Nama saya Toni(samaran) umur saya 22 tahun, walaupun tubuh saya tidak begitu berotot tapi cukup atletis. Kata teman-teman wajah saya tergolong tampan. Saya kuliah di slah satu PTN terkenal di kota J. saya ingin berbagi cerita pada pembaca sumbercerita.com tentang kisah yang pernah saya alami. Kisah inin sebenarnya berawal dari kenekatan saya menuruti hasrat saya.
Setelah diterima di PTN di kota J, otomatis saya harus mencari indekost karena saya tidak punya saudara dekat di kota ini. Akhirnya saya mendapatkan sebuah kontrakan kecil dengan dua kamar. saya dan seorang teman semasa smu sepakat kost disitu. Kontrakan itu milik seorang lelaki berumur 40-an. Dia mempunyai seorang istri cantik berumur sekitar 30-35. dan seorang anak perempuan yang masih duduk di kelas 5 SD. Pak Abdi ?demikian namanya- adalah seorang pegawai kantoran yang cukup sibuk sehari-harinya. Sedangkan istrinya yang cantik dan berkulit kuning langsat merupakan ibu rumah tangga yang setia. Dia juga sangat baik pada saya maupun teman kost saya.
Kontrakan kami terletak persis di samping rumah Pak Abdi. Kamar teman saya di bagian depan sedangkan kamar saya di belakang. Disampaing kamar saya terdapat sumur tempat mencuci dan kamar mandi rumah Pak Abdi. Tempat sumur itu dikelilingi tembok sekitar 2 meteran. Jika gorden jendela kamar saya yang berkaca gelap dibuka akan kelihatan sumur tempat Bu Abdi mencuci tiap harinya. Saya bisa saja menonton aktivitas harian Bu Abdi di sumur tersebut dari dalam kamar saya, namun sya tidak terlalu berani karena takut kelihatan Bu Abdi. Padahal saya sangat ingin memandang kemulusan kulit tangan dan kaki Bu Abdi.
Alhasil saya Cuma berani mengintip dari celah gorden kamar saya yang tertutup. Entah Bu Abdi curiga atau tidak ketika dia mencuci baju sekitar jam 8-an tapi gorden kamar saya belum dibuka juga. Padahal saya sudah bangun dan sengaja belum membukanya karena saya ingin mengintipnya ketika sedang mencuci. Hal itu sering saya lakukan ketika tidak ada kuliah pagi. Saya benar-benar terangsang dengan mengintip Bu Abdi. Wajahnya yang Cantik dan kulitnya yang putih bersih membuat saya deg-degan. Kadang-kadang pahanya yang mulus jugan tersingkap saat dia duduk mencuci. Hal ini menjadi kebiasaan yg menyenangkan buat saya selama beberapa bulan pertama. Temen kost saya tahunya saya masih tertidur jika sampai jam 8-an pintu kamar saya masih terkunci.
Sampai suatu saat saya bosan dan ingin melakukan sesuatu yang lain. Dari sinilah kegilaan itu bermula.
Suatu hari ketika rumah Bu Abdi kosong saya masuk ke tempat mencuci rumah itu lewat pitu tembusan ke dapur kontrakan. Pintu itu memang tidak pernah dikunci. Dari tempat itu saya mengamati jendela kamar saya..aman, ternyata kaca gelap itu menghalangi pandangan dari luar ke dalam walaupun gorden terbuka. Sejak saat itu saya tidak lagi mengintip dengan gorden tertutup tapi saya buka lebar-lebar. Hal itu benar-benar menyenangkan. Ketika Bu Abdi mulai ke susmur untuk mencuci saya buka gorden dan juga buka semua pakaian saya hingga telanjag bulat lalu dengan kursi saya duduk menghadap ke sumur sambil onani. Saya benar-benar ketagihan dan hal itu saya lakukan beberapa hari.
Setelah beberapa hari saya membayangkan hal tergila yang pernah terpikir oleh saya. Saya berangan-angan seandainya saya telanjang dan onani di depan mata Bu Abdi. Saya benar benar bergairah jika membayangkanya. Pikiran itu mengganggu saya beberapa hari sampai akhirnya saya nekat untuk memenuhi keinginan saya itu.
Pagi itu hari Rabu saya buka semua pakaian dan kembali melakukan aktivitas itu, namun kali ini jendela bagian nako saya buka sehingga kamar saya agak terang. Saya memang berharap Bu Abdi malihat apa yang saya lakukan, namun saya masih agak gugup.
Ketika Bu Abdi sudah mulai mencuci saya duduk dan onani seperti biasanya.saya tidak tahu apakah Bu Abdi melihat saya atau tidak, tapi sepertinya dia dapat melihat karena tingkahnya agak berbeda. Dia tampak gelisah dan sesekali melirik kekamar saya. Saya sendiri sangat menikmati momen itu. Jantung saya berdegup kencang ketika Bu Abdi melihat ke arah kamarku dan itu membuat sensasi yang sangat hebat saya rasakan dan ketika orgasme, saya semprotkan air mani saya ke luar lewat jendela nako.
Malam harinya saya tidak habis berpikir apa yang saya lakukan pagi itu. Tapi saya masih bimbang apakah Bu Abdi benar-benar melihat saya atau hanya mendengar suara aneh dari kamar saya. Sampai saya memutuskan melakukan yang lebih nekad esok hari.
Dua hari kemudian saya benar benar melakukannya. Ketika Bu Abdi di sumur mencuci saya membuka nako, gorden dan semua pakaian saya lalu memulai onani seperti biasa, namun kali ini saya menyalakan lampu neon kamar saya. Kali ini saya yakin Bu Abdi bisa melihat saya yang telanjang bulat sedang beronani. Saya berdiri di dekat jendela dan mempertontonkan kemaluan saya yang berdiri tegang sambil terus mengocoknya.
Saya yakin Bu Abdi melihat dengan jelas kemaluan saya yang berukuran lumayan besar itu. Saya benar benar merasakan sensasi yang sangat hebat dan sangat bergairah. Sementara Bu Abdi tampak begitu gelisah dan berkali-kali melihat kearah kamarku dengan pandangan tajam lalu menunduk. Sampai akhirnya karena sensasi luar biasa itu akhirnya aku orgasme tidak lebih dari dua menit kemudian. Saat orgasme hebat itu aku mengerang dan menjulurkan kemaluanku ke luar jendela lewat nako yang terbuka. Saya melihat air mani itu muncrat sampai ke samping tubuh Bu Abdi. Saya benar-benar lemas dan menghempaskan tubuh ke kasur sementara kulihat Bu Abdi begitu bingung, lalu saya tertidur.
Saya terbangun ketika pintu di ketok-ketok temanku. Kulihat dari jendela yang masih terbuka, Bu Abdi sudah tidak ada. Saya buru-buru memakai pakaian dan keluar kamar.
Sore hari itu juga ketika pulang dari kampus, didepan kontrakan saya berpapasan dengan Bu Abdi. Tampaknya suaminya belom pulang, motornya belum tampak. Saya menunduk malu dan tidak berani melihatnya. Ketika hampir masuk pintu tiba-tiba Bu Abdi memanggil saya, DEG!
Jantungku berdegup kencang saya benar benar gemetar namun kuberanikan menoleh, "ya bu", jawab saya. Lalu di mendekat,"Toni, tadi pagi waktu ibu lagi nyuci, kamu ngapain di kamar kamu?"Tanya Bu Abdi dengan lembut. Saya bertambah gemetaran mendengar pertanyaan itu.
"Ma..maa..maafin Toni Bu", jawabku terbata-bata. Kami berdua diam beberapa saat.
"Habis..toni seneng liat ibu yang cantik sih, toni nggak tahan bu" kata saya nekat. Bu Abdi masih diam, tapi dia nggak tampak marah sedikitpun, heran.
"Ya sudah, ..nggak apa asal kamu nggak kurang ajar sama ibu" Jawab Bu Abdi membuat saya benar benar lega.
"jadi..kalo besok Toni gitu lagi nggak apa-apa bu?" pertanyaan itu tiba-tiba keluar dari mulut saya.
Bu Abdi tersenyam kecil, "terserah kamu, ibu kan nggak rugi apa-apa". Jawaban itu membuat darahku berdesir. Seolah-olah Bu Abdi juga menyukai apa yang saya lakukan. Setelah itu saya pamit masuk kontrakan dengan rasa puas. Tidak berapa lama kemudian kulihat suaminya pulang.
Tiga hari kemudian, kebetulan saya kuliah siang. Pagi itu saya benar benar bergairah untuk melakukan hal itu lagi, tapi kali ini saya berniat untuk melakukannya enar-benar di depan mata Bu Abdi. Jam 8-an Bu Abdi ke sumur untuk mencuci. Teman saya sudah kuliah, situasinya benar-benar bagus. Saya keluar ke tempat sumur lewat pintu tembusan dapur kontrakan. Sampai di sumur saya lihat Bu Abdi sudah mulai mencuci. Bu Abdi bertanya"ada apa, ton?".
"Saya pengin melakukan yang kaya kemarin boleh kan bu?"kata saya.
"Disini?" katanya kurang percaya.
"kalo ibu nggak marah sih, lagian udah pada berangkat semua kan bu?"kata saya.
"ya udah, tapi janji jangan kurang ajar sama ibu ya?"
"Nggak kok bu, toni pengin onani aja, ibu nyuci aja" jawab saya sambil menahan gairah yang mulai melonjak-lonjak.
Tanpa menunggu lagi, saya melucuti semua pakaian saya samapai telanjang bulat. Bu abdi memandangi saya dengan senyum yang sangat manis. Saya tidak hampir percaya semua ini, saya berdiri telanjang bulat di depan Bu Abdi yang begitu menggairahkan. Kemaluan saya yang sudah begitu membesar hanya berjarak kurang dari setengah meter dari wajah cantiknya. Bu Abdi sesekali memandang kemaluan saya.
Hal itu semakin menambah gairah saya. Dari posisi saya juga terlihat jelas payudara Bu Abdi dari lobang leher dasternya yang lebar. Tampaknya Bu Abdi tidak berusaha menutupinya. Sejauh ini aku hanya berdiri di depan Bu Abdi tanpa mengocok kemaluan saya. Saya masih menikmati sensasi aneh ini. Setelah beberapa saat, aku mengambil handbody yang saya siapkan lalu melumuri kemaluanku. Bu Abdi hanya melihat, tampaknya dia tidak konsentrasi mencucinya. Aku mulai mengocok kemaluanku perlahan-lahan. Beberapa menit berlalu. Saya berusaha menahan orgasme agar kenikmatan sensasi ini lebih lama.
Setelah sekitar sepuluh menit lebih berlalu terlihat Bu Abdi mulai gelisah. Sepertinya dia juga terangsang. Hal ini membuat saya berdesir hebat. Saya mendekatkan kemaluan saya ke wajahnya. Bu Abdi semakin gelisah dan nafasnya terdengar naik turun. Saya yakin dia menahan gairah yang sama pula. Saya berusaha menempelkan kemaluanku ke wajah Bu Abdi, dia tidak menolak. Saya memperbaiki posisi berdiri.
Kini saya berdiri tepat di depan Bu Abdi yang duduk. Dengan kaki yang berdiri agak lebar selangkangan saya menempel di wajah Bu Abdi. Tangan kiri saya memegang kepala Bu Abdi dan tangan kanan menekan kemaluan saya yang menempel di pipi kanan Bu Abdi. Saya menggosok-gosokkan kemaluan saya yang masih licin oleh Handbody ke pipi Bu Abdi. Sementara Bu Abdi terdengar melenguh kecil sambil kini memegangi pantat saya. Hal itu hanya berlangsung beberapa menit, sampai saya tidak tahan lagi dan mengeluarkan air maniku di wajah Bu Abdi.
Selama beberapa bulan berikutnya saya sering melakukan onani dengan ditonton Bu Abdi.
Ada sensasi tersendiri yang membuat saya terangsang hebat jika telanjang dihadapan Bu Abdi, entahlah mungkin karena dia cantik dan seksi atau saya yang mempunyai kelainan. Tapi yang jelas Bu Abdi tidak pernah keberatan jika saya menginginkan onani di depannya, bahkan jika tidak sedang keberatan, Bu Abdi mau membantu mengocok kemaluan saya. Tapi dia tidak pernah mau berselingkuh dengan saya, walaupun saya tahu dia juga terangsang saat melihat aktivitas saya di depan matanya.
Akhirnya kenikmatan itu harus terhenti ketika saya terpaksa harus pindah kost bersama adik perempuan saya yang juga kuliah dua tahun kemudian di kota yang sama. Sejak saat itu hampir tidak ada lagi kenikmatan yang pernah saya alami bersama Bu Abdi.