Malam sepi. Aku tetap berjalan masuk gang, jalan alternatifku, yang di kiri-kanan tergenang air got hitam yang kalau hujan sedikit aja pasti meluap. Kalau sudah begitu, aku tidak lewat sini.
Tapi sekarang cuacanya sedang bagus, dan agak sedikit panas. Tubuhku yang tadi berkeringat waktu di kendaraan sudah agak kering. Gelap, hanya beberapa rumah yang menyalakan lampu terasnya, sehingga gang kecil ini sedikit ada penerangan. Ada beberapa ekor tikus yang gemuk-gemuk bersliweran yang membuat aku berjaga-jaga. Takut masuk ke celana aja. Hii!
Cerita Gay http://ceritakita.hexat.com
Aku perlambat jalan. Rasanya langkahku terdengar nyaring sekali. Ada suara yang aneh tapi akrab terdengar. Suara film porno yang berhah-hih-huh dengan suara musik instrumen. Aku berhenti, pura-pura perbaiki tali sepatu, aku berjongkok.
"Gede juga ya?" ada suara cowok berkomentar.
"Ya, aku suka yang begitu," suara cowok yang lain menimpali.
"Apa nggak sakit ya digituin?"
"Nggak kali. Kan tadi sudah dikasi.. Apa tadi itu..?"
Mereka yang didalam tidak menyadari aku sedang menguping mereka. Ada beberapa saat aku aku jongkok. Kondisi gang yang rumahnya rapat begini berani juga mereka menyetel film begituan. Memang sih, sekarang hampir tengah malam. Membayangkan apa yang mereka tonton membuat aku terangsang. Ketika bangun dari jongkok celanaku menggembung, dan terpaksa aku perbaiki posisi alatku agar tidak terlalu menonjol dan membuat agak kesakitan.
"Baru pulang Mas?" ada suara yang mengagetkanku.
Ada cowok dibalik tanaman pot diteras rumah yang menyetel film. Kalau lihat tangannya yang sedang menaikkan karet celananya, mungkin dia baru kencing, tumpah ke got. Tangannya masih menggosok barangnya yang agak menggembung. Kemudian menarik kaosnya hingga menutup celana depannya.
"Eh, iya." Aku menjawab sambil berharap semoga dia tidak melihat apa yang tadi aku lakukan. Tapi matanya kulihat ke arah celanaku yang menggembung. Sorot matanya itu.. Penuh makna.
"Tinggal di rumahnya Pak RT kan?" dia menebak. Suaranya ramah.
Lha, kok dia tahu aku kost di situ? Rupanya diam-diam ada yang memperhatikanku. Aku mengangguk, sedikit tersenyum. Wajahnya lumayan, dengan badan berbungkus kaos oblong dan celana batik pendek yang longgar.
"Sering lihat kalau pulang," dia menjelaskan. "Selalu pulang malam begini ya?"
Aku menggangguk. Dia turun ke jalan, dan menyodorkan tangannya.( ceritakita-x.sextgem.com )
Tangannya hangat dan sedikit kasar. Dikeremangan malam begini aku bisa lihat bulu kakinya yang lebat dan bulu dadanya yang menyembul di kaosnya. Dadanya kelihatan padat. Aku suka tampilannya, kesannya alami. Kamipun saling bertanya, ngobrol pelan. Takut mengganggu tetangga. Dia masih kuliah dan nyambi kerja di Roxy Mas jual beli HP. Di rumah yang dikontrak ini, dia tinggal bersama dua temannya.
Aku masih dengar suara film yang tadi tapi sekarang dengan suara musik yang dominan. Di dalam hanya kulihat sinar cahaya dari TV, lampu ruangan rupanya dimatikan. Kami masih berdiri di pintu terasnya, dan sebenarnya aku mau pamit pulang. sudah terlalu malam untuk ngobrol di luar begini. Suara dengung nyamuk mengganggu percakapan kami.
"Siapa Gan?" ada suara yang bertanya dari dalam, dan kemudian orangnya keluar. Suara yang tadi berkomentar suka barang yang gede. Rambut pendek dengan kulit yang tak begitu putih, kayaknya dia juga lumayan. Tampilan hampir sama dengan Ganda.
"Yadi," kata Ganda menjelaskan. "Yang kost di rumah Pak RT. Kenalin nih Ran."
Aku bersalaman lagi. Aku sebut namaku dan dia sebut namanya. "Ran." Aku suka genggamannya, hangat dan kencang. Badannya agak besar dengan singlet dan calana pendek. Aku suka lengannya yang gempal. Rajin fitnes mungkin.
"Kita lagi nonton BF," kata Ran.
Dia dengan tenang mengeluarkan barangnya dari pipa celana pendeknya di depanku. Dia mau kencing rupanya. Atau malah mau pamer? Masih posisi kencing dia melirik ke arahku yang sedang memperhatikan barangnya.
"Mau nonton nggak?" nadanya mengajak.
Tangan menggoyang-goyang barangnya, mengambil daun yang ada sekitar situ dan menggosokkan ke lobang kencingnya. Dia memperbaiki posisi celananya setelah memasukkan barangnya. Aku menggeleng pelan.
"Kapan-kapan aja," kataku.
Aku menelan ludah setelah melihat apa yang di depanku tadi. Ukuran yang lumayan. Mungkin karena sedang tidak tegang penuh. Padahal aku ingin nonton. Tapi dipihak lain, otakku melarangnya. Jangan sekarang! Mau jaga imej ya, di depan teman-teman barumu ini? Suara hatiku menggoda.
Aku suka nonton, tapi belakangan ini aku menahan diri. Walau waktu dan kesempatan sangat memungkinkan. Aku takut terjerumus makin jauh kalau sering nonton film porno atau hal lain berbau porno. Takut nggak kuat..! Ketika aku mulai kerja di Jakarta ini, begitu banyak godaan yang membuat aku sangat berjaga-jaga. Kemaksiatan begitu murah dan mudah kalau mau.
"Yuk, mau ikut nonton?" Ganda mengajak, dan menyadarkanku. Ran berdiri sambil merangkul bahu Ganda, menunggu jawabanku. Malam terasa makin dingin.
"Makasih. Mau pulang dulu, lagi bau nih. Mau mandi," alasanku sambil bergerak berjalan beberapa langkah. Tapi terhenti karena Ran memanggil.
"Yadi, kenalin lagi nih," kata Ran ketika aku berbalik.
Kulihat ada lagi cowok yang keluar, turun ke jalan menuju ke arahku.
"Dana," katanya mengenalkan diri.
Anaknya manis, dan badannya lumayan bagus. Kalau mau jadi model juga bisa tuh, pikirku. Masih pake kemeja yang bagian depannya tak dikancing, memperlihatkan dada dan perutnya yang indah. Celana pendek yang sangat pendek, menonjolkan pahanya yang kencang dan padat. Sexy habis! Tonjolan penisnya itu..
Setelah berbasa-basi sedikit, aku pamit. Aku senang berkenalan dengan mereka. Dan memang aku perlu teman atau orang yang dikenal di sekitar ini.
"Yuk, ah. Pamit dulu, mau mandi," kataku akhirnya.
"Ok.. Sampai nanti. Besok-besok mampir aja ya," Ran mengajak.
"Siip," kataku. Sok akrab.
Aku melangkah, melanjutkan pulang melewati jembatan kecil, belok kiri, kemudian masuk jalan yang agak besar, yang dapat dilalui satu mobil, kemudian belok kanan. Jalan ini terang, dan di pojok sana ada posko yang ronda. Aku masuk halaman rumah Pak RT. Sepi. Biasanya TVnya nyala. Sekarang sudah gelap. Aku melewati samping rumah, membuka pagar ke halaman belakang dan setelah masuk aku tutup kembali tapi tidak rapat. Aku menuju pintu kamarku.
"Nak Yadi ya?" ada suara Bu RT.
"Iya bu," jawabku. Biasalah. Mereka mengecek, mungkin suara pintu pagar yang kubuka tadi membangunkannya.
Hari yang melelahkan. Tapi agak terhibur sedikit, setelah bertemu teman baru di tikungan gang dekat jembatan di sana tadi. Kumasuk kamar dan menyalakan lampu. Masih berantakan seperti aku tinggalkan tadi pagi. Aku regangkan otot-ototku yang rasanya pegal sekali. Bertemanan seperti Ganda, Ran dan Dana mengingatkanku kepada teman-teman ketika kuliah dulu. Dimana mereka sekarang ya?
Aku buka sepatu, buka kemeja dan kaos dalam. Barangku menegang dibalik celanaku. Aku raba-raba dan membuatku kembali terangsang. Pikiranku malah ingin masturbasi malam ini sambil mandi. Terobsesi bayangan BF yang Ganda, Dana dan Ran tonton kali ya. Apa mereka nonton BF homo atau hetero ya?
Dengan beretelanjang dada, aku keluar kamar. Angin malam menyegarkan badanku. Berjalan pelan ke jemuran mengambil handuk dan masuk kamar mandi. Kunyalakan lampu. Ini kamar mandi belakang, dipakai siapa saja, berdekatan dengan ruang jemur. Aku buka ikat pinggang bagian depan dan kemudian celana sekalian celana dalam dengan sekali melorotkan. Kuturunkan cermin yang tergantung agak tinggi ke atas bak mandi sehingga aku bisa lihat bayangan sebagian tubuhku, terutama barangku di sana. Kebiasaanku kalau mau merangsang diri. Aku suka melihat diriku di cermin. Tubuh yang indah, titipan Tuhan.
Kepalaku mulai berdenyut ketika tanganku bermain di batang barangku. Aku kocok pelan sambil memijat seperti memerah susu sapi. Jepit di pangkal dengan jempol dan telunjukku dan bergerak ke arah kepala barangku yang membuat kepala barangku semakin membesar dan merah. Kuulang berkali-kali. Sekali lagi aku lakukan pasti ejakulasi nih.
sudah ah, ku hentikan jangan sampai muncrat. Aku kembalikan cermin dengan tangan masih sedikit menggigil karena kegiatan memijat tadi. Aku tarik nafas dalam. Membasuh muka, membuat aku kekesadaran menjahui nafsu untuk berbuat lebih jauh.
Aku siram tubuhku dan ambil ember kecil peralatan mandiku yang tergantung di pojok ruang mandi. Ambil sabun cair. Pertama dioles ke barangku yang masih menegang. Aku tahan diri untuk tidak meneruskan gerakan yang bisa ejakulasi. Aku ratakan sabun dan menggosok keseluruh tubuh. Rasa segar yang menyenangkan. Dengan penis yang masih tegang, aku kesulitan juga untuk kencing, tapi sedikit membungkuk, aku selesaikan kencingku. Hangat. Aku dengar ada suara di luar. Paling Pak RT mengecek, kataku dalam hati. Kembali kusiram tubuhku beberapa kali. Suara air ini mungkin sangat jelas dari luar.
Aku selesaikan mandiku. Kukeringkan badanku sekedarnya dan melilitkan handuk ke bawah pinggangku. Posisi handuk yang memperlihatkan sedikit pantatku dan pinggulku karena handukku tidak begitu lebar. Di bagian depan, sisi pinggir handuk persis di atas pangkal penisku. Ada sebagian bulu keliahatan, tapi kucuekin aja. sudah malam gini, pasti juga nggak ada orang, pikirku. Sengaja badanku agak basah supaya angin malam di luar akan lebih menyegarkanku.
Kukembalikan peralatan mandi dengan menggantungnya ditempat semula. Kuambil celanaku kemudian keluar setelah mematikan lampu. Angin malam sangat dingin terasa, mungkin karena badanku masih agak basah. Ada seseorang di depan pintu kamarku yang sedikit terbuka. Ran?
"Wah.. sudah segar sekarang?" tanyanya. Tersenyum.
Masih pake pakaian seperti kenalan tadi, tapi aku dapat lihat otot lengannya lebih jelas. Otakku mulai membayangkan yang 'macam-macam'. Ditangannya ada pulpenku. Ah, pasti jatuh ketika jongkok dekat rumahnya.
"Iya nih. Lama menunggu?" tanyaku sambil buka pintu lebih lebar.
Ran menggangguk. Dapat kudengar suara nafasnya menghirup wangi tubuhku ketika berpapasan ke depannya. Tangan kiriku yang memegang celana kotorku menutupi bagian depan handukku, usaha untuk menutupi barangku. Tapi ketika mau membuka pintu, mata Ran tertuju ke depan handukku yang tak sempat tertutup.
"Masuk Ran," ajakku, sambil bertanya dua teman lainnya. Katanya mereka masih melanjutkan menonton BF.
"Hm.. Ya. Mau ngembaliin ini nih. Tadi jatuh di depan rumah," katanya sambil buka sandal jepitnya dan melangkah masuk.
Dia melihat sekeliling kamarku yang tidak begitu banyak perabot. Standar kamar kost. Hanya radio kecil dan lemari serta televisi 14 inc di meja, disampingnya vCD player. Serta meja tulis yang rendah, tanpa perlu kursi, tapi hanya duduk di lantai kalau mau diperlukan. Tempat tidur di lantai, tidak pakai dipan.
"Tutup ya pintunya," kataku sambil menutup pintu."Dingin," kataku.
Tidak ada firasat apa-apa. Dia mengangguk. Aku dapat lihat matanya yang memandang tubuhku. Agak risi dilihat begitu. Rasanya dia mau menarik handukku saja. Kuletakkan celana kotorku di pojok dekat lemari.
"Maaf berantakan," kataku sambil merapikan beberapa majalah yang berserakan di lantai. Kalau membaca aku memang dilantai beralaskan karpet dan bantal lantai. Dia bergerak duduk di depanku yang sedang merapikan majalah dan koran yang kemudian kutumpuk ke pinggir di pojok ruang.
"Tidak apa-apa," katanya sambil mengambil satu majalah dan membukanya. Majalah FHM. Dia duduk dilantai dan bersandarkan sisi ujung kasur, menghadap pesawat TV. Tempat favoritku yang didudukinya.
Aku harus berpakaian, kataku dalam hati. Kuperbaiki handukku yang hampir merosot ketika jongkok tadi. Kubuka daun pintu lemari pakaianku. Ah daun pintunya sejajar dinding, jadi kalau aku buka handuk ini dia bisa lihat aku telanjang polos dari sana.
"Gede juga ya penisnya" katanya polos. Deg! Pasti dia lihat ketika aku jongkok tadi.
"Ah.. Standar aja"
Aku ambil celana dalam, celana batik lusuh dan kaos oblong, kemudian menjatuhkannya di kasur. Aku mesti mengeringkan lagi badanku. Biasanya kalau sudah begini aku langsung buka handuk yang melilit di pinggang dan mengeringkan badan. Tapi sekarang ada Ran, aku jadi ragu telanjang di depannya. Kutekan handukku ke paha dan pantatku, juga di bagian alatku yang sedikit masih tegang.
"Buka saja, nggak usah ragu. Itu masih ada air di leher dan dada tuh," katanya menyadarkanku dari keraguan. Rupanya dia memperhatikan apa yang kulakukan..
Aku bisa lihat sorot matanya dan gerakan kerongkongannya menelan. Nafsu kali dia melihatku. Badanku tidak begitu gemuk dan hasil push-up dan sit-up tiap hari membuat badanku tidak jelek-jelek amat. Sedang kaki dan pahaku yang kencang akibat banyak jalan saja.
Nekad! Aku buka handukku. Barangku sudah tidak tegang tapi masih besar, belum kempes. Segera aku keringkan badanku yang membuat barangku yang menjuntai bergerak seperti bandulan dan ketika aku akan memakai celana dalam, aku lihat Ran sudah mengeluarkan penisnya yang sudah menegang dan mengocoknya dengan dua telapak tangannya. Dia lakukan dengan pelan sambil memperhatikanku.
Gila! Apa yang dilakukannya? Kepalaku berdenyut. Aku sarungkan celana dalamku sebelum barangku balik menegang lagi. Kepala penisku kutekan agar masuk, karena masih nongol dari celana dalamku, akibatnya penisku melengkung dengan posisi ke atas. Kalau lagi tegang penuh, penisku dapat keluar dari celana dalam, memperlihatkan semua bagian kepalanya.
"Penis kau juga besar, Ran," kataku merespon apa yang dilakukannya. Dia masih mengocoknya dengan telapak tangan bergantian. Malah makin kencang. Kepala penisnya makin besar dan mengkilat. Kupakai celana batikku. Ingin aku memegangnya, merasakan dengan tanganku, berapa besar barangnya. Membantu mengocoknya..
"Tapi lebih baik tidak dilakukan deh" kataku akhirnya.
Memutuskan lamunan liarku. Apa kata Pak RT kalau memergokiku dengan cowok yang sedang begini? Huh, mesti jaga-jaga.Dia masukkan kembali barangnya, tapi masih dielus-elus dari balik luar celananya. Tak mampu dia menghentikan masturbasinya. Kuambil kaos oblong sambil mendekat ke arah Ran. Duduk di sampingnya menghadap TV. Kaos yang mau ku pakai kutaruh disamping majalah dan entah setan apa yang ada di otakku dengan berani tangan kiriku bergerak ke arah barangnya.
"Sini kuperiksa," kataku meremas penisnya pelan. Kulingkarkan jariku kebarang yang dibalik celana pendeknya yang longgar. Kulihat bentuknya dari balik celananya. Kayaknya dia nggak pake celana dalam. Jantungku berdetak mulai kencang. Jangan mulai, kataku dalam hati. Tapi tanganku tak bisa kompromi.
Dapat aku rasakan otot barangnya yang sangat keras. Tangannya pun sudah di atas barangku. Kami saling meremas. Tersenyum dan nafas kami mulai memacu kencang. Wajahnya ke bahuku, kurasakan dengus nafasnya di situ. TV kunyalakan dengan tangan kanan. Siaran gulat dua cowok gempal yang membuat aku makin terangsang. Telapak tanganku dapat rasakan denyut barangnya. Kalau aku teruskan bisa muncrat dia. Ada cairan di celananya yang keluar dari ujung barangnya yang kuelus pelan. Sekarang bibirnya dibahuku, mengecup pelan. Mataku masih ke TV meskipun pikiranku sudah melayang karena nikmat remasannya. Beberapa saat kami melakukan saling remas ini.
"Buka?" tanyanya akhirnya.
Tangannya bergerak ke bagian atas pinggang celana. Tinggal ditarik, pasti terbuka semua. Wajah sudah di dadaku, turun sedikit, dia bisa mencaplok batangku.
"Nggak ah," aku menghentikan permainan.
Keputusan yang harus dilakukan. Kulihat dia kecewa. Ekspresinya pingin banget kami meneruskan kegiatan ini. Dia menaikkan wajahnya. Aku berdiri dan mengenakan kaosku.
"Ini untuk senang-senang aja, jangan sampai keterusan," kataku.
Nafasku masih menggebu tapi kuusahakan untuk tenang. Dia meneruskan mengocok sendiri barangnya dengan tangannya masuk ke celana pendek. Dia bisa ejakulasi di sini, pikirku. Nafasnya dapat kudengar, dan dadanya naik turun dengan kencang. Matanya sesekali merem. Kaosnya dinaikkan sampai dada, memperlihatkan perutnya yang mengkilat karena keringat. Ah, aku melihat cowok masturbasi.. Langsung di depanku. Pengalaman apa ini? Aku melangkah ke meja kecil sambil menawarkan minum padanya. Aku masih punya aqua gelas.
Kulihat dia menggelinjang pelan dan mendengus dengan nafas yang berat. Dia orgasme. Huh, aku lihat dia dengan ekspresi puasnya. Dia menerima minum yang aku sodorkan. Celananya kulihat sudah basah dan tangan kirinya disapukan ke celananya. Membersihkan sisa spermanya. Baunya khas terasa merebak di ruang kamarku.
"Maaf, aku sudah keluar nih.." katanya.
Aku senyum saja, walau jantungku masih berdetak keras. Aku beri dia beberapa lembar tissu untuk membersihkan cairan yang berlepotan di perut dan tangannya. Ingin aku yang membersihkannya. Tapi nggak ah..
Dia minum dengan membuka plastik atas gelas dan menyedot semua airnya. Habis. Kemudian dia lanjutkan membersihkan batang penisnya dengan melorotkan celananya. penis yang besarnya dan panjang itu melengkung indah. Ujung penisnya persis di pusarnya.
"Aku mesti menahan diri," kataku membela diri.
Seperti mengatakan pada dirinya. Juga diriku, yang pingin sekali menyentuh barang yang indah itu. Aku duduk di sampingnya sambil menepuk pelan bahunya. Barangnya masih berdenyut pelan. Ah..
"Lain kali ya.." kataku, seperti berjanji. Ran menaikkan celananya dan menurunkan kaosnya. Menutupi keindahan yang ada di tubuhnya. Sekarang sedang iklan di saluran gulat tadi. Tissu bekas, masih berserakan di samping tubuhnya.
"Suka ini? Atau ganti?" tanyaku.
"Aku sukanya nonton BF," katanya terus terang. Dia perbaiki duduknya agar lebih berdiri. Saat dia masturbasi tadi rupanya badan agak merosot sampai setengah telentang.
"Wah, kalau itu nggak ada di sini," kataku tertawa.
Sebenarnya aku bohong. Aku punya satu CD di bawah kasur. Tapi tidak sekarang nyetelnya. Mesti tahan diri. Kami nonton beberapa saat. Diam saja. Dia mungkin sedang tidak enak hati atau apa. Kuliat sudah lewat jam dua belas. Biasanya aku sudah tertidur jam segini. Aku menguap juga walau sejak tadi berusaha ditahan.
"Kau sudah ngantuk. Aku pulang ya. Maaf yang tadi" katanya sambil berdiri dan membuang bekas tissu ke tempat sampah.
"Pulpennya sudah ya."
Dia menutup depan celananya dengan bagian bawah kaosnya, untuk menutupi bekas sperma yang kulihat masih ada, masih basah. Dia menuju pintu. Hampir aku tawarkan dia untuk menginap saja di sini, tapi bisa gawat. Ran penuh inisiatif dan tak dapat menahan diri. Seperti yang telah dilakukannya tadi. Aku menggangguk, sambil merangkul bahunya. Tubuhnya panas.
Pintu kubuka, angin malam menerpa masuk. Agak kencang. Ingin aku melakukan hal yang lebih dari merangkul.. Tapi kutahan. Dia melangkah keluar, tersenyum dan melambai. Dia menghilang di belokan depan rumah. Ada rasa kecewa dari wajahnya. Kalau kita baik sama orang, orang juga baik sama kita. Dan apa yang kulakukan membuat kejadian ke arah dosa dan untung belum sampai jauh. Aku mengakui kalau Ran terangsang karena tampilanku setelah mandi tadi. Entah kenapa aku selalu dapat godaan maksiat semacam ini. Apa karena aku juga suka menggoda tanpa kusadari? Tiap kali menghindar, godaan datang saja.
Kututup pintu dan kukunci. Dikunci untuk jaga-jaga saja karena kamarku berhubungan langsung dengan halaman luar. Menuju tempat tidur, matikan TV dan lampu. Tidur. Aku berdoa semoga Tuhan tetap melindungiku dari tidak berbuat dosa lagi. Aku mohon ampun lagi, seperti hari-hari lalu setelah berbuat dosa semacam ini.
Aroma sperma masih ada saja, dan rasanya makin kencang. Di luar sudah mulai rintik hujan. Aku angkat tanganku ke samping kepala, jangan masturbasi lagi, kata hatiku. Jagalah kelaminmu! Itulah yang selalu aku ucapkan kalau sudah mulai 'gila'. Kadang berhasil, kadang juga tidak. Apalagi kalau yang menggoda aku suka juga. Ah..