Kupikir, yang akan kuceritakan ini sedikit gila. Paling tidak menurut aku sendiri. Belum pernah aku seberani ini dalam hal cowok. Well, aku memang sudah pernah bersetubuh as well as disetubuhi, tetapi yang ini termasuk baru. Instant sekali, tanpa ada pendahuluan semacam perkenalan, pendekatan atau hal-hal lain yang seperti gitu. Langsung saja, meskipun aku sudah punya pengalaman dalam permainan cinta, aku merasa aku masih minim sekali. Satu hari, tepatnya hari minggu, karena aku tidak harus ke kantor maka pikiranku terus-terusan memikirkan ML dan ML (Making Love) saja. Gila banget. Sudah beberapa hari ini aku selalu begitu. Celakanya, aku tidak punya siapa-siapa yang bisa kuajak menyelesaikan masalahku itu. Sebenarnya sih ada, teman serumah (kami mengontrak) tetapi dia tidak seperti aku, bahkan dia sudah menikah dan punya satu anak yang dia tinggal di Lombok sana.
Disamping aku juga sama sekali tidak tertarik sama dia, dia bukanlah tipeku. Atau mungkin aku hanya menjaga citraku di depan teman serumahku itu. Yang jelas, tidak pernah sedetik pun dia masuk ke dalam imajinasiku. Lucky him! Mungkin. Atau lucky me. Jadilah, semuanya paling-paling berakhir di kamar mandi. Tetapi ternyata bukan itu yang kuperlukan, karena itu hanya bisa mendinginkan kepalaku sebentar, sesudah itu, memanas lagi. Akhirnya kuputuskan untuk ke warnet saja, chatting, untuk bisa melupakan pikiran-pikiran yang tidak mungkin ada solusinya itu.
Mandi, hanya pakai T-shirt dan jeans, semprot-semprot parfum sedikit, dan pergilah aku. Sebelum pergi, kuperhatikan bayanganku di cermin. Boleh juga bodi dan tampangku. Tidak heran, semasa kuliah dulu, cewek-cewek di sekelilingku, ada juga yang kupacari, tetapi itu sebatas mengikuti kebiasaan saja. Kalau aku tidak punya pacar cowok mungkin karena aku memang terlalu takut ada orang yang mengetahui siapa aku sebenarnya, jaga citra banget ceritanya.
Cerita Gay http://ceritakita.hexat.com Warnetnya agak jauh, aku harus naik kereta, dan ke stasiun kira-kira 10 menit dari rumahku. Ketika aku jalan sudah kira-kira tiga atau lima menit, muncul dari sebuah pagar rumah di depanku seorang cowok. Ups.. bodinya lumayan. Kulitnya putih. Kelihatannya dia lebih pendek sedikit dari aku. Tinggiku 172. Karena dia berjalan searah denganku, aku tidak sempat melihat wajahnya. Dia memakai kaos tanpa lengan, asyik, dan celana panjang tiga perempat. Bentuk V badannya kelihatan jelas.
Sambil berjalan, sebentar-sebentar dia memperhatikan badannya sendiri. Sebentar-sebentar melihat ke kiri di pundak, sebentar-sebentar melihat ke kanan. Mungkin dia memuji bodinya sendiri. Dan memang aku pun lumayan glek-glek. Aku tidak mau mendahului dia dong, lumayan kan pemandangan. Dengan leluasa mataku bisa menikmati pemandangan itu karena aku memakai kaca mata hitam. Mana ada orang yang tahu mataku mengarah kemana.
Dua bulatan pantatnya tidak terlalu besar, tetapi kalau dibuka buat aku, pasti langsung kulahap, kuremas-remas, kubuka, kujilati sampai dia mengerang-erang kenikmatan. Pokoknya imajinasiku sudah di seberang lautan waktu itu. Aku tidak tahu dia itu gay atau bukan. Dari cara dia berjalan, aku punya firasat, mungkin juga. Jadi kuikuti terus dia. Dia juga berjalan ke arah stasiun. Aku seperti mendapatkan insting berburu yang belum pernah kupunyai sebelumnya. Aku benar-benar berbeda hari itu. Gatel mungkin. Apalagi tidak tahan menahan keinginan itu selama beberapa hari belakangan ini.
Waktu aku berpikir begitu, tiba-tiba dia menyeberang jalan. Rupanya pinggir jalan itu terlalu panas, dia mau ke pinggir jalan lain yang lebih teduh. Ya lah, sayang kan kalo kulit mulusnya jadi hitam. Karena dia menyeberang (dia berjalan ke samping instead of ke depan), aku jadi bisa di depan dia. Aku nekat. Kulihat wajahnya, ganteng sekali. Rambutnya hitam, agak panjang, tetapi tidak gondrong, lurus belah pinggir. Sedikit konvensional, tetapi itu bikin dia benar-benar cute di mataku. Waktu mataku melihat ke wajah dia, dia juga melihat ke arahku. Ee, dia juga menatapku sambil berjalan. Aha, ada kesempatan nih. Langsung kulontar senyumanku yang paling manis (kuakui senyumku memang manis kok, suer!). Sambil sama-sama berjalan ke arah yang sama juga, kami saling memandang. Aku nekat terus memandang dan tersenyum ke arahnya, tetapi hatiku serasa mau terbang. Berdegup-degup tidak menentu. Aku belum pernah segenit ini, kupikir.
Dia berhenti waktu dia melihat aku mau menyeberang. Aha, dia menunggu aku. Jantungku sudah sedikit normal ketika aku sampai di seberang. "Apa kabar?" dengan sok akrab kusapa dia. "Baik." jawabnya. "Nice body," aku langsung bilang ke dia. Ya ampun.. gatel kali aku ini. Aku heran juga. "Makasih, kamu juga." Jelas sekali, aku tidak bertepuk sebelah kanan. Hatiku bersorak-sorak, perasaanku berteriak-teriak, yess.. yess.. Kami pun mengobrol. Namanya Adit. Dia juga bingung mau ke mana, jadi kami putuskan untuk ke warnet sama-sama. Jadinya, kami ke warnet sama-sama. Satu boot berdua. Aku semakin yakin kalau dia juga gay, ketika kulihat dia juga enjoy dengan apa yang aku lihat-lihat waktu surfing. Ujung-ujungnya, dia mengajak aku ke rumah dia. Dia kos di jalan yang sama dengan rumah kontrakanku. "Kenapa baru sekarang ya, aku ketemu dia? Prospek.. prospek.. cerah.." dalam hatiku.
Kamarnya besar dan cukup lengkap. Pasti ini kos-kosan mahal. Kelihatannya mahal. Tetapi Adit sama sekali tidak memberiku kesempatan untuk melihat-lihat sekeliling kamarnya lebih lama karena tanganku langsung diseretnya. Tahu-tahu kami sudah berhadapan, dekat sekali, tanganku memeluk dia dan dia juga begitu. Entah kapan mulainya, bibir Adit dan bibirku sudah saling menyerang. Saling gigit, saling sedot, dan lidah kami sudah sama-sama bertempur. Tidak ada kata-kata yang terucap (mana bisa, bibir dan lidah kami kan lagi sibuk!) hanya desah nafas kami yang saling berpacu. Aku yang sudah berhari-hari kepanasan karena nafsu sama cowok, tidak berpikir apa-apa lagi.
Tanganku masuk ke dalam kaosnya dan membelai-belai punggungnya. Kulitnya halus sekali. Dia seperti terkejang-kejang nikmat ketika tanganku bermain-main di punggungnya. Aku gigit telinganya, belakang telinganya kujilat-jilat mesra, dan tangan kananku mulai bermain-main di badannya bagian depan. Dadanya kuusap-usap, dan jari-jariku mencari-cari putingnya. Sesudah kudapatkan, kupelintir-pelintir putingnya, sampai dia terengah-engah, merintih-rintih, sambil mulut dan lidahnya sibuk menggigit-gigit di leher dan telingaku. Dia mendesah-desah memintaku untuk tidak menghentikan permainanku itu.
Karena tidak leluasa memainkan (baca: menikmati) tubuhnya ketika kaosnya masih dipakai, aku melepas kaosnya. Tetapi, dia lebih dulu melepas kaosku. Begitu kaosnya kulepas, kelihatanlah ketiaknya yang dipenuhi oleh bulu-bulu. Langsung kujilat-jilat, kuhisap-hisap. Dia mengerang-erang kegelian. Rupanya dia benar-benar menikmati jilatan-jilatanku di ketiaknya seperti aku menikmatinya juga. Jilatanku berpindah dari ketiak kanannya, lalu ke puting-putingnya, lalu ke ketiak kirinya, begitu seterusnya. Nikmat sekali bermain-main dengan tubuh cowok ini. Apalagi dia mendesah-desah, menjerit-jeris keenakan, menambah nafsuku semakin memuncak, ingin membuat dia merasakan nikmat yang lebih dan lebih lagi.
Giliran tangannya mempermainkan puting-putingku. Nikmat sekali, karena itu adalah salah satu bagian yang sangat peka dari tubuhku. Aku mengerang-erang lebih dahsyat lagi ketika dia mulai menjilat-jilat putingku. Dia menyedot-nyedot, menghisap-hisap, dan menggiggit-gigit kecil yang kanan, yang kiri dan seterusnya berganti-ganti. Seperti ada kabel yang langsung menyetrum ke bawah selangkanganku ketika dia menggigit putingku dan mempermainkannya dengan gigi-giginya. Karena tidak tahan, aku terduduk di tempat tidurnya, dan sekalian merebahkan diri. Adit pun langsung menindihku, dan bibirnya memagut bibirku. Sekali lagi bibir kami saling berpagutan. Sementara tangannya mempermainkan batang kelaminku. Aku tidak sadar, Adit sudah menelanjangiku bulat-bulat. Aku terlalu hanyut dengan rasa nikmat yang dia berikan bertubi-tubi.
Hanya dalam hitungan detik, selangkanganku sudah dikuasainya. Dijilatinya bulu-bulu kelamindisekitar pangkal penisku. Pasti dia senang sekali dengan bulu-bulu kelaminku yang lebat. Aku memang tidak pernah mencukurnya. Aku membiarkannya tumbuh melebat karena aku sendiri termasuk orang yang gila dengan bulu-bulu kelamin yang lebat. Benar-benar membuatku terangsang. Anyway, Adit masih sibuk dengan selangkanganku. Batang keperkasaanku digenggamnya, sambil lidahnya sibuk menjilati bulu-bulu kelaminku sambil sekali-kali dia menghirup dengan hidungnya. Dia pasti menyukai baunya. Aku menggelinjang-gelinjang sambil menyebut-nyebut namanya berkali-kali merasakan geli, nikmat dan indahnya jilatannya di selakanganku. Dia pintar sekali memberikan nikmat seperti itu. Pasti dia sudah berpengalaman. Tiba-tiba, kepala batang kejantananku dilahapnya, dan disedotnya.
Kuat sekali. Aku menjerit karena kaget dan geli. Bagian itu peka sekali. Melihat itu, dia berhenti, dan tertawa. Lalu lidahnya diarahkan ke buah zakarku. Buah zakarku yang tidak kalah rimbunnya dengan pangkal batang senjataku dijilat-jilatnya. Nikmat yang tiada tara. Aku sampai tidak bisa bernafas karenanya. Apalagi ketika dia mengulum bola-bolaku itu dengan lembutnya dan mempermainkannya di dalam mulutnya dengan lidah dan gigi-giginya. Puas bermain dengan bola-bolaku, diarahkannya lidahnya ke bawah batangku. Dikecup-kecupnya dan digigit-gigitnya daerah itu, membuatku berteriak-teriak keenakan. "Terus, terus, jangan berhenti Dit!" pintaku ketika ujung lidahnya menyentuh pintu lubang anuslku, aku tercekat karena nikmat dan geli yang tidak terkira. Aku teriak. Nafasku semakin memburu. Apalagi waktu lidahnya sudah bergerak keluar masuk di lubangku itu. Aku tidak bisa menggambarkannya dengan kata-kata di sini. Sebaiknya pembaca mencobanya saja sendiri.
Sekarang, giliran batangku yang jadi sasarannya. Yang bermain di lubangku, jari telunjuknya, atau mungkin jari tengahnya aku tidak tahu. Tetapi tusukan-tusukannya mengalirkan nikmat yang besar sekali. Apalagi bersamaan dengan itu, dia menjilati penisku. Pertama dari batangnya, lalu ke ujung kepalanya. Aku tidak tahan. Lalu dimasukkannya semua batang kelaminku ke dalam mulutnya. Pintar sekali dia memainkan otot-otot mulutnya dan lidahnya untuk memberikan kenikmatan kepada cowok lain. Aku benar-benar hanyut dan Larut. Tusukan demi tusukan di lubangku dan sedotan-sedotannya serta permainan lidah dan otot-otot mulutnya pada penisku membuat aku pasrah, hanya mendesah-desah kenikmatan, menyebut nama Adit berkali-kali, tanpa melakukan apa-apa. Benar-benar menyerah total.
Aku tidak tahan lagi. Aku merasakan aku akan segera keluar. "Aku hampir keluar.. Dit. Aku hampir.." desahku. Adit tidak peduli. Pasti dia mengharapkan aku keluar. Makanya kumainkan kedua putingku dengan jari-jari kanan dan kiriku. Itu kebiasaanku ketika menikmati keluarnya air mani, dengan begitu rasanya nikmat sekali. Dia menghisap batang kejantananku semakin kuat. Da terus dan terus menyedot, sehingga aku benar-benar keluar. Kurasakan nikmat yang menyeruak dahsyat sekali mengalir deras dari belakang menuju ke ujung senjataku, perasaan yang indah sekali, sampai badanku mengejang dan, "Crot.. crot.." Rasanya banyak sekali aku menyemprotkan cairan mani yang kental ke dalam mulut Adit. Adit semakin memperkuat sedotannya, sepertinya dia tidak mau ada mani yang ketinggalan di dalam kelaminku. Aku berteriak teriak. Dan sesudah itu, lemas.
Adir bangkit, dan tersenyum, lalu mencium bibirku. Ketika itulah, aku sadar kalau dia masih bercelana. Tetapi di selakangannya sudah membasah sekali. Pasti sudah keluar air madzinya. Dia menindihku, tersenyum, dan menciumku lagi. Kami berpagutan lagi. Lalu dia membaringkan diri di sampingku, tetapi kepalanya di dadaku. Dia membelai-belai dadaku sambil sekali-kali mecubit putingku. "Aku boleh mencucukmu, ngga?" dia tanya sambil tangannya membelai-belai dadaku. Tentu saja aku mengiyakan. Itu yang aku inginkan. Sejak waktu lidahnya bermain-main di lubangku, lubangku sudah terasa gatal. Kalau dibiarkan seperti itu, kan berabe, bisa terus-terus kepanasan dong aku. "Tetapi aku ingin menghisap kontolmu dulu. Boleh, kan?" Dan tentu saja dia membolehkan.
Sebelum aku memuaskan dia, kami minum dulu. Hanya air putih, tetapi kami berdua haus sekali. Selesai minum, langsung aku menciumi Adit. Dari kepala sampai kakinya, tidak ada yang kulewatkan. Kulitnya bersih, bersih sekali, seperti tidak berbulu sama sekali, kecuali di pangkal batang jantannya yang lebat sekali. Tidak kalah lebat dengan punyaku. Hanya, bulu-bulu kelaminnya benar-benar keriting dan kaku. Begitu kontras dengan kulitnya yang putih mulus. Kemudian dia memintaku untuk memainkan puting-putingnya. Ternyata dia juga merasakan kenikmatan yang besar kalau putingnya dirangsang-rangsang. Tentu saja aku mau dong. Putingnya yang sebesar biji kedelai dan berwarna merah jambu itu langsung kujilat-jilat, kuhisap-hisap dan kugigit-gigit dengan kejutan-kejutan mesra. Waktu kuberikan kejutan, badannya seperti mau meloncat, dan teriakannya menyentak. Aku suka sekali, membuatku menjadi semakin terangsang. Batang kemaluanku yang sudah naik lagi sejak aku mulai bermain di dadanya tadi menjadi semakin tegang, rasanya sedikit ngilu.
Meskipun belum seberapa, aku puas melihat Adit mengejang-ngejang, mengerang-ngerang. Pemandangan yang seperti itu menyulut birahiku. Aku menjadi semakin bersemangat. Aku berpindah ke batangnya. Batangnya yang besar (tetapi punyaku masih lebih besar, punyaku panjangnya 18 cm dan punya Adit kira-kira 15 cm) langsung kulahap. Semuanya masuk. Dan nikmatnya menyedot-nyedot dan mempermainkan lidah di batang kelamin cowok kurasakan besar sekali. Aku menikmati sekali hal ini. Adit mengubah posisinya menjadi enam sembilan. Batang kelaminku yang sudah berdiri tegak lagi itu dimasukkannya ke dalam mulutnya dan disedot-sedotnya lagi. Nikmat sekali.. Sambil menikmati indahnya batangnya Adit dan menyedot-nyedotnya, Adit memberiku kenikmatan yang lebih lagi yang mengalir dari selakanganku. Apalagi dia mulai mengeluar-masukkan jarinya di lubang anusku. Tidak terkatakan enaknya. Aku menikmatinya saja.
"Sudah, sudah, aku tidak mau keluar sekarang. Aku mau keluar di dalam. Aku mau mencucukmu sekarang. Kamu mau kan?" terpotong-potong karena merasakan batangnya kuhisap-hisap, Adit bertanya. Aku menghentikan hisapanku dan tanpa menjawab, langsung rebah di samping Adit. Kakiku kunaikkan sehingga lubang anusku terlihat dengan jelas. Pasti Adit terangsang melihatnya. Karena batang kejantanannya sudah basah dan lubangku juga sudah diberi pemanasan, dengan gagah, Adit menyodokkan senjatanya. Ketika menyentuk lubangku, aku merasakan nikmat geli yang luar biasa. Ketika mulai masuk, lubangku serasa penuh, hangat. Aku merasakan senjatanya memenuhi lubangku dari luar sampai dalam, hangat berkejat-kejat. Indah sekali. Langsung Adit menariknya keluar dan menyentakkannya lagi masuk. Aku tercekat. Sodokannya nikmat sekali. Ditariknya lagi, dan dihentakkannya lagi senjatanya. Aku berteriak kalau batang kejantanannya menyentak ke dalam, dan sebaliknya, mendesah kalau batang kejantanannya ditariknya keluar. Dia benar-benar kuat.
Geseran kulit batang kelaminnya dengan lubangku rasanya enak, gatal-gatal nikmat. Ini semua yang selalu aku bayangkan beberapa hari ini. Tercapai sudah. Sambil merasakan sodokan demi sodokan kejantanan Adit, aku menggoyang-goyang, dan mengejang-ngejangkan otot lubangku supaya Adit merasakan senjatanya diurut-urut. Aku pintar dalam hal ini, meskipun belum banyak pengalaman. Aku bisa melihat reaksi Adit ketika merasakan senjatanya kugigit-gigit dengan lubangku. Dia mendesis-desis, meram melek. Pasti nikmat sekali. Kerjasama yang indah. Batang kejantanannya memberiku rasa nikmat yang luar biasa, sementara dia pasti merasakan nikmat yang luar biasa pula.
Sodokan-sodokannya kurasakan kurang lebih selama sepuluh menit. Selama itu aku mengocok-ngocok batang kelaminku sendiri karena nikmatnya dahsyat sekali kalau ngocok sambil pantatnya dicucuk begitu. Dan aku ingin keluar bersamaan dengannya. Tiba-tiba aku rasakan senjata Adit menjadi semakin besar, lubangku semakin penuh, dan dia memdesis desis dan berteriak. Dia keluar. Aku merasakan ada tembakan hangat di dalam perutku. Enak dan mesra sekali. Kira-kira tujuh atau delapan tembakan, badan Adit mengejang, dan lalu lemas, lunglai, jatuh ke depan, menindihku. Dia mencium bibirku, dan bilang terima kasih. Aku mencium balik bibirnya. Kami berpagutan beberapa saat. Tubuh kami berkeringat, basah sekali. Kami berciuman lagi.
Aku belum keluar, jadi tanganku meraih kontolku yang masih tegang, dan Adit bergeser. Dia tidak diam melihatku mengocok kontolku begitu. Dijilat-jilat dan dihisap-hisapnya putingku satu demi satu dan dipelintir-pelintirnya dengan jarinya. Dia tahu apa yang membuatku terangsang nikmat. Kurasa dia adalah pasanganku yang cocok sekali. Hanya dalam beberapa saat, aku mengejang dan tiba-tiba Adit mennggeser tanganku. Tanganku digantinya dengan tangannya. Tanganku diarahkan ke putingku. Dia mau berganti peran. Begitulah. Dia kulum senjataku dan disedot-sedotnya, sementara aku melakukan perangsangan sendiri dengan memelintir-melintirkan putingku.
Karena nikmat yang amat sangat dari atas dan di selakanganku, aku pun menyeburkan maniku untuk yang kedua. Rasanya nikmat sekali dan sama banyaknya dengan yang pertama. Seperti yang pertama, dia juga menelannya semua. Bahkan dia masih menyedot ketika senjataku sudah tidak menyemprot lagi. Aku hanya melenguh karena geli. Aku meraih tubuhnya, dan aku menciumnya dimana-mana. Aku bilang terima kasih, lalu kami berbaring sama-sama. Sejak itu, dia selalu menjadi pasanganku. Tetapi kami berjalan tanpa komitmen apa-apa. Kami hanya bertanggung jawab kepada diri kami masing-masing. Biarlah semua ini terjadi. Toh sampai sekarang aku hanya melakukan itu dengan dia, dan aku yakin, dia juga begitu. Aku pun masih tinggal dengan temanku di kontrakanku dan dia masih tinggal di kos-kosan dia. Hanya kadang-kadang aku menginap di tempat dia (sekarang aku sudah kenal dengan induk semangnya dan selalu baik kepada mereka) dan tidak jarang Adit menginap di tempatku juga. Semua berawal dari nekat.