusahaan yang memiliki reputasi yang cukup bagus diwilayah Jambi dan kota-kota lain mengharuskan aku untuk selalu bersikap dan berpembawaan elegan dan berwibawa. Dan itulah yang lama-lama membuatku merasa semakin jenuh. Ingin sekali aku kembali ke Jakarta secepatnya.
Hingga sesuatu terjadi padaku, diantara hari-hari yang kulalui hadir seorang makhluk manis dengan membawa nuansa pelangi penuh warna. Seorang pemuda yang selalu setia mengunjungi kamarku hampir setiap hari, seorang siswa jurusan perhotelan yang sedang PKL di hotel tempatku menginap.
Wajahnya cukup tampan dengan tubuh yang bagus. Senyumnya yang selalu menghiasi bibirnya yang indah selalu tersungging diwajahnya setiap memasuki kamarku. Tutur sapanya halus dan ramah dengan suaranya yang khas dan terdengar berat namun indah dan seksi.
Semakin seringnya aku bertemu dengannya diantara kegiatanku yang membosankan membuat aku merasa sedikit terhibur dan semakin lama aku merasa tertarik kepadanya. Ingin rasanya aku mengajaknya berbincang namun aku tidak tahu bagaimana harus memulainya. Kami hanya berbincang seperlunya hanya sekedar basa-basi antara tamu dengan karyawan.
Hingga suatu hari kami terlibat perbincangan yang cukup akrab dan dengan alasan aku yang tidak mengerti kota Jambi maka aku memintanya untuk mengantarku ke warnet dan iapun menyetujuinya sore itu untuk mengantarku. Hatiku sangat berbunga-bunga waktu itu karena jauh dilubuk hatiku telah memiliki rasa suka yang semakin hari semakin terpupuk dengan subur.
Karena kesalah pahaman maka hari itu kami tidak jadi pergi, kami hanya saling menunggu. Dia di lobi hotel dan aku dikamarku. Kecewa rasanya tetapi biarlah mungkin dia ada keperluan lain atau mungkin dia memang lupa atau mungkin memang dia tidak mau pergi bersamaku..? itu yang ada dalam pikiranku saat itu. Dan akhirnya aku pendam kekecewaanku dan kembali larut dalam pekerjaanku yang tadinya sengaja aku tunda.
Esoknya ketika aku kembali bertemu dengannya dipagi itu (dan aku memang telah menunggunya sejak semalam karena aku sulit tidur) aku kembali dihinggapi rasa suka dan bahagia saat begitu mataku terbuka dan membuka pintu kamarku langsung tersembul wajah manisnya serta senyumnya yang menawan.
Dia menanyakan tentang kemarin dan dari situlah kami sama-sama tahu telah terjadi salah paham dan kamipun kembali membuat janji sore itu. Maka berangkatlah kami sore itu bersama. Selama dalam perjalanan hatiku gembira hingga membuatku diam-diam tersenyum.
Sesampainya disana kami langsung ke warnet dan kamipun main internet berdua di satu ruang karena ketika ia kutawari untuk main sendiri diruang yang berbeda dia menolaknya (padahal aku sangat berharap kan dapat bersamanya terus he..he..he..)
Kami main internet bersama-sama terkadang kami saling lihat dan dia selalu memalingkan mukanya dengan tersipu-sipu semakin membuatku gemas. Beberapa kali aku memintanya untuk menggeser duduknya hingga mendekat padaku tetapi usahaku baru berhasil setelah beberapa kali permintaan.
Awalnya kami hanya melihat situs-situs biasa ataupun membuka email. Lama-lama aku mencoba menggodanya untuk membuka situs porno dan diapun mengikuti kemauanku. Setelah itu aku coba memancingnya untuk membuka situs gay, aku ingin tahuh apakah dia memang seorang gay ataukah bukan.
Dia hanya tersenyum dan kembali menyerahkan semuanya padaku, maka akupun mulai membuka satu persatu gambar-gambar cowok-cowok cool berbugil ria dan memamerkan adegan bercinta yang sangat merangsang. Sesekali aku melirik kearahnya yang terlihat memandangi gambar-gambar itu dengan diam. Wajahnya terlihat bingung dan serba salah.
Kami juga sama-sama membaca erotic story satu demi satu. Aku sangat ingin meremas jemarinya tetapi keberanianku tidaklah sebesar itu. Diapun seekali melirik kearahku hingga pandangan mata kami bertemu, dia kembali tersipu-sipu. Aku memberanikan diri untuk meremas jemarinya. Dia terdiam dan memandangku dengan sorot mata penuh tanda tanya.
Maka akupun semakin berani untuk meremasnya dengan mesra dan sesekali aku beranikan untuk mencium pipinya. Dia kembali memandangkiu dan tersenyum malu. Lalu aku membisikkan kata-kata didekat telinganya dengan lembut, "Bolehkah aku sentuh 'milik'mu..?" dia kembali memandangku dan tersenyum malu-malu, aku dengan perlahan melepaskan jemarinya dan merembet naik melalui pahanya untuk kemudian menyentuh 'milik'nya dari luar. Dari situlah aku tahu dan dapat merasakan kalau 'milik'nya sedang ereksi. Rupanya ia juga terangsang dengan cerita erotis maupun gambar-gambar yang kami lihat.
Aku hanya menyentuhnya sekilas karena tidak ingin ia menganggapku kurang ajar. Selanjutnya kamipun kembali pada gambar dan cerita dilayar monitor didepan kami dengan sikapnya yang lebih rileks dan akupun bersikap lebih mesra, kulingkarkan tanganku untuk merangkul pundaknya dan meraih kepalanya serta menyandarkannya dibahuku. Sesekali pula kuusap kepalanya dengan lembut dan mesra.
Kurang lebih dua jam kami menikmati kebersaamaan itu dan untuk selanjutnya kami pergi makan dan pulang kerumah. Ia mengantarku hingga dipintu gerbang hotel. Sepanjang perjalanan ia hanya terdiam membisu sementara aku tersenyum bahagia karena pada akhirnya kudapatkan dirinya. Aku tahu ini sebuah awal yang sangat baik.
Sejak kejadian itu perasaanku tentang dirinya semakin tidak menentu. Aku semakin merasakan ada sesuatu dlam hatiku tentang dirinya dan aku selalu merindukannya setiap saat. Kalau satu hari saja aku tak melihatnya rasanya kerinduan itu semakin menggebu. Ya, aku telah jatuh cinta padanya.
Aku selalu mengharapkan dia yang datang kekamarku untuk membersihkan kamar ataupun mengantarkan pesanan dan keperluanku. Dan harapanku pun terkabul, dipagi harinya tanpa kuduga ia yang mengantarkan makan pagiku ke kamar. Waktu itu hari masih sangat pagi dan akupun masih tertidur ketika pintu kamarku diketuk dan ketika kubuka dengan malas serta mataku masih terpejam, aku sangat kaget mendapti dirinya yang berdiri didepan pintu, ini untuk pertama kalinya ia mengantarkan makan pagi untukku, biasanya selalu orang lain.
"Selamat pagi mas.. bagaimana tidurnya semalam..?" tanyanya dengan ramah disrtai senyuman manisnya. Wajahnya terlihat segar seolah tak ada kejadian apapun antara kami semalam. Aku hanya tersenyum menatapnya sambil bersandar diranjang. Aku tidak tahu mesti bilang apa, bahkan salamnyapun tidak aku jawab.
Ada perasaan malu dan sebagainya ketika kuingat kejadian semalam. Dan pagi itupun kami membuat janji kembali untuk pergi bersama untuk makan malam disebuah restaurant fast food aku memberanikan diri untuk berterus terang padanya akan apa yang aku rasakan dalam hatiku tentang dirinya.
"Ren.. aku ingin berkata jujur kepadamu.. kalau aku.." kataku memulai bicara dengan ragu-ragu. Ada ketakutan bagiku kalau kalau apa yang akan aku bicarakan membuatnya tidak lagi mau dekat denganku. Aku tatap matanya penuh kelembutan. Ia hanya terdiam memainkan pipet digelas yang berisi orange jus. Ia seringkali protes saat aku menatapnya.
"Saat ini.. aku tidak tahu apa yang sebenarnya aku rasakan tentang kamu.. yang pasti.. aku suka sama kamu.. aku.." aku terdiam sejenak menunggu reaksinya. Ia menatapku tak berkedip.
"Kalau saja aku bilang.. aku cinta sama kamu.. mungkin kamu tidak akan percaya.. karena aku tahu itu terlalu pagi kalau kukatakan.. tetapi percaya atau tidak itu yang aku rasakan saat ini.. aku.. aku jatuh cinta sama kamu.." aku berkata pelan dan sedikit menundukan wajahku. Tak kuasa aku menatap matanya yang teduh.
Harap-harap cemas aku menunggu reaksi dan apa yang akan ia katakan padaku. Aku berpikir dia akan marah atau meninggalkanku begitu saja, tetapi yang terjadi sungguh diluar dugaanku. Setelah ia menatapku tak berkedip dengan cukup lama, tiba-tiba ia menunduk dan memejamkan matanya untuk beberapa saat. Lalu terdengar suara isak tangisnya yang membuatku merasa sangat kaget.
Ia tengadahkan mukanya untuk menatapku. Air matanya meleleh. Ia berusaha menghapus dengan tangannya. Aku sangat bingung dibuatnya. Aku tidak tahu harus berbuat apa saat itu. Kalau saja saat itu kami hanya berdua atau paling tidak tidak banyak orang lain disekitar kami, aku ingin memeluknya dan memberikan kedamaian baginya.
Aku hanya menggenggam jemarinya sekilas karena takut orang-orang pada curiga yang sedari tadi beberapa dari mereka seringkali menatap kami dengan curi-curi pandang.
"Aku tidak tahu kenapa sih nasibku begini.." katanya dengan terbata-bata.
"Apa maksudmu..? maafkan aku kalau aku telah.." kataku bingung.
"Kenapa aku selalu bertemu dengan orang seperti mas..?" tanyanya kembali.
"Kenapa nasibku selalu jelek..? kenapa orang yang bilang suka sama aku selalu orang yang sama..?" katanya kembali sambil menahan isak tangisnya hingga membuatku semakin bingung dan merasa bersalah.
"Maksud kamu..?" tanyaku bingung.
"Ya.. orang seperti mas.. selalu laki-laki.. dan selalu orang Jakarta.. kenapa bukan perempuan yang mengatakan hal itu padaku.. aku selalu berharap ada cewek yang mengatakan seperti itu padaku.. " katanya sambil berusaha menahan isak tangisnya.
"Sangat jarang perempuan yang mau mengatakan perasaannya terlebih dulu pada laki-laki.. meskipun ia memang menyukainya.. " kataku perlahan.
"Aku pernah jatuh cinta pada teman sekolahku.. cewek.. tapi aku tidak punya keberanian untuk mengungkapkan perasaanku padanya.." katanya perlahan. Matanya sesekali terpejam.
Lalu ia menceritakan kisah hidupnya disekolah. Tentang perasaannya pada cewek itu dan juga kehadiran 2 laki-laki dalam hidupnya yang kesemuanya orang Jakarta dan kemudian pergi meninggalkannya meski ia sadari mereka pergi karena kesalahannya yang tidak mau menerima kehadiran mereka dalam hidupnya.
Malam itupun kami pulang hampir tengah malam setelah ia aku belikan majalah kesukaannya setelah aku coba paksa untuk membelikannya pakaian. Sepanjang perjalanan pulang kami hanya saling terdiam dengan pikiran masing-masing. Tanganku menggenggam erat jemarinya. Sesekali kami bertatapan walau tetap membisu.
Hari itu hari terakhirku berada di Jambi, aku bertekad dalam hatiku untuk bisa menghabiskan malam terakhirku bersamanya. Aku tidak peduli walaupun kami hanya sekedar jalan, makan atapun ngobrol saja dengannya.
Dan seperti biasa kami bertemu ditempat biasa dengan jam yang berbeda karena ternyata ia datang terlambat karena ia pulang terlebih dulu untuk mandi dan mengganti pakaiannya.
Malam itu ia terlihat sangat tampan dengan celana hitam dan kemeja jangkis warna biru dongker. Selanjutnya kami pergi untuk nonton film. Sepanjang film berlangsung ia dalam dekapanku (sebelumnya ia menolak aku peluk ataupun aku genggam jemarinya) hingga film berakhir.
Selanjutnya kami menikmati makan malam berdua sambil berbincang tentang banyak hal. Aku ceritakan tentang hadirnya seorang cowok yang juga sama-sama menginap dihotel tempatku tinggal yang nekat mengajakku kencan dan bahkan nekat tidur dikamarku meskipun telah aku usir secara halus.
Ia hanya tersenyum dan menggodaku setelah mendengar apa yang telah aku ceritakan padanya karena kebetulan iapun mengenalnya baik sebagai tamu hotel maupun sebagai sesama warga jambi karena cowok itu termasuk orang yang cukup dikenal sebagai selebriti di daerah Jambi.
Cowok itu memang cukup tampan dengan tubuh yang bagus tapi entah mengapa aku sama sekali tidak tertarik untuk bercinta dengannya. Padahal ketika malam itu ia tidur dikamarku seringkali ia mengajakku bercinta. Aku hanya memeluknya dan sesekali menciumnya karena ia tidur satu ranjang denganku padahal masih ada ranjang lain dalam kamarku tetapi ia menolaknya. Ia sangat ingin tidur dalam pelukanku.
Mungkin karena dihatiku hanya ada Reno dan karena memang sudah sifatku yang tidak mau menduakan siapapun yang aku cintai maka aku tidak mau bercinta dengan orang lain meskipun aku sempat terangsang oleh cumbuan cowok itu.
Semula Reno tidak percaya kalau kami aku dan cowok itu tidak terlibat hubungan seks meskipun aku telah berusaha menjelaskannya sampai-sampai aku harus mengucapkan kata sumpah baru ia percaya meskipun ia ucapkan kata percaya itu dengan tersenyum curiga.
Dalam hatiku aku merasa senang ia mencurigaiku seperti itu, itu berarti ia memang memiliki perasaan yang sama terhadapku. Meski ia tidak pernah mau jujur mengakuinya.
Selesai menikmati makan malam kamipun pergi ke sebuah hotel untuk menghabiskan malam itu bersama-sama (setelah sebelumnya sangat sulit untuk membujuknya meski ia mau menginap bersamaku dengan perjanjian tidak boleh terjadi apapun antara kami, dan akupun terpaksa menyanggupinya).
Begitu didalam kamar kami langsung rebahan sambil menonton TV dan tetap dalam keadaan pakaian yang utuh. Kami berbincang-bincang banyak hal termasuk cerita tentang cowok terakhir yang hadir dalam hidup Reno.
Ada perasaan tidak suka dan cemburu serta minder manakala ia menceritakan cowok yang bernama Ryan itu. Dari ceritanya terdengar Ryan adalan cowok yang melebihi segala-galanya dariku.
"Kenapa diam saja mendengar ceritaku..?" tanyanya ketika ia mendapatiku hanya terdiam menatap langit-langit.
"Tidak.. kelihatannya Ryan adalah cowok yang ideal dan sempurna.. kenapa kau menolaknya..?" tanyaku sambil menatapnya.
"Mungkin benar ia memiliki segala-galanya.. uang.. mobil.. dan juga perhatian yang sangat besar padaku.. tetapi.. entahlah.. aku tidak bisa menerimanya.." katanya sambil menatap televisi.
"Apa mungkin kau tidak pernah melakukan apapun dengannya..?" tanyaku perlahan tanpa menoleh padanya.
"Kamu tidak percaya sama aku..? Demi Tuhan.. kami tidak pernah melakukan apapun.. kami memang sering tidur bersama dalam satu kamar.. tapi tidak terjadi apapun.. " katanya sedikit keras. Ia menatapku tajam seolah ingin menyakinkanku atas perkataannya.
"Suatu malam.. kami tidur bersama dalam satu kamar.. dia diranjang dan aku dibawah.. saat aku tertidur.. ia menciumiku dan berusaha untuk mencumbuku hingga aku terbangun.. saat itu.. aku kaget dan emosi naik.. langsung aku pukul wajahnya dan juga tubuhnya.." ia terdiam sejenak.
"Aku maki dirinya dengan kasar.. kukeluarkan foto dan kartu namanya dari dalam dompetku serta merobek dan membuangnya didepan matanya.. aku tidak peduli dengan permohonan maaf yang ia ucapkan.. saat itu juga aku meninggalkan kamarnya dengan hati yang sangat kecewa.. ia telah mengingkari janjinya untuk sekedar berteman dekat tanpa adanya seks antara kami.." ia menatapku tajam hingga membuat jantungku semakin berdebar. Ia kembali merebahkan kepalanya diatas bantal.
"Keesokan harinya.. aku kembalikan semua pakaian dan barang-barang yang pernah ia berikan padaku.. aku hanya menyisakan satu stel pakaian yang aku kenakan kemarin saat malam minggu waktu ketemu sama kamu.." katanya mengakhiri ceritanya. Ia masih menatapku meski aku berusaha untuk tidak mempedulikannya. Aku hanya terdiam. Ada rasa sakit dan cemburu dalam hatiku.
Tiba-tiba Reno melingkarkan tangannya ketubuhku. Ia menatapku tajam lalu tersenyum saat pandangan mata kami bertemu. Ada gemuruh didadaku. Gemuruh yang begitu besar hingga aku takut ia akan dapat mendengarnya.
"Kenapa masih terdiam..? masih tidak percaya..? kamu marah..? cemburu.. nih..?!" katanya sambil tersenyum menggodaku, jemarinya memainkan ujung hidungku hingga aku tertawa karena kegelian.
Aku mendorong tubuhnya kesamping dan memukulnya dengan bantal. Kami tertawa bersama. Sakit hati dan kecemburuan yang aku rasakan sedikit mencair oleh candanya.
"Sudahlah.. sudah malam.. tidurlah.. kamu kan harus bekerja besok.." kataku. Lalu aku bangkit dan membuka kaosku dan kembali merebahkan tubuhku diranjang. Aku menyuruhnya untuk membuka bajunya agar tidak kusut dipakai besok pagi. Semula ia menolaknya tapi selanjutnya iapun mengikuti anjuranku.
Aku menggeser tubuhku keranjangnya (kamar kami double bed yang kemudian kami satukan), aku memeluknya dan mencium pipinya. Ia marah dan mendorong tubuhku.
"Apa-apaan sih.. kamu kan punya ranjang sendiri.. ingat janjimu..!" katanya dengan serius.
"Aku hanya ingin memelukmu.. ini malam terakhirku di Jambi.. malam terakhir aku bisa bersama dan menatapmu untuk terakhir kali.. aku tidak tahu kapan hal ini akan terulang.." kataku perlahan sambil kembali memeluknya, dan kali ini ia membiarkan aku memeluk tubuhnya dari belakang.
"Kenapa kamu tidak menerima ajakan Aldi untuk bercinta malam itu.. itu kan bagus.. atau cowok yang itu juga.. (ada satu cowok lagi sesama tamu hotel yang juga sangat dekat sama aku dan seringkali berada dalam kamarku cowok tampan dan aku juga menyukainya yang sayangnya ia bukan gay) daripada kamu susah-susah ngejar aku.." katanya tiba-tiba.
"Lagian Aldi kan selebriti disini.. ganteng.. dan terkenal pula.." katanya kemudian membuat telingaku risih.
"Kamu ini ngomong apa sih..? memangnya aku bisa semudah itu bercinta dengan orang..?" kataku.
"Dan lagi.. apa iya kamu ngga ngapa-ngapain sama dia..?" tanyanya bernada serius.
"Kamu ini jahat banget sih ngomongnya.. pokoknya sumpah.. nggak terjadi kayak gitu.. kamu nih nakal ya..!" kataku sambil mencubit dan menggelitiknya serta memukulnya dengan bantal. Ia berteriak kegelian dan membalas memukulku dengan bantal sampai kami kecapaian.
Mata kami saling bertatapan dan ketika aku berusaha untuk mencium bibirnya ia memalingkan wajahnya. Aku hanya terdiam dan kembali memeluknya dengan erat untuk beberapa saat.
"Aku paling tidak suka kalau tidur sama orang lain yang membelakangiku.." kataku kemudian. Tidak berapa lama kemudian iapun menelentangkan tubuhnya dan tetap membiarkan aku memeluknya. Kini aku bisa dengan leluasa menatap wajah tampannya yang sangat mirip dengan Jonathan artis pendukung sinetron 'Siapa Takut Jatuh Cinta'.
Karena tahu aku terus menatapnya maka ia menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Aku hanya bisa memeluknya dan spontanitas aku menyanyikan lagunya Audy yang berjudul 'satu jam saja'. Ia membuka matanya dan menatapku.
"Aku tidak ingin malam ini berakhir.. kalau saja aku bisa menghentikan waktu.. aku ingin kita terus seperti ini.. sampai kapanpun.. aku tidak tahu bagaimana kujalani hari-hariku nantinya di Jakarta tanpamu.." kataku perlahan sambil terus menatapnya.
"Kau mau menunda kepulanganmu ke Jakarta barang dua hari lagi..?" tanyanya tiba-tiba dan diluar dugaanku.
"Tidak bisa.. aku sudah tidak bisa menunda kepulanganku.. aku sudah tidak punya alasan lagi.. perusahaan sangat membutuhkanku.. dua hari yang lalu tugasku sudah selesai.. tetapi aku belum bisa berpisah sama kamu.. aku.. rasanya aku tidak sanggup berpisah sama kamu.." kataku perlahan.
"Kenapa kamu menyukai aku.. apa yang kamu suka dari aku..?" tanyanya dengan suara perlahan hampir tidak terdengar.
"Semuanya.. semua yang ada padamu.. aku.. mencintaimu Ren.. " kataku pelan dan terbata-bata. Tiba-tiba dia mendorong tubuhku dari pelukannya.
"Huh.. gombal.. apa memang semua orang Jakarta seperti itu.. bilang cinta pada orang yang baru dikenal.. paling-paling juga mau cari enaknya saja.. udah dapet.. ya udah.. lupa.. " katanya mencibir.
"Terserah apa katamu.. tapi aku mengatakan yang sebenarnya.. " kataku berusaha menyakinkannya. Kutatap matanya tanpa berkedip lalu aku beranikan untuk mencium keningnya dengan lembut. Ia hanya terdiam dan memejamkan matanya.
"Tidurlah Ren.. aku tidak ingin tidur.. aku takut waktu akan berlalu dengan cepat kalau aku tertidur..!" kataku sambil mempererat pelukanku ditubuhnya.
Reno memejamkan matanya dan membiarkan aku sesekali mencium pipinya yang halus.
Pikiranku melayang jauh. Aku tahu sat itu banyak orang yang datang ke hotel tempatku menginap untuk sekedar berkunjung dan mengucapkan selamat jalan padaku. Tapi aku tidak peduli, aku tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan yang ada.
Ada rasa sesal telah bertemu dan jatuh cinta pada Reno. Ada rasa bersalah telah menyeretnya dalam kehidupan lain yang mungkin belum begitu dikenal olehnya. Aku berusaha menduga-duga apakah ia juga memiliki perasaan yang sama seperti yang aku rasakan. Tapi aku merasa yakin kalau iapun memiliki perasaan yang sama hanya saja ia tidak mau mengakuinya dengan jujur.
Aku tak berhenti menatap wajahnya dan juga ketiaknya yang ditumbuhi bulu yang cukup lebat. Sebuah pemandangan yang sangat indah. Warna bulu yang hitam mengkilat itu sangat kontras dengan warna kulit tubuhnya yang putih bersih.
Mataku terus menelanjangi tubuhnya hingga ke dadanya yang bidang tertutup singlet putih dan terus hingga kebawah dan berhenti diselangkangannya yang terlihat menonjol. Aku tahu dibalik celana itu tersembunyi sesuatu yang indah dan menggairahkan. Dan aku mulai terangsang karenanya. Aku memeluknya semakin erat. Kemudian mataku terus menatanya dan semakin ke bawah sepasang betis (celananya digulung hingga betis) yang indah dan putih mulus dengan dihiasi bulu-bulu lembut. Sangat erotis.
Aku semakin terangsang. Tanpa sadar aku mendesah dan semakin mempererat pelukanku. Aku tatap wajahnya dengan mata yang terpejam. Aku bereusaha merengkuh tubuhnya hingga wajahnya berhadapan dengan wajahku. Birahi yang telah membakar tubuhku terasa semakin menggelora. Nafasku mulai memburu. Dengan perlahan aku memberanikan diri untuk mencium pipinya dan kemudian bibirnya yang indah.
Aku hanya berani mengecupnya tanpa berani berbuat lebih. Sementara tanganku mulai liar menyelusup dibalik singletnya dan menelusuri dadanya yang bidang hingga perutnya yang rata. Tak ketinggalan pula kedua puting susunya aku mainkan dengan jari-jariku.
Aku semakin terbakar birahi. Nafasku semakin memburu. Aku kembali mencium bibirnya dan sedikit mengulumnya. Aku sudah tidak mempedulikan ketakutanku kalau-kalau ia akan marah karenanya. Dan diluar dugaan ia hanya terdiam meski juga tidak membalas ciumanku.
Saat itu aku berpikir kalau ia sudah tertidur, lalu untuk memastikannya aku coba untuk memanggil namanya. Dan ketika ia kupanggil ia hanya menjawab kata 'ya' dengan suara parau. Maka kutahu ia telah terangsang dengan apa yang aku lakukan.
"Kamu belum tidur..?" tanyaku disela-sela nafasku yang memburu karena nafsu yang bergejolak. Aku hanya ingin memastikan apakah ia tahu kalau aku telah mencumbunya sedemikian rupa.
"Belum.." jawabnya datar untuk kemudian terdengar desahannya. Nafsuku semakin terpacu. Kontolku semakin mengeras dibalik celana dalamku. Aku langsung menyerbu bibir indahnya untuk mencium dan mengulumnya. Dan kali ini ia membalas ciumanku dengan penuh nafsu pula.
Kami berciuman dengan penuh gairah. Tangan-tangan kami mulai liar menelusuri dan meremas-remas setiap bagian tubuh yang dapat tergapai. Tanganku meremas kontolnya yang ereksi dengan kencang dibalik celana panjanganya.
Kami sama-sama mendesah diantara ciuman-ciuman kami yang liar dan penuh nafsu. Tangankupun semakin berani bermain diatas celananya, mengelus dan meremas dengan kencang. Aku berusaha untuk membuka celananya dan menelusupkan jemariku kebalik celana dalamnya.
Kini, kontolnya yang cukup besar telah berada dalam genggamanku. Aku mainkan dengan lembut dan sesekali meremasnya dengan kencang hingga membuatnya mendesah kuat. Ia terus mendesah. Tangannya tak berhenti meremas tubuhku dengan kasar.
Kami sama-sama masyuk kedalam kubangan birahi yang begitu dalam dan pekat hingga tak lagi mampu menyingkapkan tabir baik ataupun tabu dalam bahasa manusia berasusila. Yang ada hanyalah nafsu dan nafsu serta kenikmatan yang bergelora. Kenikmatan yang telah meluluh lantahkan semua keimanan dan batas-batas kewajaran.
Percumbuan kami semakin panas. Bibirku mulai menelusuri lehernya dan melahap ketiaknya yang begitu seksi dan indah dengan bulu-bulu yang lebat. Dan terus kutelusuri hingga kedada. Kumainkan puting susunya dengan bergantian, kuhisap dan kusedot serta sesekali kugigit dengan mesra dan penuh nafsu.
Tubuh Reno menggelinjang dengan kuat sekuat dengan desahan dari bibirnya. Tangannya tak berhenti menggapi-gapai dan meremas rambutku kuat-kuat. Aku semakin melebarkan penjelajahan atas anatomi tubuhnya melalui bibirku hingga terhenti pada bagian yang paling disukai dari tubuh laki-laki.
Sejenak aku berhenti dan menatap kontolnya yang tegang menantang dibalik celana dalamnya yang mini dan seksi serta ketat itu. Kontol itu terlihat begitu indah dan menggairahkan.
Kuremas kontolnya yang bergerak-gerak seolah berusaha untuk membebaskan diri dari kungkungan yang menjeratnya. Kujilat dengan perlahan dan kuhisap ujung kepalanya yang membayang dengan jelas didalam celana dalamnya. Hisapanku semula perlahan hingga kemudian kencang membuat Reno semakin mnggelinjang.
Sesaat aku berhenti untuk membuka singlet yang dikenakan oleh Reno dan kemudian singlet yang aku kenakan. Aku kembali pada mainan terbaik yang pernah kutemukan. Dengan perlahan aku membuka celana dalamnya. Dan mencuatlah kontolnya yang indah menantang. Aku meremasnya sesaat dan menggenggamnya dengan erat. Kontol itu mengejang dalam genggamanku.
Kutelusuri reliefnya yang indah dari pangkal hingga kepala yang terlihat lebih besar dari batangnya. Aku hisap kuat-kuat kepalanya hingga batangnya berusaha aku telan dan masukan dalam mulutku.
Sambil terus menghisap kontolnya, tanganku berusaha untuk melepaskan celana dalam serta celana panjang yang ia kenakan. Kini tubuhnya telah telanjang tanpa sehelai benang sekalipun.
Kutatap sejenak tubuhnya yang polos tergolek diatas kasur busa yang empuk. Tubuh yang indah dan mengundang siapapun untuk menjamahnya. Bibirku kembali menelusuri perut, dada dan akhirnya sampai dibibirnya. Kami kembali saling berciuman mesra. Sebelum akhirnya aku kembali pada kontolnya yang telah menantikan bagiannya dariku.
Aku terus mencumbu bagian tubuhnya yang paling indah dan sensitive itu. Tidak hanya batang dan kepala yang kuhisap tetapi juga buah pelih yang menggantung dan dipenuhi bulu-bulu lembutpun tak luput dari sapuan bibir dan lidahku yang terus saja menjulur bagai ular yang kelaparan.
Jemariku terus bergerilya meremas semua bagian tubuhnya yang masih dapat targapai. Hinga akhirnya kutemukan pelabuhan terkahir tepat dibawah kontolnya. Satu persatu jari-jariku bermain disekitar lubang anusnya yang lagi-lagi ditumbuhi bulu-bulu halus. Satu-persatu pula jemariku menelusuri liang gelap yang menyebarkan aroma seksi dan menggoda.
Reno semakin menggelinjang. Ia berusaha untuk menahan tanganku dianusnya. Tetapi aku terus membuatnya tidak berkutik dengan hisapan-hisapanku dikontolnya itu.
"Oh.. jangan.. jangan.. ahh.. " katanya disela desah nafasnya yang memburu. Aku tidak mempedulikan ucapannya itu bahkan aku mengganggapnya sebagai pecutan untukku dapat berbuat lebih dan lebih.
Ketika lubang anusnya telah sedikit longgar dan licin oleh air liurku maka akupun segera membasahai kontolku dengan air liurku pula. Lalu aku mulai membimbingnya pada posisi yang lebih enak dan tepat.
Sesaat kemudian kulepaskan kontolnya dari mulutku. Aku mengangkat kedua kakinya dan meletakannya dipundakku. Kuangkat sedikit pantatnya dan kutaruh diatas kedua pahaku, dan dengan perlahan-lahan aku mulai membimbing kontolku yang terasa panas dan berdenyut-denyut itu untuk mulai melakukan penetrasi pada anusnya.
Setelah tepat berada dilubang maka perlahan-lahan aku dorong kontolku kedalam lubang anusnya. Dengan disertai desahan dan erangan dari bibir Reno, kepala kontolkupun mulai masuk dan tenggelam dalam liang kenikmatan itu.
"Ohh.. jangan.. jangan.. Sakit.. ohh.. " ia mengerang. Tangannya berusaha menahan pahaku. Tetapi aku tidak mengindahkannya, aku terus mendorong kontolku agar semain dalam dan tenggelam. Dan ketika seluruh kepalaku telah berada dalam anusnya maka dengan sekali sentakan aku dorong pantatku kedepan dan berbarengan dengan teriakan dari mulutnya kontolkupun telah berhasil dengan gemilang menembus lubang pantatnya yang sempit.
Aku memeluknya dengan erat, kenikmatan yang aku rasakan sangatlah indah dan tak dapat terungkap dengan kata-kata. Reno memeluku dengan ketat. Kutatap matanya yang teduh lalu kucium bibirnya yang indah sambil kumulai menggoyangkan pantatku. Kemudian aku terus memacu laju kontolku didalam pantatnya. Selanjutnya kamipun terus bergumul dalam birahi indah yang hanya bisa kami berdua yang menikmatinya saat itu.
Sementara itu malam kian merangkak jauh meninggalkan peraduannya untuk kemudian menyongsong gulita yang semakin pekat. Udara malam yang selalu saja dingin ditambah pula hawa dingin AC diruangan itu serta sepinya malam seolah jadi suatu irama tersendiri yang mampu memacu kami semakin buas dan liar dalam pagutan dan rintihan-rintihan birahi.
Ruangan yang hanya diterangi oleh cahaya televisi yang menyala sesuai dengan keinginannya sendiri menjadi satu sensasi indah yang membaur antara musik, celoteh, serta erangan dan desahan-desahan dari mulut kami berdua.
Aku semakin memacu langkahku untuk semakin mendekati puncak surgawi nan indah yang telah dengan begitu yakin kan mampu terrengkuh olehku. Pendakian yang melelahkan yang telah ditempuh dalam perjalanan panjang penuh liku pada akhirnya semakin dekat diujung pendakian.
Hingga akhirnya pendakian itupun berakhir menjadi sebuah sensasi yang begitu terasa hidup dan meghentak. Seperti halnya sebuah bom waktu yang terlalu lama terdiam menantikan saat-saat pembebasan hingga pada akhirnya meledak dengan suara yang begitu keras menggema. Seperti halnya air bah yang telah terbendung sekian lama hingga tak terhitung berapa banyak air tergenang kini telah bebas menyemburkan air dengan kekuatan terlalu besar untuk dapa tercegah.
Kudorong pantatku sekuat-kuatnya dan membiarkan kontolku tenggelam begitu dalam kedalam liang anusnya. Tubuhku terkulai lemas diatas dadanya. Kupeluk ia dengan sangat erat. Aku hanya ingin mengungkap sebuah kepuasan yang telah tercipta dan terwakili oleh tubuhku yang menggigil kuat.
Reno meremas rambutku dengan kuat dan menselonjorkan kakinya lurus-lurus kedepan. Ia memeluku dengan kuat dan mencium rambutku dan membiarkan tubuhku terkulai sejenak diatas tubuhnya.
Dengan perlahan kucabut kontolku dari dalam liang anusnya. Kami sama-sama mengerang manakala kontolku terlepas. Kubaringkan tubuhku disisinya sambil terus memeluknya. Tiba-tiba Reno membalikkan tubuhnya dan menelusupkan wajahnya kedadaku sambil memeluku erat, dan tiba-tiba ia terisak.
"Kenapa harus seperti ini.. kenapa.. kenapa ini harus terjadi..?" katanya disela-sela tangisnya yang semakin kencang. Aku menjadi bingung karenanya. Ada rasa sesal dan rasa bersalah menggayuti hati dan pikiranku saat itu. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan. Aku tahu dan sadar kalau aku telah bersalah terhadapnya, aku telah mengingkari janjiku. Aku hanya bisa memeluknya dengan erat dan kuciumi seluruh wajahnya penuh rasa bersalah dan juga rasa cinta dan sayang dengan segenap jiwa ragaku.
"Maafkan aku Ren.. maafkan aku.. aku mencintaimu.." hanya itu yang dapat aku ucapkan saat itu. Kubiarkan ia menangis didadaku.
"Ini kan yang kamu cari dari aku..? ini yang kamu inginkan dariku..!" katanya setelah ia berusaha untuk tenang dan menahan perasaannya.
"Maafkan aku Ren.. seharusnya hal ini tidak terjadi.. tapi kamu harus tahu .. aku lakukan ini bukan semata-mata karena nafsu.. tapi karena rasa cinta dan sayangku yang begitu besar padamu.. maafkan aku.. aku akan belajar untuk terus mencintaimu.. meskipun jarak kita begitu jauh.. " aku memeluk tubuhnya semakin kencang, ingin sekali aku melakukan sesuatu untuk dapat menebus kesalahan yang sudah terjadi, tapi aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan.
Reno masih sesenggukan didalam dadaku, aku tarik selimut untuk menutupi tubuh kami yang menyatu dalam keadaan masih telanjang dan kembali aku memeluknya dengan erat. Reno menengadahkan mukanya untuk memandangku. Ada rasa sesal, sedih, bahagia dan entah apalagi tersirat dari dalam sorot matanya yang tak berkedip menatapku.
Tak kuasa rasanya aku menatap matanya. Ada rasa bersalah dan juga rasa takut hadir dalam hatiku. Dengan ragu-ragu aku mengusap pipinya dan merengkuh wajahnya hingga mendekat ke wajahku.
Dengan perlahan kukecup keningnya dan kucium bibirnya dengan lembut dan mesra.
"Aku harap kau mau menerima diriku dan juga cintaku.. aku tahu jarak kita terlalu jauh.. kemungkinan kita untuk bertemu sangatlah kecil.. tetapi aku akan berusaha untuk memelihara cintaku.. aku yakin.. kita akan bertemu kembali suatu hari.. walaupun entah kapan dan dimana.." aku kembali mencium bibirnya dengan mesra dan iapun membalasnya dengan lembut dan mesra. Tanganku mulai bergerilya mengusap punggungnya yang terasa dingin oleh AC perlahan jemariku turun hingga kepantanya dan bermain-main sejenak disana untuk kemudian kembali menjelajahi tubuhnya bagian depan. Reno mulai mendesah, ia luruskan tubuhnya dan sedikit membuka kakinya manakala bibirku mulai liar menjelajahi bagian tubuhnya yang paling sensitif itu.
"Aku ingin kau melakukan seperti apa yang sudah aku lakukan padamu sekarang..!" kataku ditelinganya dengan perlahan sementara tanganku terus bermain didaerah genitalnya.
"Tidak.. sebaiknya hentikan.. jangan lakukan lagi.. aku.." katanya diantara suara desahnya. Ia berusaha untuk melepaskan tanganku dari kontolnya.
"Kenapa.. aku ingin kita sama-sama mengalami sesuatu yang sama.. aku ingin kau melakukan itu untukku Ren.. please.. lakukan itu padaku..!" aku tidak peduli dengah penolakannya, aku terus saja mengulum dan membuat kontolnya tegang.
Dengan perlahan aku menaiki tubuhnya sambil jemariku memainkan lubang anusku sendiri untuk dapat dimasuki oleh kontolnya. Beberapa saat kemudian setelah aku merasa cukup aku mulai mengatur posisi tepat diatas kontolnya dan mulai mencoba memasukkan kontolnya kedalam lubang anusku secara perlahan.
Reno berulangkali melarang dan meminta segera menghentikan apa yang aku lakukan tetapi aku tidak mempedulikannya. Aku terus saja berusaha melakukan penetrasi namun belum juga berhasil.
"Please.. jangan lakukan itu.. aku tidak ingin melakukan itu sekarang.. aku hanya ingin kau memelukku saat ini.. " katanya sambil menatapku lembut. Aku melepaskan tanganku dari kontolnya dan mulai membaringkan tubuhku disamping tubuh polosnya. Aku kembali menarik selimut untuk menutupi tubuh kami berdua. Aku menatapnya dengan lembut lalu mencium bibirnya dengan mesra dan untuk selanjutnya merengkuh tubuhnya dalam pelukanku.
"Kamu jadi pulang besok sore..?" tanyanya kemudian.
"Ya.. pekerjaanku sudah selesai.." jawabku datar.
"Maukah kau menunda kepulanganmu barang 1-2 hari lagi..?" katanya kemudian sambil menatapku sekilas lalu menundukkan kepalanya. Ada rasa sedih tergambar dalam raut wajahnya. Aku mendesah dan dapat mengerti apa yang ada dalam hatinya. Dan sesungguhnya aku sendiripun tidak ingin berpisah darinya. Aku tidak ingin meninggalkannya.
"Aku.. aku tidak bisa melakukan itu.. seharusnya dua hari yang lalu aku pulang ke Jakarta tetapi aku menundanya.. karena aku tidak bisa berpisah denganmu.. aku belum sanggup.. aku mencintai kamu.. " kataku perlahan sambil menatap wajah tampannya.
"Kenapa kau tidak menundanya lagi.. kau bisa cari-cari alasan apa.." katanya kemudian.
"Tidak Ren.. sudah tidak ada alasan lagi bagiku.. dan lagi banyak sekali pekerjaanku di kantor.. kasihan mereka yang harus menghandlenya.." jawabku disertai desahan. Reno.. kalau saja kau tahu betapa besar rasa cinta dan sayangku padamu.. kalau saja kau tahu betapa besar ketakutanku untuk berpisah denganmu..
"Ren.. kamu tahu.. aku sangat takut berpisah denganmu.. aku tidak bisa bayangkan bagaimana kujalani hari-hariku tanpamu.. aku pasti aku selalu merindukanmu.. aku tahu aku bakalan nggak bisa berhenti memikirkanmu.. aku akan sangat tersiksa.." kataku sambil terus menatap matanya.
"Di Jakarta kan banyak yang lain.. bisa dicari dengan sangat mudah.. cakep-cakep lagi.." katanya sambil tersenyum.
"Kamu ini.. kamu pikir aku bisa dengan mudah jatuh cinta ataupun bercinta dengan orang..?! Aku tidak semudah itu.. orang ganteng itu banyak memang tetapi.. tidak semua orang bias membuatku jatuh cinta..!" kataku sedikit bernada kencang.
"Ah.. itu kan teorinya.. dan lagi.. kalau ada yang nawarin masa iya nolak terus kan ngga juga.." katanya lagi.
"Terserah deh apa katamu.. kalau kamu menganggap aku tipe orang seperti itu ya sudah.." kataku datar. Aku memejamkan mataku dan menikmati kesendirian disisi tubuhnya. Tiba-tiba ia memelukku dan mengajakku bercanda.
"Wah.. marah nih.. segitu aja marah sih.." katanya dan lagi-lagi jemarinya memainkan ujung hidungku sambil tertawa.
"Aduh.. apa-apaan sih..? sudah ah.. " kataku sambil berlagak marah dan mendorong tubuhnya kesamping. Reno tertawa dan mengambil bantal serta memukulkannya ke wajahku. Kami tertawa bersama dan bercanda dengan saling memukul bantal hingga kami sama-sama lelah hingga terdiam diranjang. Hatiku sangat bahagia waktu itu dan tu semakin membuatku bersedih manakala kuingat kalau besok sore aku harus berpisah dan meninggalkannya disini.
"Mendengar ceritamu tentang Ryan.. kelihatannya aku tidak ada apa-apanya sama sekali.. seperti langit dan bumi.. kalau saja aku harus bersaing dengannya.. aku pasti tidak akan sanggup.. terlalu jauh perbedaan diantra kami.." kataku sesaat setelah sama-sama terdiam.
"Jangan bicara seperti itu.. belum tentu orang ganteng dan memiliki segalanya bisa membuatku jatuh cinta ataupun bisa membuatku merasa tertarik karenanya.. dan kamu.." katanya lalu terdiam.
"Maksudmu.. kamu juga jatuh cinta padaku seperti aku jatuh cinta padamu..?" tanyaku dengan nada girang sambil menatap bola matanya.
"Ah.. sudahlah.. jangan bicarakan hal itu.. aku tidak tahu.." katanya datar. Terlihat ia berusaha untuk menghindar dari pertanyaanku.
"Tidurlah.. besok kan kamu harus kerja.. aku berusaha untuk tidak tidur.. aku ingin memelukmu sepanjang malam.." kataku sambil mencium pipinya dan memeluk tubuhnya. Reno mulai memejamkan matanya. Sejenak kupandangi wajahnya, ada rasa bahagia, bangga dan entah apalagi yang aku rasakan saat itu telah dapat melewati malam terakhir bersamanya.
Malam terus merangkak meninggalkan peraduannya. Gulita yang membayangi waktu terlihat semakin nyata menebar keangkuhan dan keyakinannya menyelimuti bumi beserta seluruh isi jagad raya. Kesunyian yang tercipta di ruang itu terasa semakin sunyi hanya desir angin dari kisi-kisi AC yang menebarkan hawa dingin seolah menjadi saksi akan menyatunya dua jiwa dalam peraduan hati penuh gelora yang seolah tertumpah tanpa ada yang bisa mencegah.
Waktu terus berjalan hingga diujung perjalanan. Hawa dingin yang menyelimuti jalanan yang telah begitu sepi tidak saja meluluhlantahkan debu-debu jalanan tetapi juga setiap insane yang masih saja terjaga entah karena sebuah tugas ataupun keterpaksaan.
Dua insan sesama jenis itu masih saja meringkuk dibalik selimut dalam keadaan masih telanjang. Wajah-wajah yang terlelap diselimuti berjuta rasa dan hanya mereka yang tahu apa yang mereka rasakan.
Perlahan aku menggeliatkan tubuhku dan memeluk tubuh Reno semakin erat manakala kurasakan dingin begitu menusuk hingga tulang tubuhku. Mataku sedikit terjaga dan kupandangi sesaat wajahnya yang masih terlelap tanpa berkedip. Aku tersenyum bahagia mendapati dirinya masih dalam pelukanku manakala aku membuka mataku untuk pertama kalinya dihari itu. Tiba-tiba Reno menggeliat dan memeluku dengan erat. Aku kembali tersenyum. Ia membuka matanya dan menatapku sejenak lalu kembali menutup matanya.
"Jangan pandangi aku seperti itu..!" katanya dengan suara serak dan matanya masih terpejam.
"Aku mencintaimu.." kataku sambil merengkuh wajahnya hingga mendekati wajahku lalu aku cium kening serta pipinya. Ia membuka matanya dan memandangku sambil tersenyum.
Aku kembali menciumnya dan kini beralih kebibirnya. Kukecup dan kulum bibirnya yang seksi. Reno membalas ciumanku dengan mesra. Sementara tanganku mulai bergerilya meraba dan meremas punggungnya serta bagian-bagian tubuhnya yang lain.
Selanjutnya kami kembali masyuk kedalam biduk kemesraan yang begitu dalam tanpa batas. Keduanya saling meremas dan menggelinjang oleh nafsu yang semakin membakar tubuh mereka.
"Lakukan Ren.. aku ingin kau melakukan itu padaku..!" kataku disela-sela deru nafasku. Aku mengatur posisi sedemikian rupa diatas tubuhnya untuk dapat melakukan penetrasi. Beberapa kali dicoba tetap saja tidak berhasil lalu kami merubah posisi dengan turun dari ranjang serta mencoba kembali sambil berdiri.
Dengan bertumpu pada bibir ranjang aku membungkukan tubuhku dan membuka pahaku lebar-lebar. Setelah dirasa cukup ia permainkan lubang anusku maka dengan perlahan ia mulai menusukkan kontolnya kedalam pantatku. Sedikit demi sedikit dan disertai erangan kecil dari bibir kami berdua, kontolnya mulai bias masuk dengan perlahan. Hingga akhirnya bukan hanya palkonnya tetapi seluruhnya masuk kedalam pantatku dengan disertai jeritannya yang cukup kencang.
Sesaat kami sama-sama diam. Ia mengatur nafasnya yang memburu lalu kemudian dengan dibantu oleh tanganku iapun mulai menggerak-gerakkan pantatnya maju mundur dengan irama yang teratur. Aku mengimbanginya dengan menggerakkan pantatku serta kadang memutarnya disela-sela desahan dan eranganku.
Keduanya terus berpacu dan mendaki bukit-bukit terjal dalam deru nafas yang memburu. Hingga akhirnya setelah beberapa saat kemudian keduanya sama-sama mulai mencapai garis finis dalam pendakiannya. Dan dengan disertai erangan dan jeritan kecil diantara ranjang yang derit mereka sama-sama melenguh dan sampai pada klimaksnya.
Reno menekankan pantatnya semakin dalam saat ia merasakan orgasme, tangannya mencengkram pinggangku dengan kuat lalu memeluk tubuhku dengan kencang pula. Kulepaskan pegangan tanganku pada sisi ranjang dan dengan perlahan aku bangkit berdiri.
Reno memekik tertatahn manakala kontolnya terlepas dari pantatku. Aku emnatapnya dengan tersenyum. Lalu kami saling berpelukan dengan mesra.
"Kita pulang sekarang.." katanya dengan suara sedikit parau. Entah kenapa aku sendiri tidak tahu. Lalu ia pamitan untuk mandi terlebih dulu. Beberapa saat kemudian kami meninggalkan hotel tempat kami menghabiskan malam terakhir kami sambil menikmati indahnya cinta kami berdua.
Sepanjang perjalanan kami lebih banyak terdiam. Aku terlalu sulit untuk menyelami apa yang ada dalam hatiku dan akupun sama sekali tidak bisa menebak apa yang ada dalam hatinya.
"Aku harap kau mau mengantarku ke bandara sore nanti.." kataku pelan setelah kami berada dalan kendaraan umum yang membawa kami kembali ke hotel tempatku menginap.
"Aku tidak tahu.. aku harus masuk kerja.. kalau aku tidak kerja aku bias mengantarmu ke bandara.." katanya datar.
"Tapi.. aku sangat ingin kau ikut ke bandara.. aku ingin melihatmu disaat-saat terakhirku disini.." kataku kembali. Dia hanya terdiam memandangi jalanan yang mulai meninggalkan laju kendaraan. Tak berapa lama kemudian aku sampai dihotelku dan aku turun sementara ia meneruskan perjalanannya pulang untuk mengganti pakaiannya dengan pakaian kerja.
Sesampainya dikamar akupun beristirahat karena memang sudah tidak ada kegiatan hanya menunggu jemputan untuk mengantarku ke bandara. Tengah ahri aku terjaga oleh kedatangan salah beberapa orang tamu yang ingin mengucapkan selamat jalan padaku dan saat itu aku gunakan untuk mencoba mencari Reno. Beberapa kali mataku mencoba mencari sosoknya tetapi tidak juga ketemu maka setelah tamu-tamuku pulang aku berpura-pura minta dibersihkan kamarku dan aku menanyakan tentang Reno yang ternyata hari itu ia tidak masuk kerja.
Hatiku bertanya-tanya ada apa gerangan yang membuatnya tidak masuk. Tadi ia janji akan tetap masuk kerja. Aku berusaha mencari informasi lewat receptionis maupun teman kerjanya pada saat mereka membersihkan kamarku dan menurut salah seorang waitress yang juga anak PKL dan kebetulan katanya teman akrabnya bilang ia tidak bisa masuk dan menitipkan salam untukku. Ia bilang ia tahu kalau aku akan cec out hari itu. Ia hanya berpesan terima kasih untuk semuanya dan selamat jalan.
Mendengar hal itu hatiku menjadi sangat perih. Ingin sekali aku menangis saat itu tetapi aku tidak bisa melakukannya bagaiamanapun juga aku harus menjaga wibawa dan harga diriku. Aku tidak ingin mereka tahu apa yang telah terjadi diantara kami berdua.
Kepedihan hatiku terasa sangat menyesak didada. Mengapa disat-saat terakhir ia justru tidak mau masuk..? apakah juga ia tidak mau emngantarku ke bandara..? apakah ia tidak mau bertemu denganku untuk terakhir kalinya..? berbagai pertanyaan berkecamuk dalam hatiku tanpa kutahu jawabnya.
Dan tiba-tiba telepon berdering yang memberitahukan ada yang berbicara denganku. Setelah aku angkat tiba-tiba jantungku berdesir tak menentu. Suara itu akhirnya muncul. Suara khas yang sangat aku rindukan. Suara dari orang yang sangat aku cintai.
"Kenapa kamu tidak masuk kerja hari ini..?" tanyaku langsung dengan suara bergetar.
"Aku.. tidak enak badan.. dan mungkin aku juga tidak bisa mengantarmu ke bandara.. " katanya perlahan. Ada nada kepedihan dari balik suaranya itu.
"Kenapa.. kamu sudah janji mau masuk atau mengantarku ke bandara.. apa kamu sama sekali tidak mau bertemu denganku untuk terakhir kalinya..?" tanyaku beruntun. Kesedihan yang kurasakan semakin membahana diruang batinku.
"Aku hanya bisa mengucapkan selamat jalan.. semoga selamat ditempat tujuan.. terima aksih untuk semuanya.. hanya itu yang bisa aku ucapkan.. " katanya lirih dan terdengar kesedihan semakin terasa.
"Please Ren.. paling tidak kita bertemu untuk terakhir kali sebelum aku pergi.." kataku memohon. Tangisku hampir meledak saat itu.
"Maaf mas.. aku tidak bisa.. aku tidak sanggup untuk ketemu..selamat jalan.. aku.. " katanya dan tiba-tiba ia menutup teleponnya.
"Ren.. tunggu Ren.. " aku terdiam. Hatiku sangat sakit karenanya. Kenapa ia menutup teleponnya begitu saja..? kenapa ia tega lakukan ini padaku..? kenapa ia tidak mau bertemu denganku..? apakah memang benar ia tidak sanggup melihat kepergianku..? oh.. aku mendesah dan tiba-tiba air mataku mulai mengalir membasahi pipiku. Aku mulai terisak dan membenamkan diri dalam tangis pilu.
Aku pandangi diriku dalam cermin didepanku. Air amta yang meleleh dipipi dan sorot mata yang lemah seolah tanpa cahaya. Aku begitu prihatin melihat diriku disana. Kenapa pula aku haru terlibat hubungan cinta seperti ini..? kenapa pula cinta itu harus hadir..? kenapa pula aku harus jatuh cinta padanya..?
Aku semakin hanyut dalam tangisan. Aku meraih kertas dan mulai menggoreskan pena untuk menuangkan apa yang ada dalam hatiku saat itu. Kutuliskan semua apa yang aku rasakan tentang perasaanku padanya tentang rinduku padanya tentang sayangku padanya tentang cintaku yang ternyata begitu dalam aku rasakan.
Saat aku menulis surat itu tiba-tiba orang yang mau mengantarku ke bandara sudah datang, buru-buru aku menghapus air mataku dan mengatakan padanya kalau aku belum siap dan aku memintanya untuk menunggu sesaat.
Aku segera merapihkan semua barang-barangku kedalam koper serta segera membersihkan tubuhku dikamar mandi. Kuguyur seluruh tubuhku dengan harapan kan dapat sedikit meredam kepedihan yang aku rasakan saat itu. Tiba-tiba telepon dikamarku berdering dan Thanks God.. ternyata suara Reno yang berada disebrang sana.
"Kenapa kau tutup teleponmu begitu saja..? kamu dimana..? bisa ketemu kan..? kamu jadi mengantarku kan..?" tanyaku nyerocos dengan hati girang.
"Aku sekarang berada di wartel dekat hotel kamu tinggal.. cepatlah kesini aku tunggu.." katanya lalu segera menutup teleponnya tanpa memberi aku waktu untuk berkata-kata lagi.
Bergegas aku berpakaian dan tanpa menyisir rambut terlebih dulu aku berlari keluar untuk menemuinya tanpa memp[edulikan teguran receptionis tentang rambutku yang acak-acakan.
Diwartel aku mendapatinya sedang duduk terdiam dipojok ruangan. Pandangan matanya kosong. Ketika aku datang kearahnya ia hanya terdiam bahkan sama sekali tidak tersenyum. Aku bingung sekali.
"Hai.. " kataku sambil duduk disampingnya. Aku tidak tahu entah apa yang harus aku katakana lagi. Aku hanya sesekali melirik kearahnya. Kulihat ia memainkan jari-jarinya dengan terdiam membisu.
"Aku menitipkan sesuatu untukmu.. aku titip sama temen kamu sesama PKL.." kataku kemudian tanpa berani menatapnya.
"Kamu tidak usah memberikan aku apa-apa.. sudah cukup yang aku dapat darimu.." katanya pelan tanpa menoleh.
"Bukan sesuatu yang berarti bagimu.. dan sama sekali tidak ada apa-apanya kalau dibandingkan sama dia.." kataku ragu. Ia menatapku tajam.
"Jangan samakan kamu sama dia.. aku sudah melupakannya.. sekarang aku.. ehm.. jam berapa berangkat..?" tanyanya terkesan untuk menghindari perkataannya sebelumnya.
"Aku ingin kau mau mengantarku ke bandara.. kau bisa ikut bersama orang yang mengantarku kesana.." kataku sambil melepaskan jam tangan yang melingkar ditanganku.
"Jam ini bukan jam mahal.. tetapi aku sangat menyukainya.. aku ingin memberikan ini untukmu.. tolong jangan lihat harganya tetapi.. kenanglah aku lewat ini.. aku akan berkirim surat ataupun telepon sama kamu.. aku janji.. dan aku yakin kita pasti akan bertemu lagi suatu saat nanti.. entah kapan dan dimana..?" kataku datar sambil berusaha memasangkan jamku ditangannya.
Kesedihan itu kembali muncul. Bukan saja padaku tetapi juga pada dirinya yang dapat aku lihat dari wajah dan matanya.Sesaat kemudian aku meninggalkannya untuk bersiap-siap dan kembali menjemputnya untuk berangkat ke bandara. Sepanjang perjalanan dia hanya terdiam sementara aku berusaha untuk menekan kepedihan yang aku rasakan saat itu dengan cara berbincang dengan tamu-tamuku yang ikut mengantarku ke bandara. Mungkinkah ia juga merasakan kepedihan seperti yang aku rasakan saat itu..? tanyaku dalam hati.
Saat-saat itupun harus tiba. Saat-saat terakhir aku harus melihat dirinya, sosoknya, tubuhnya, dan segalanya yang ada padanya. Aku hanya dapat menjabat tangannya saja ketika harus berpamitan dengannya. Padahal aku sangat ingin memeluknya utnuk terakhir kali namun apa daya tak dapat aku lakukan, aku harus menjaga wibawaku didepan orang lain terlebih client-clientku.
Dan, akhirnya dia harus berlalu meninggalkanku seorang diri ditengah keramaian orang-orang yang sama sekali tidak aku kenal. Aku hanya bisa terdiam mengenang semua yang pernah kami reguk bersama.
Didalam pesawat yang membawaku ke Jakarta aku hanya terdiam senjang perjalanan. Pikiranku mengembara dan terbang jauh tinggi entah kemana. Hatiku sangat pedih. 11 hari yang penuh kesan dan kenangan. Hari-hari yang begitu indah dalam merajut benang-benang kasih antara aku dan dia. Hari-hari penuh kebahagiaan yang selalu saja mendatangkan ketakutan akan kata perpisahan yang ternyata memang harus terjadi tanpa bisa terelakkan lagi.
Kini hatiku terasa pedih berpisah dengannya. Aku tidak tahu bagaimana hari-hariku selanjutnya. Aku tidak tahu bagaiaman aku dapat memendam kerinduanku padanya. Hatiku yang semula begitu enggan datang ke Jambi kini ternyata telah tertambat disana. Ragaku telah berada jauh dari Jambi tetapi hati dan jiwaku masih disana.
Cinta yang berseni penuh keindahan dan kebahagiaan yang aku rasakan telah membuat hatiku berbunga-bunga. Cinta memnag indah saat bersama, tetapi cinta juga sangat menyakitkan kala segalanya harus berakhir, hatiku kini telah terluka, hatiku kini telah tersakiti oleh duri-duri cinta yang kuciptakan sendiri.
Bagai pualam hatiku kini telah tergores, terkoyak tanpa kutahu kemana hilangnya serpihan-serpihan itu. Haruskan aku membunuh cintaku sendiri padanya..? haruskah aku memendam semuanya hingga disini..? ataukah memang harus kujaga cinta dan sayangku padanya..? masihkah ada kesempatan bagiku untuk kembali bertemu dengannya..? mungkinkah jarak yang begitu jauh dapat emmberi kami kesempatan tuk berjumpa..? Ataukah ahrus terbiar segalanya menjadi sebuah kisah sesaat..? sementara cinta dan sayangku terasa begitu dalam aku rasakan..!!
Kini semuanya telah berlalu, kujalani hari-hariku yang berat dengan penuh harapan bahwa kan dapat jawaban darinya tetapi suratku tidak dibalas entah kenapa.. ataukah memang benar ia tidak mau meneruskan hubungan ini..? ataukah apa..?
Kisah ini aku tulis untuk mengenang seseorang di Jambi yang begitu aku sayangi hingga sat ini. aku akan tetap mengenangmu sampai kapanpun.. kau akan tetap menjadi abgian terindah dalam hidupku.. maafkan aku andai aku telah menyakitimu.. dan aku masih mencintaimu.