Cerita Gay, GaySex, HomoSex, Maho, Sesama Pria
Antara Menggoda & Godaan
Aku terbangun ketika bel pintu berbunyi. Ah, aku lupa, kalau pintu masih terkunci. Disampingku Bu Ayu masih tertidur pulas. Kelelahan dia. Kuperhatikan tubuhnya yang halus dan putih. Dadanya masih kelihatan kencang dan perutnya juga tidak gendut. Aku suka keindahan yang dimiliki oleh ibu muda ini. Bel di pintu bunyi lagi. Mungkin Bang Jay pulang, kata batinku.
Aku bangun dengan malas. Aku ambil pakaian bersihku di lemari. Celana training dan kaos oblong, agak buru-buru aku memakainya. Aku tidak memakai celana dalamku. Aku juga tidak sempat untuk merapikan pakaianku yang berserakan di samping tempat tidur.
"Maaf, menunggu lama ya?" kataku pada Bang Jay yang berdiri di pintu.
Ada rasa bersalah timbul. Seharusnya pintu tidak kukunci, tapi keliaran Bu Ayu tadi membuat aku takut ketahuan.
"Baru akan ditelpon," katanya sambil mengantongi HPnya,"Baru tidur ya?"
http://ceritakita.hexat.com
Aku mengangguk sambil kusapu mukaku. Mungkin tampangku kacau, aku belum sempat bercermin tadi. Baru kusadar kalau tanganku belum kucuci, masih ada bau vagina tercium olehku.
Dia masuk dan membuka sepatu sendalnya. Map besar yang disandangnya ditaruh di meja makan, sedang ranselnya di taruhnya di sofa. Bau keringatnya cukup merangsang. Kancing kemejanya yang tidak dikancing, memperlihatkan dadanya yang bidang. Aku menelan liurku, kembali terbayang ketika Bang Jay mandi. Pintu kembali kututup.
Dia mengambil minuman kaleng di pojok dapur. Dia membuka kemejanya dan menaruhnya di sandaran meja makan. Bulu dada yang halus dan bulu di bawah pusarnya kulihat sangat seksi. Ah, fantasiku mulai lagi..
Kubuyarkan lamunanku. Kalau Bang Jay ke kamar, dia pasti melihat Bu Ayu. Jantungku berdebar, takut ketahuan. Masih ada rasa malu ya? batinku menggoda. Zinah yang kamu lakukan bersama Bu Ayu akan tetap jadi dosa, Yadi!
Aku menuju kamar mandi, sambil sebelumnya aku tutup pintu kamarku yang tidak tertutup rapat. Aku segera cuci tangan pake sabun. Kucuci juga mukaku. Mulut dan hidungku kusapu agak lama. Oral yang kulakukan di vagina Bu Ayu meninggalkan bau yang masih merangsangku. Kembali aku bilas mulutku dengan air yang banyak di wastafel.
"Tadi saya sudah ke Mas Narto," lapor Bang Jay dari ruang makan.
Setelah aku keringkan mukaku dengan handuk, segera aku keluar dari kamar mandi.
"Lalu asistensinya bagaimana, Bang?" tanyaku. Dia menunjuk ke map besar di meja makan. Sambil minum dia berdiri di bawah ac.
Rupanya sangat kepanasan dia setelah dari luar. Aku tahu isyaratnya. Aku buka mapnya, dan mengeluarkan isinya berupa beberapa lembar storyboard yang tampilannya seperti komik. Bagus sekali. Sudah berwarna lagi. Aku duduk di kursi makan diikuti Bang Jay. Dia meletakkan kaleng minumannya, dan membantuku membentang 5 lembar gambar storyboard yang berukuran doble folio itu. Menyusunnya di meja makan agar kami mudah mengamatinya. Bau badannya sangat dekat di hidungku. Entah kenapa, ada keinginan untuk mencium langsung tubuhnya.
"Saya cuma koreksi untuk di endingnya saja," kata Bang Jay,"Mungkin besok, Mas Narto datang bawa koreksinya."
Aku melihat halaman storyboard yang dimaksud Bang Jay. Gambar ulustrasi yang memperlihatkan wadah bedak yang terbuka di rak kamar mandi, sedangkan backgraundnya cowok sedang mandi. Ada tulisan slogan di bawahnya.
Kemudian Bang Jay menyampaikan usulannya kalau endingnya dibuat dengan menampilkan cewek masuk kamar mandi dan memeluk cowok yang sedang mandi. Tapi kusampaikan, dengan durasi 15 detik dan 30 detik, mungkin jadi sulit untuk menangkap maksud pesan terakhir produknya. Kemudian kami terus diskusi sampai ke masalah musiknya dan..
Diskusi kami terhenti, Bu Ayu keluar dari kamar yang membuat Bang Jay memandang ke arahku. Kaget dia.
"Bu Ayu? Maaf, saya tidak tahu kalau masih belum pulang," kata Bang Jay.
Aku nggak tahu mau menjelaskan apa tentang hal ini. Bang Jay meraih kemejanya dan memakainya. Ada rasa sungkan juga dia dengan bertelanjang dada di depan Bu Ayu. Adat ketimurannya masih ada pada Bang Jay. Kulihat Bu Ayu sudah berpakaian rapi, walau wajahnya sedikit kusut karena belum bermakeup.
"Tidak apa-apa. Tadi merepotkan Yadi dulu, biasa.." katanya genit dan tersenyum ke arahku.
Dia menuju dispenser dan mengambil minum disana. Mungkin Bang Jay tahu apa yang telah kami lakukan. Ada kata "biasa" yang disebut Bu Ayu. Bang Jay menoleh ke arahku dengan sorot tidak percaya. Bu ayu melangkah ke meja makan sambil membawa minumannya.
Aku mau mengatakan apa? Aku angkat bahu saja sambil sedikit senyum. Sorot matanya masih menyiratkan tidak percaya. Risi juga aku dilihat begitu oleh Bang Jay. Sulit aku mengartikan pandangannya itu, sama sulitnya aku menjelaskan kenapa aku tidak bisa menahan diri.
Akhirnya Bu Ayu ikut masuk ke diskusi kami yang terhenti tadi. Duduk di tempatku, sedang aku berdiri. Ketika tangannya tersentuh olehku, aku rasakan tangannya dingin. Rupanya dia sudah cuci tangan. Dia suka dengan storyboard yang kami buat yang tidak jauh dari gambaran deskripsi skenarionya. Rasa lapar sambil diskusi kami ganjal dengan makan kue kecil yang masih ada tadi siang.
Tanpa terasa, di luar sudah mulai gelap. Diskusi yang kami lakukan cukup lama juga. Aku usulkan sedikit animasi untuk endingnya. Bang Jay dan Bu Ayu setuju, kemudian aku segera menelpon Mas Narto untuk penggambarannya. Musiknya mungkin dapat langsung diproduksi dengan menggunakan materi storyboard ini sebagai gambaran visualnya. Bang Jay menghubungi musisi pembuat jinggle yang sudah dipesannya. Wah, besok acaranya bakal padat banget.
Bu Ayu mengingatkan item kerja yang lainnya, seperti pembuatan iklan radio, poster, iklan media cetak, baliho, selebaran dan lainnya yang berhubungan dengan acara hiburan peluncuran. Kulihat waktu kami efektif tinggal satu bulan.
Kemudian aku usulkan untuk pemotretan model dapat dilakukan segera, tanpa menunggu jadwal shooting film iklannya. Bu Ayu katakan tunggu keputusan kontraknya dulu. Kalau begini bisa selesai nggak ya? Aku kembali mengecek skedul. Rasanya masih aman, dan ada bagian kritis juga, cuma semoga dapat diatasi.
Kalau minggu ini kontrak modelnya sudah selesai, aku harapkan minggu depan sudah mulai shooting dan langsung masuk studio post pro. Kutawarkan Bu Ayu untuk mandi dulu ketika dia mau pamit pulang. Dia tidak mau, katanya mau langsung pulang dan mandi di rumahnya saja.
"Nanti ketahuan suami," katanya, "Tampil di rumah agak kusut dikit, biar kesan sibuk dan capek ada. Biar kelihatan pulang kerja," tambahnya.
"Ah, ibu ada-ada saja," kata Bang Jay sambil tertawa, "Kita kan memang kerja, bukan pura-pura."
Aku tertawa saja, walau ada rasa kaget timbul. Aku tidak tahu kalau Bu Ayu bersuami. Kupikir dia seperti Bu Poppy, wanita karir yang masih jomblo. Aku baru mengenal Bu Ayu pada saat mulai proyek ini saja, mungkin sepuluh harian yang lalu. Ada rasa bersalah timbul lagi.
Jam 8, Bu Ayu pamit pulang. Dia tidak mau diantar pulang. Takut merepotkan, katanya. Besok Bu Ayu mesti presentasi tentang progres proyeknya ini. Aku tidak ikut pada rapat besok karena rencananya Bu Poppy yang ikut.
Sebelum tidur, aku mandi dulu. Kontolku masih bau vaginanya Bu Ayu. Ada cairan yang sudah mengering di batang kontolku. Pelan kubersihkan tubuhku. Aku menyabuni tubuhku sampai dua kali. Kubiarkan air shower menyirami tubuhku agak lama. Aku telah berzina! Aku memang belum dapat konsekuen dengan prinsipku. Entah kapan aku dapat menahan godaan. Semakin aku menjauh, godaan itu makin mendekat dan mudah untuk dilanggar.
Aku jadi ingat Ran yang kunasehati untuk dapat menjaga diri, sedang aku tidak mampu. Pertahananku jebol siang tadi. Ada rasa menyesal timbul. Kalau saja aku mau untuk menahan Bu Ayu, mungkin kejadian ini tidak terjadi. Masalahnya aku membiarkan Bu Ayu menggerayangi tubuhku. Terbayang kembali ekspresi Bu Ayu ketika di atas tubuhku. Liar sekali dia. Ah, apa yang terjadi berikutnya..
Fantasi liarku kembali timbul. Kubayangkan Bu Ayu ikut mandi bersamaku dan Bang Jay! Entah kenapa bayangan 2 in 1 itu muncul. Kontolku kembali menegang. Air shower terus mengguyur tubuhku. Dengan pelan kuurut kontolku dengan memijatnya. Kuelus bahuku, pangkal lenganku, kemudian kembali ke dada. Kubayangkan itu semua sentuhan Bang Jay dan Bu Ayu yang sedang menikmati tubuhku. Kumainkan putingku yang sedikit menegang. Telapak tanganku menjalar terus ke seluruh tubuhku mengikuti aliran air dari shower. Syarafku menegang menyebar ke seluruh kulitku.
Tanganku meremas pantatku yang tidak begitu besar, tapi cukup kencang berotot. Jari-jariku masuk kebelahan pantat dari belakang. Mengelus di sana dan jari tengahku kembali ke bibir anusku yang mulai mengembang. Kurasakan kulit dalam anusku di ujung jari tengahku. Kubayangkan lidah Bang Jay bermain di sana. Sedangkan elusan tanganku di batang kontolku, kurasakan seperti emutan mulut Bu Ayu. Pelan kogosok telunjukku di anusku dan sedikit ditekan masuk.. Pelan kugerakkan jari-jariku sambil fantasi liarku mengembara.
Uff. Aku tersadar. Bang Jay mengetuk pintu kamar mandi. Mau mandi juga dia. Segera kutarik nafas panjang, kubuyarkan lamunan itu dengan menghentikan mandiku. Dan kegiatan masturbasiku. Ketika aku keluar kamar mandi dengan dengan hanya lilitan handuk di pinggangku, Bang Jay sudah menunggu di pintu. Bertelanjang dada dan berkolor!
"Mandi lagi, yuk," ajaknya.
Ditelingaku, itu hanyalah suatu gurauan saja. Walau di hati kecilku ingin juga.. Aku tertawa saja. Bang Jay masuk kamar mandi dan menunggu di pintu.
"Ayuk!" katanya lagi, "Hah? serius nih? Belum pernah mandi bareng kan?" tanyanya.
Dia masih berdiri menunggu. Sorot matanya itu yang membuat aku tidak bisa menatapnya. Aku segera menggeleng. Kulihat Bang Jay sedikit kecewa dengan keputusanku. Dia masuk dan menutup pintu kamar mandi. Aku tidak mendengar pintunya dikunci. Mungkin dia berharap aku masuk ketika dia sedang mandi, batinku.
Susah payah aku menekan keinginan menerima tawaran Bang Jay tadi. Bayangan tubuh seksinya yang penuh busa sabun terasa mengundangku untuk menerobos masuk kamar mandi. Kutarik nafas dalam beberapa kali sambil rebahan di tempat tidurku yang masuh ada wangi tubuh Bu Ayu. Akhirnya aku tertidur. Malam ini aku tidur pulas. Tanpa mimpi.
Kami mesti menyelesaikan pekerjaan yang saling berhubungan, terutama jingle. Lagu itu akan digunakan untuk iklan radio dan TV. Sedangkan soal storyboard dan naskah dialog untuk iklan radio sudah kami selesaikan sampai tadi siang. Semua materi sudah dibawa Bu Poppy ke rapat direksi. Rina dan Sisy kuingatkan soal properti untuk shooting minggu depan.
Sampai sore ini kami belum ada bayangan lagunya seperti apa. Karena itu aku dan Bang Jay seharian menunggui Bang Hotman memainkan organnya, 'memasang telinga' untuk mencari lagu yang cocok.
Akhirnya kuusulkan untuk buat lagu dengan durasi lagu normal, dengan lirik kalau perlu. Durasinya diabaikan dulu begitu juga dengan penyesuaian dengan tampilan visualnya. Kami telah dapatkan kunci nadanya. Akhirnya menjelang tengah malam kami telah dapat satu lagu dengan beberapa alternatif aransemen. Untuk durasi pendek akan gampang untuk disesuaikan dengan visual pada saat editing.
Cerita Gay
http://ceritakita.hexat.comHampir jam 12 tengah malam, aku dan Bang Jay pulang dari rumah Bang Hotman. Kami membawa kaset demo untuk diperlihatkan pada Bu Poppy besok pagi. Dalam perjalanan pulang, ketika melewati daerah Kemang, Bang Jay usul untuk mampir ke cafe. Aku sedang capek dan mau langsung pulang saja dan tidur. Nggak enak juga rasanya aku menolak ajakan Bang Jay. Tapi fisik dan otakku rasanya capek banget.
"Kalau abang mau, bawa mobil ini saja," usulku padanya yang sedang nyetir, "Aku turun di sini, pulang naik taxi."
Huh! Usul yang tidak kompak, mengabaikan kebersamaan. Batinku protes.
"Kasihan kamu pulang sendiri. Apalagi naik taxi. Jakarta rawan perampokan dan pemerkosaan. Harus hati-hati," kata Bang Jay."Apalagi tampang seperti kamu Yadi. Yang naksir banyak," tambahnya. Dia melirik ke arahku dan sedikit tertawa.
Aku terdiam beberapa saat. Bang Jay juga memperhatikanku" Jalanan sekitar Blok M masih ramai, padahal sekarang sudah lewat tengah malam. Lampu hias yang berkelap-kelip membuat suasana sekitar menjadi semarak dan indah.
Aku alihkan pembicaraan mengenai diriku dengan menanyakan soal Bu Ayu. Bang Jay menjelaskan bahwa biro iklan kami telah lama jadi rekanan perusahaan tempat Bu Ayu bekerja. Dan tanpa kuminta, Bang Jay terus bercerita bahwa hal yang wajar bisnis dengan servis layanan seksual. Kalau bosnya laki dikirim cewek untuk melayaninya. Dan kalau perempuan biasanya Bang Jay yang mencarikan cowok gigolo.
Bang Jay cerita lagi, kalau aku langsung diterima bekerja karena penampilanku. Bukan karena nilai-nilaiku di ijazah atau lampiran prestasi lainnya. Bekerja di lingkungan bisnis di Jakarta memang harus punya tampang keren yang menjual disamping pintar dan trampil. Mestikah aku tersinggung setelah mengetahui ini" Karena itu aku dibiaran Bu Poppy bersama-sama dengan manajer pemasaran seperti Bu Ayu. Aku belum menyadari itu semua. Waktu dalam 2 bulan, belum mampu aku melihat gelagat bisnis seperti ini.
Dalam hati aku berkeyakinan untuk memperlihatkan prastasiku, bukan tampang yang bagus saja. Olah raga yang kulakukan untuk menjaga kebugaran tubuhku dan peralatan perawatan tubuhku bukanlah yang utama. Tampil keren tapi nggak bisa apa-apa, buat apa?
Sudah 2 minggu aku di aparteman ini. Kerja yang lumayan sibuk, tapi bagiku sangat menyenangkan. Bang Jay banyak membantuku. Dan satu hal lagi, aku tidak sampai terjerumus untuk 'berhubungan lebih jauh' dengan Bang Jay. Bang Jay dapat menjaga dirinya, walau kadang aku bisa tidak tahan untuk digoda Bang Jay. Bayangan akan indahnya tubuh Bang Jay ketika mandi yang pernah kulihat seringkali menggodaku untuk kembali mengulanginya. Terutama saat kudengar suara air ketika Bang Jay mandi. Keinginan untuk mendobrak masuk, sampai saat ini masih dapat kutahan.
Siang ini Bima akan datang. Akhirnya dia model yang dipakai untuk promosi produk. Tadi dia telpon dan mengatakan mau mampir. Bang Jay sedang ke Mas Narto mengantar sketsa disain untuk poster yang telah aku buat beberapa koreksinya. Tinggal aku sendiri sambil main internet. Memeriksa email gratisku yang nyaris penuh.
Lusa adalah jadwal kami shooting di studio sekitar Kebun Jeruk. Kami akan masuk siang setelah minta Rina untuk mengkonfirmasi jadwalnya. Semua telah sesuai rencana dan kami dapat jatah sehari penuh pemakain studio dan peralatannya. Settingnya pun mereka yang mempersiapkannya, sesuai dengan disain yang kami buat.
Bel pintu berbunyi. Segera aku log-out dari halaman emailku, kemudian buka pintu. Bima sedang berdiri sambil tersenyum.
"Aku tidak mengganggu, kan?" tanyanya.
"Ah, nggak. Silahkan, Bim. Sendirian saja?" aku balik bertanya.
Dia mengangguk sambil melangkah masuk. Dapat kucium aroma tubuhnya yang wangi. Ransel yang disandangnya ditaruh di lantai sambil buka sepatu. Dia kelihatan rapi dengan kemeja polos kuning dan celana jeans hitam ini. Segera aku tutup pintu. Aku persilahkan dia duduk di kursi tamu dan kuambilkan minum, dua botol aqua dari kulkas.
"Aku tidak sabar untuk pengambilan gambar besok Sabtu," katanya.
Dia buka botol air yang kuserahkan padanya. Kulihat wajahnya sangat ganteng dengan bulu mata dan alis yang hitam. Jambangnya terbentuk rapi. Ada lesung pipitnya di pipi dan dagunya sedikit belah. Kumis dan jenggotnya tercukur rapi. Rambutnya tidak begitu panjang tersisir rapi. Sesekali dia menyisir rambutnya yang jatuh di kening dengan jarinya. Ada sedikit desir di hatiku. Ada apa ini, Yadi" Kau naksir anak laki ya" batinku berkecamuk.
"Sudah lihat storyboard-nya kan?" tanyaku.
"Sudah, cuma belum detil," katanya.
Dia tahu aku sangat memperhatikannya. Dia juga rupanya memperhatikanku. Aku jadi ingat waktu aku bertemu dia saat audisi di sini, dia menyangka aku juga peserta. Seperti Bu Ayu juga begitu, ketika aku pertama kali bertemu di kantornya, aku disangka model untuk produknya. Aku menggelengkan kepala, membuyarkan lamunanku.
Aku ajak dia ke meja makan. Ada copy storyboard yang dapat dilihatnya di sana. Aku jelaskan padanya akting seperti apa yang diinginkan dan suasananya. Katanya dia juga sudah tandatangan kontrak sebagai model produk ini. Rupanya ini adalah kontrak pertamanya sejak dia memulai profesi ini. Biasanya hanya sebagai peragawan, penjaga stand atau pagar bagus resepsi pernikahan yang honornya tidak begitu banyak.
"Sepertinya tidak susah ya?" tanyanya.
"Semoga saja begitu," kataku.
"Nanti telanjang atau pakai celana ya?" dia balik bertanya lagi.
Aku tertawa. "Kenapa? Malu ya?"
"Nggak sih. Cuma nanti hasilnya tidak vulgar banget kan?" katanya lagi.
Aku mengangguk. Rupanya dia kuatir juga dengan pengambilan gambar yang nyaris telanjang itu. Dia mengingatkan iklan rokok yang kena cekal, yang dulu pernah ditayangkan karena menampilkan cowok yang telanjang tertutup busa sabun. Kukatakan padanya kalau hasilnya tidak akan sevulgar itu. Kemudian aku jelaskan prosesnya nanti akan ditentukan saat editing di post-pro.
"Tubuhku lagi belang nih," katanya kemudian. Aku tentu saja sedikit kaget.
"Tapi nggak tahu deh, bisa hilang kembali normal lagi nggak ya. Tinggal sehari dua hari lagi.."
"Belang gimana?" tanyaku.
"Kemarin aku berenang ke Carita dengan anak-anak gengku. Biasa, acara tanpa rencana. Aku pakai singlet ketika main di pantai, jadinya belang begini," katanya sambil membuka kemejanya, dan menggantungkannya di sandaran kursi makan.
Huh! Tubuhnya dengan otot tidak begitu menonjol, tapi sangat proporsional membuat otakku memberikan sinyal rangsangan. Rasanya beda dibanding ketika melihat dia saat audisi, walau sama-sama telanjang dada. Mungkin karena tidak ada orang lain di ruang ini. Apa saja dapat terjadi.
Dia mengelus tubuhnya yang atletis itu. Dia sedang menggodaku? batinku. Ada garis tepi singlet di punggung dan sisi dadanya. Bahu dan lengannya yang kekar itu kelihatan berwarna lebih gelap dibanding dada dan perutnya yang lebih terang. Kulitnya warna gelap malah kelihatan lebih seksi dimataku.
"Tidak pakai krem ya?" tanyaku sambil melihat lebih dekat kulitnya.
Mengelusnya pada kulitnya yang belang itu. Ototnya keras ketika aku coba meremasnya.
"Nggak. Namanya tidak rencana," katanya sambil membuka celananya, memperlihatkan pahanya yang belang. Paha yang kekar. Apaan lagi ini?
Aku menelan liurku. Jantungku mulai berdebar. Celana dalam mini warna biru muda itu memperihatkan tonjolan kontolnya ketika celana jeansnya merosot sampai ke bawah dengkulnya. Dia mengelus depan kontolnya yang menggembung. Benar-benar menggoda dia. Kemudian mengelus pahanya yang belang. Bokongnya yang lumayan indah itu tertutup hanya separuh. Otakku sudah mulai ingin berbuat lebih jauh. Tapi kutahan. Denyut darahku di kontol kurasakan memompa yang membuat kontolku menegang.
Aku sampaikan bahwa belang pada tubuhnya itu akan mudah untuk di hilangkan pada saat proses di komputer. Memang jadi memakan waktu dan biaya lagi. Kusampaikan padanya untuk tenang saja dan cukup istirahat untuk persiapan shooting dan pemotretan besok Sabtu.
Setelah itu, dia memakai kembali celananya dan kemejanya. Kami ngobrol sambil main internet. Usia kami yang tidak begitu jauh, dia lebih muda 2 tahun dariku membuat obrolan jadi asyik. Kukatakan padanya alasan dia terpilih karena tampang bersihnya, tanpa anting dan tato di tubuhnya.
Kemudian dia juga cerita soal teman-temannya yang lebih senang hura-hura. Dia berpikiran untuk punya prestasi selagi sempat. Selagi ada waktu. Prestasi apa saja, tidak mesti yang menghasilkan duit. Aku setuju sekali dengan pendapatnya itu. Kukatakan padanya, aku dapat langsung bekerja dengan lancar mengurus semua hal, karena pengalaman berorganisasi dan magang kerja ketika masa kuliah.
"Tidak sempat pacaran dong, Yadi," katanya mengomentari cerita kesibukanku itu.
Aku tertawa. Apa aku harus cerita petualanganku dengan Siska, yang bekerja sebagai SPG di Mall sambil kuliah? Atau dengan Mas Hardi, sang komandan Resimen Mahasiswa di kampusku yang gay? Ah, aku jadi ingat Mas Hardi. Dimana dia sekarang ya?
Kukatakan padanya, kebetulan aku berteman akrab dengan orang yang dapat memberi aku pengalaman hidup, yang membuat aku punya kemampuan diri yang lebih baik. Pacar atau teman dekat itu pilih yang memberi nilai positip pada diri kita, usulku padanya. Untuk curhat atau diskusi hal apa saja, terasa enak dan bermanfaat.
Kami ngorol seperti dua sahabat yang sudah kenal lama. Sampai nggak terasa, sudah sore. Bima pamit pulang. Malamnya aku ke studio shooting untuk mengecek setting kamar mandi yang katanya sudah selesai. Rina, Sisy sudah disana lebih dulu. Mereka meminta aku dan Bang Jay untuk datang melihat.
Akhirnya waktu yang kutunggu tiba juga. Siang ini kami sudah berada di studio shooting. Bang Jay sedang di ruang operator, mengecek pencahayaan di layar yang katanya agak gelap. Aku minta korten ruang shower diganti, warna cerah. Untung stok ada, kami pilih warna oranye, warna yang sama dengan kemasan produk.
Bima telpon bahwa dia dalam perjalanan. Memang dia kuminta datang agak sore agar dia punya waktu banyak untuk istirahat. Dan lagi persiapan di studio tak perlu melibatkan dia langsung.
Kami sedang makan siang ketika Bu Ayu datang. Sikapnya biasa saja terhadapku. Skandal yang kami lakukan setelah makan siang beberapa hari lalu tidak membuat sikapnya berubah. Hebat dia! pikirku. Menjaga jarak dan sikap di depan orang banyak terhadapku terlihat wajar di mataku. Aku juga tertolong untuk juga bersikap wajar dan tidak pernah terjadi 'apa-apa' diantara kami. Aku melaporkan kesiapan shotting yang sampai saat sekarang tidak ada masalah. Dia senang.
"Pengambilan gambarnya dimulai kapan?" tanyanya. Dia hanya makan rujak yang dibawa Sisy. Tak mau makan nasi bungkus seperti kami.
"Nanti sekitar jam lima," jawabku.
Dia melirik jam tangannya. Masih ada waktu sekitar 4 jam lagi. Setelah melihat sekeliling studio yang telah disetting kamar mandi, Bu Ayu pamit pulang dulu. Nanti sore katanya akan balik lagi.
Menjelang sore, Bima datang dengan tas besarnya yang berisi perlengkapan pribadinya. Rupanya dia bawa alat makeup sendiri. Mas Nano, penata rias kami yang telah disiapkan, aku perkenalkan pada Bima. Aku katakan masalah kulit belangnya akibat sinar matahari kepadanya. Mas Nano yang tampil bencong itu minta Bima untuk memperlihatkan tubuh belangnya itu. Kami pun ke ruang ganti.
Di ruang ganti yang juga sebagai ruang rias, Bima membuka kaosnya. Mas Nano langsung berdecak kagum melihat tubuh indah Bima dan keluarlah pujiannya. Tubuhnya kelihatan ramping tapi berotot.
"Gue jadi nafsu nih," katanya terus terang.
Aku dan Bima tertawa. Sikap kemayunya Mas Nano muncul seketika. Dia begitu kelihatan feminim. Tubuh Bima yang kemarin kulihat belang sudah tidak begitu kelihatan belang, sekarang kelihatan samar saja. Rupanya Bima menjemur diri agar seluruh tubuhnya berwarna sama. Pantas terlihat lebih gelap.
"Ini gampanglah. Kalau sama gue, lu pasti oke!" kata Mas Nano, "Kayaknya tak perlu makeup banyak. Lu sudah ganteng begini." Tangannya mencolek perut Bima, yang membuat Bima membungkuk kaget.
Kami tertawa. Dasar Mas Nano yang nggak bisa nahan. Kutinggalkan Mas Nano yang akan merias Bima. Aku ke area pengambilan gambar, bergabung dengan Bang Jay yang sedang memberi pengarahan kepada kameramen dan asistennya. Aku hanya mendengarkan dan sesekali berkomentar setuju atas apa yang disampaikan.
Bima keluar dari kamar ganti hanya dengan lilitan handuk di pinggang. Kemudian para petugas mengambil posisi untuk memulai. Bang Jay mulai memberi pengarahan dan perintah. Handuk yang menutupi tubuh bagian bawah Bima disingkap. Bima haya menegenakan celana dalam yang mini, warna biru. Para kru bertepuk tangan, seperti sebuah seremoni memulai upacara.
Tubuh Bima terlihat sangat indah disorot lampu yang sangat terang sambil disiram air pancuran. Dia menggerakkan kepalanya, bahunya, lengannya, badannya, pinggulnya, kakinya. Dimataku apa yang dilakukannya sangat indah. Pintar memang dia. Semua dilakukan berulang, dia seperti menari.
Fantasiku mulai melayang lagi. Walau mataku melihat kegiatan shooting, tapi otakku melihat semua kru telanjang, termasuk Bang Jay dan Bima. Tidak ada adegan pengambilan gambar. Yang ada adalah pesta seks cowok gay! Mereka saling menyentuh satu sama lain. Bima dikeroyok oleh Bang Jay dan dua orang yang tadi memegang kamera. Bima berciuman penuh nafsu dengan satu cowok, sedang kontolnya diemut bergantian oleh Bang Jay dan cowok satunya lagi.
Sementara itu kontol Bang Jay sedang dikerjain sama dua cowok lainnya. Bergantian dan ramai sekali. Semua adegan terasa sangat nyata di mataku. Jantungku memompakan darah dengan kencang sampai ke ujung ubun-ubunku. Aku yang berdiri bebas terasa mau ambruk karena kakiku terasa menggigil. Kontolku makin menegang dan mengeluarkan cairannya..
Ada sedikit kaget ketika kusadari, Bu Ayu telah berdiri di sampingku. Aku berusaha membuyarkan fantasiku. Kutarik nafas dalam kemudian kuhembuskan pelan. Kutangkupkan telapak tanganku ke wajah. Menekan jariku di mataku. Beginilah caraku membuyarkan pertunjukan fantasiku. Nafasku terasa susah ditenangkan.
"Capek ya?" tanya Bu Ayu, sedikit berbisik.
Mungkin dia melihatku menghembuskan nafas tadi. Aku menggeleng dan tersenyum padanya. Bu Ayu berdiri di sampingku. Dia menanyakan progres kegiatan shooting ini. Berapa kaset video yang telah digunakan tak dapat kujawab pasti. Serius dia memperhatikan adegan pengambilan gambar. Tapi dari sorot matanya dapat kulihat penuh nafsu. Sorot mata yang pernah kulihat saat dia beraksi diatasku tubuhku. Dengus nafasnya tak dapat disembunyikan. Tangannya bersedekap di dadanya. Rina dan Sisy menonton dari pojok studio.
Bang Jay terus mengarahkan gerakan kamera dan sesekali dia mencontohkan gerakan kepada Bima. Ada banyak alternatif sudut pengambilan. Bima sepertinya sudah bosan juga, tapi tidak kelihatan dari ekspresi wajahnya. Namanya juga kerja. Bima memperlihatkan jari tangannya sudah mulai keriput karena lama kena air.
Akhirnya pengambilan gambar dirasakan cukup. Sudah hampir jam 9, ketika kulirik jam di HPku. Mas Nano memberikan handuk ke Bima, membantu mengeringkan badannya. Tapi kulihat Bima mengeringkan badannya sendiri. Mas Nano hanya melihatnya dari dekat. Mau ambil kesempatan dia. Aku tersenyum saja.
Setelah itu Bang Jay mengumumkan kalau acara malam itu sudah selesai. Masing-masing petugas merapikan bagian kerjanya. Aku dan Bima ke kamar ganti. Sedang yang lainnya merapikan peralatan. Aku tidak lihat Rina, Sisy dan Bu Ayu. Entah kemana mereka. Mas Nano kulihat sudah pamit pulang.
Ketika tahu pintu kamar ganti sudah kututup, Bima membuka handuknya dan menaruhnya di bangku. Dengan santai dia melorotkan celana dalamnya yang basah. Aku lihat kontolnya mengkerut kecil. Bulu kontolnya dicukur bersih, sama seperti punya Ran. Dia memeras celana dalamnya yang lembab sehingga tidak begitu basah, dan memasukkannya ke kantong plastik. Celana dalamnya itu langsung dimasukkan ke tas besarnya. Kemudian dia mengambil kembali handuknya, dan mengeringkan selangkangnya dan pinggulnya.
Aku menahan diri agar tidak terangsang melihat cowok indah di depanku. Tapi tetap saja jantungku tak dapat tenang. Degupnya mulai kencang. Kulihat Bima menggosok kontolnya dengan handuk. Kulihat reaksi kontolnya yang mulai menegang dengan pelan. Pemandangan yang membuat aku tak sanggup berdiri, yang akhirnya aku duduk di bangku panjang. Aku perhatikan aksi dia di depanku yang sedang mengeringkan badan dengan handuk.
Bima ikut duduk di sampingku dengan menutupi sekedarnya bagian pangkal pahanya dan menutupi kontolnya. Dia mengambil body lotion dari tasnya. Dan dia mengoleskan ke lengannya.
"Sini kubantu," kataku sambil mengambil botol body lotion dari tangannya.
Bima memutar tubuhnya membelakangiku. Dari belakang begini, tubuh Bima kelihatan indah sekali dengan bahu yang sangat lebar dan pinggang yang ramping. Bokongnya membuat aku ingin untuk meremasnya. Aku geser tubuhku mendekat punggungnya dan menuangkannya ke telapak tanganku body lotion yang diberikannya. Aku suka wanginya. Body lotion untuk cowok, dapat kulihat dari botolnya. Aku mulai dari otot bahunya, turun ke lengannya. Ototnya kurasakan sangat keras berkat latihan yang dilakukannya. Kontolku menegang setelah dapat sentuhan yang kurasakan ada aliran listriknya.
Tanganku turun ke punggungnya terus ke pinggangnya. Kurasakan ototnya di situ. Karena gemas aku sedikit memijatnya. Bima keenakan dan minta aku mengulanginya. Tidak tahu dia kalau aku sudah sangat terangsang. Sudah lupa aku tujuan semula yang hanya untuk mengoleskan body lotion, yang akhirnya jadi acara memijat.
Aku mendekatkan tubuhku dan berdiri dengan lututku di belakangnya. Kembali aku pijat bahunya dan punggungnya. Juga lehernya. Untuk posisi yang nyaman untuk memijat, badanku merapat ke punggungnya. Kontoku yang menegang di balik celanaku terasa di punggungnya.
Bima tertawa mengetahui kontolku yang tegang menekan di punggungnya. Dia dengan sengaja memundurkan tubuhnya untuk merasakan kembali kontolku. Aku tersenyum saja keenakan. Kadang tubuhnya digeserkan ke kiri dan ke kanan memberi rangsangan ke kontolku.
Kupikir Bima sedang mengoleskan lotion di pahanya, ketika tangannya kulihat bergerak-gerak di balik handuk dipangkuannya. Tapi ketika kuperhatikan dengan benar, tahunya dia mengocok kontolnya dengan tangannya yang telah diolesi lotion. Tanganku masih memijat di bahu dan punggungnya. Ingin aku memegang kontolnya di balik handuk itu. Ide syetan kembali hinggap di otakku.
Dengus nafasnya dapat kudengar. Aku juga jadi sulit bernafas. Ingin aku keluarkan kontolku dan onani seperti Bima. Atau kami akan saling mengocok. Tanganku turun ke pinggangnya. Dari posisi berdiri dengan lututku, aku jadi duduk di belakangnya. Kuolesi lotion lagi dan menyelusuri pinggangnya. Tanganku bergerak ke depan pinggangnya, ke paha atasnya, kemudian kutarik tanganku mengoles di bagian paha dalamnya sampai ke pelirnya. Dadaku sudah merapat di punggungnya. Kurasakan tangannya yang sedang menggenggam kontolnya bergerak naik turun.
Kemudian entah setan apa, tanganku ikut menggenggam kontolnya di pangkalnya. Kurasakan denyut di situ. Lotionnya masih terasa licin. Tangan Bima sudah berpindah ke dadanya. Dia meremas dadanya sendiri. Tanganku yang licin naik turun di batang kontolnya. Kontol yang padat dan uratnya dapat kurasakan berdenyut. Dia sedang ereksi penuh. Kepala kontolnya sangat keras.
Aku mengurut pelan batang kontolnya. Aksi yang aku lakukan masih tertutup handuk. Sesekali dia meringis merasa ngilu dan geli di kepala kontolnya yang bersentuhan dengan handuk. Nafasnya makin tak bisa dikontrol. Badanku pun masih merapat di punggungnya. Bibirku menjalar di lehernya, di belakang telinganya, di bahunya. Dia menggelinjang kegelian.
Gila!Apa yang kamu lakukan Yadi! batinku mulai protes mengingatkan nafsu syetan yang sedang membelengguku. Kulonggarkan genggamnanku di kontolnya. Ingin aku lepaskan tanganku di batangnya yang hangat itu. Tapi, terasa sulit.
"Teruskan Yadi. Jangan berhenti.." kata Bima berharap.
Tangannya menuntun tanganku untuk mengocok terus kontolnya. Kembali aku menggenggam kontolnya dengan kedua telapak tanganku yang ditangkupkan. Jari-jariku saling bertautan dan otot telapak tanganku kembali meremasnya. Kepala kontolnya menyentuh kedua jari jempolku. Sensasi yang luar biasa, sisi kontolnya terjepit penuh dengan kedua telapak tanganku. Terus kugerakkan tanganku naik turun. Cairan kontolnya sudah bercampur dengan lotion makin melancarkan gerakanku.
"Sedang apa?" suara Bu Ayu terasa menggelegar di sampingku.
Pasti dia melihat apa yang kami lakukan. Bima dengan refleks merapikan handuknya. Kami tak dapat berkata-kata saking kagetnya.
Tapi untungnya tanganku yang sedang beraksi di kontolnya masih tertutup handuk. Kutarik tanganku sambil mengoleskan cairan yang ada di sekitar pinggulnya. Aku berusaha bersikap biasa. Bima memutar tubuhnya dan aku juga mengganti posisi dudukku jadi menyamping.
"Bu Ayu, belum pulang?" tanya Bima akhir setelah beberapa saat terdiam. Suaranya terdengar berat. Dia masih bernafsu.
"Belum, nungguin Yadi. Mau pulang bareng kan?" tanya Bu Ayu bernada mengajak.
Aku yang masih belum sadar betul, mengangguk saja. Nafas kami masih belum tenang. Bu Ayu mendekat dan coba mnyentuh bahu Bima dan menekannya.
"Otot kamu keras ya Bima."
Bima menggangguk saja. Tingkah kami terasa kaku setelah kedatangan mendadak Bu Ayu. Tangan Bima menutup bagian kontolnya yang menegang dengan tangannya. Sedang tangan kirinya memegang kedua hujung handuk untuk menutup bagian bogongnya.
"Nggak usah berhenti. Teruskan saja mengoleskan lotionnya," kata Bu Ayu melihat kekauan kami.
"Sudah selesai kok, Bu," kata Bima akhirnya. Aku berdiri dari bangku dan menuju washtafel untuk mencuci tanganku.
Kulihat Bu Ayu menunggu Bima memperbaiki posisi handuknya dan berharap dapat melihat bagian tubuh Bima yang tertutup. Bima melingkarkan ujung handuknya ke depan, dan memperlihatkan handuk yang menonjol.
"Dongkraknya sedang bangun ya?" tanya Bu Ayu menggoda.
Bima tersenyum saja dan berusaha bersikap biasa. Dia membuka tasnya dan mengambil celana dalamnya. Kulihat Bu Ayu tanpa sungkan tetap memperhatikan Bima sambil bersandarkan meja rias. Bima mengenakan celana dalamnya masih berbalutkan handuk. Kemudian dia mengambil celana jeansnya dan ketika itulah handuknya merosot jatuh. Tonjolan di calana dalamnya kelihatan jelas, tapi sebentar saja. Segera Bima mengenakan celana jeansnya.
Aku menarik nafas. Kupikir Bu Ayu akan sangat agresif. Tapi tidak seperti yang kuduga. Bu Ayu tenang saja. Jaga imej kali dia, pikirku. Mulutku terasa kering. Aku jadi sangat haus. Setelah Bima rapi berpakaian, kami pun keluar. Bu Ayu menawarkan untuk mampir di coffie shop yang ada di seberang studio. Aku dan Bima setuju saja.
"Hampir saja ya?" bisik Bima padaku ketika menuju coffie shop. Aku tersenyum saja. Pengalaman gila menjelang malam! batinku.
Akankah kami mengulanginya lagi?
Hari-hari berikutnya aku masih disibukkan dengan proyekku ini. Cuma perannya tidak beitu besar lagi. Ingin rasanya semua cepat selesai, dan aku istirahat beberapa hari.
E N D