watch sexy videos at nza-vids!

Situs Cerita Sex Dewasa




Cerita Panas Dewasa
Cerita Penyiksaan Cerita
www.ceritakita.hexat.com

Budak Nafsu ABG

Aku sedang membanting pantatku di
jok belakang taxi, ketika dering HP-ku
memanggil. Kuperhatikan jelas sekali
bahwa ini nomor yang sama dari dua
kali panggilan tadi. Tapi karena aku
merasa tidak mengenalnya, aku sama
sekali tidak menanggapinya.
"Kenapa tidak diangkat, Bang..?" tanya
sopir taxi yang sekilas melihatku lewat
spionnya.
"Buat apa. Paling-paling wartawan
'bodrek'. Menawarkan berita
kemenanganku ini di koran kelas 'teri'-
nya. Bosen aku berurusan dengan
mereka..!" sahutku sambil
kuperhatikan sekali lagi secara kilas
dua medali emas dan piala juara
favorit kejuaraan binaraga kelas junior
ini.
Taxi meluncur kencang membawaku
pulang ke rumah kontrakanku di
daerah Radio Dalam. Taxi masih
melenggang di atas aspalan Sudirman
ketika nomor HP itu muncul lagi di
layar HP-ku. Berdering dan berdering
minta diangkat. Terpaksa kali ini aku
menerimanya dengan malas.
"Hai Andre, sombong bener sih, nggak
mau terima telponku. Kenapa..?"
"Sori Mbak. Ini siapa, dan ada apa..?
Aku merasa nggak kenal anda."
"Benar. Kita belum pernah saling kenal
kok. Tapi aku selalu memantau
kemajuanmu dalam bertanding
binaraga. Pokoknya aku selalu
mengikutimu kemana kamu berlaga
memamerkan tubuhmu yang berotot
kekar tapi indah dan seksi sekali itu.
Aku senang sekali. Banyak teman-
temanku yang mengidolakan dirimu
lho Mas. Kupikir masa depanmu pasti
cerah sekali di dunia binaraga. Gimana
nih, kami mau kenalan lebih dekat
lagi, juga foto-foto bersama atlet idola
kami. Bagaimana Mas..?"
Aku sejenak berpikir. Siapa sih
mereka? Apa maksudnya? Kalau aku
tolak, aku merasa merendahkan atau
menyepelekan apa yang namanya
fans atau penggemar. Fans atau
penggemar, apalagi wartawan itu
adalah jalur yang tidak boleh
kulawan. Mereka harus kurangkul dan
akrabi. Begitu nasehat teman-teman
seniorku di dunia olahraga yang
banyak penggemarnya.
"Baiklah. Dimana ini kalian semua..?"
tanyaku setelah menghelakan nafasku.
Sebuah daerah pemukiman elite
disebutkan suara cewek itu. Permata
Hijau. Aku segera minta sama sopir
taxi segera meluncur ke alamat yang
dituju. Kuperhatikan jam tanganku
sudah menunjukkan pukul 23.45
tepat. Waktuku untuk istirahat. Tapi
demi fans, aku rela membagi waktuku
dengan mereka.
Rumah mewah itu memang terlihat
sepi, gelap, dengan halamanya yang
terlihat teduh. Berlantai tiga dengan
gaya arsitektur spanyol yang unik.
Bergegas aku segera turun dan
kuperhatikan sejenak taxi telah
menghilang di tikungan jalan. Kembali
aku perhatikan alamat rumah yang
kutuju itu. Aku segera menyelinap
masuk ke dalam halamannya setelah
membuka sedikit pintu gerbangnya
yang dari besi dicat hitam. Hujan
mendadak turun dengan rintik-rintik.
Berburu aku lari kecil menuju teras
yang tinggi, karena aku mesti menaiki
anak tangganya.
Aku dengan tidak sabaran menekan-
nekan bel pintunya yang yang tampak
sekali aneh bagiku, sebab tombol bel
itu berupa puting susu dari patung
dada wanita. Tidak berapa lama, pintu
model tarung kuku itu terbuka. Aku
seketika berdecak kagum dan 'ngiler'
berat melihat figur penggemarku
ternyata anak baru tumbuh yang
bertubuh seksi.
"Mas Andre, ya? Ayo Mas, dua
temanku sudah tak sabar nungguin
Mas. Biar kubawakan pialanya.. yuk..!"
ujar gadis berusia sekitar 17 tahun itu
ramah sekali menyambar piala dan
tas olahragaku.
Aku menyibakkan sebentar rambut
gondrongku yang basah sedikit ini,
sambil sejenak kuperhatikan gadis itu
menutup dan mengunci kembali
pintunya.
"Ng.., maaf, belum kenalan..,"
gumamku perlahan membuat gadis
berambut pendek cepak ala tentara
cowok itu menghentikan langkahnya
lalu memutar tubuhnya ke arahku
sambil mengumbar senyun manisnya.
"Oh ya, aku Tami..," sahutnya
menjabat tanganku erat-erat.
Hm, halus dan empuk sekali jemari ini,
seperti tangan bayi.
Tami yang berkulit kuning langsat itu
melirik ke sebelah, di mana dari balik
korden muncul dua temannya. Semua
seusia dirinya.
"Ayo pada kenalan..!" sambung Tami.
Malam ini Tami memakai kaos singlet
hitam ketat dan celana pendek
kembang-kembang ketat pula,
sehingga aku dapat dengan jelas
melihat sepasang pahanya yang
mulus halus. Bahkan aku dapat
melihat, bahwa Tami tidak memakai
BH. Jelas sekali itu terlihat pada dua
bulatan kecil yang menonjol di kedua
ujung dadanya yang kira-kira
berukuran 32.
"Lina..," ujar gadis kecil lencir berambut
panjang sepinggangnya itu menjabat
tanganku dengan lembut sekali.
Gadis ini berkulit kuning bersih dengan
dadanya yang kecil tipis. Dia memakai
kaos singlet putih ketat dan celana
jeans yang dipotong pendek berumbai-
rumbai. Lagi-lagi Lina, gadis cantik
beralis tebal itu sama seperti Tami.
Tidak memakai BH. Begitupun Dian,
gadis ketiga yang bertubuh kekar
seperti laki-laki itu dan berambut
pendek sebatas bahunya yang kokoh.
Kulitnya kuning langsat dengan kaos
ketat kuning dan celana pendek hitam
ketat pula. Hanya saja, dada Dian
tampak paling besar dan kencang
sekali. Lebih besar daripada Tami.
Cetakan kedua putingnya tampak
menonjol ketat.
Aku dapat melihat pandangan mata
mereka sangat tajam ke arah
tubuhku. Aku pikir iru maklum, sebab
idola mereka kini sudah hadir di depan
mata mereka.
"Dimana mau foto-foto bersamanya..?"
tanyaku yang digelandang masuk ke
ruang tengah.
"Sabar dulu dong Mas, kita kan perlu
ngobrol-ngobrol. Kenalan lebih dalam,
duduk bareng.. gitu. Santai saja dulu
lah.. ya..?" sahut Dian menggaet
lengan kananku dan mengusap-usap
dadaku setelah ritsluting jaket
trainingku diturunkan sebatas perutku.
"Ouh, kekar sekali. Berotot, dan penuh
daging yang hebat. Hm..,"
sambungnya sedikit bergumam
sembari menggerayangi putingku dan
seluruh dadaku.
Aku jadi geli dan hendak menampik
perlakuannya. Tapi kubatalkan dan
membiarkan tangan-tangan ketiga
gadis ABG itu menggerayangi dadaku
setelah mereka berhasil melepas
jaketku.
Kuakui, aku sendiri juga menikmati
perlakakuan istimewa mereka ini. Kini
aku dibawa ke sebuah kamar yang
luas dengan dinding yang penuh foto-
foto hasil klipingan mereka tentang
aku. Aku kagum. Sejenak mereka
membiarkanku terkagum dan
menikmati karya mereka di tembok
itu.
"Bagaimana..?" tanya Lina mendekati
dan merangkul lengan kiriku.
Lagi-lagi jemari tangan kirinya
menggerayangi puting dan dadaku.
Kudengar nafas Lina sudah megap-
megap. Lalu Dian menyusul dan
memelukku dari belakang,
menggerayangi dadaku dan menciumi
punggungku. Kini aku benar-benar geli
dibuatnya.
"Sudahlah, lebih baik jangan seperti ini
caranya. Katanya mau foto-foto..?"
kataku mencoba melepaskan diri dari
serbuan bibir dan jemari mereka.
"Iya, betul sekali. Lihat kemari Mas
Andre..!" sahut Tami yang berdiri di
belakangku.
Aku segera membalikkan tubuhku dan
seketika aku terkejut. Mataku melotot
tidak percaya dengan penuh
ketidaktahuan dan ngerti semua ini.
"Ada apa ini, apa-apa ini ini..? Kalian
mau merampokku..?" tanyaku protes
melihat Tami sudah menodongkan
pistol otomatis yang dilengkapi
dengan peredam suara itu ke arah
kepalaku.
"Ya. Merampok dirimu. Jiwa dan
ragamu. Semuanya. Ini pistol beneran.
Dan kami tidak main-main..!" sahut
Tami dengan wajah yang kini jadi
beringas dan ganas.
Begitupun Lina dan Dian. Sebuah
letupan menyalak lembut dan
menghancurkan vas bunga di pojok
sana. Aku terhenyak kaget. Mereka
berdua memegangi lengananku
dengan kuat sekali. Aku hampir tidak
percaya dengan tenaga mereka.
"Tidak ada foto. Tapi, di ruangan ini,
kami memasang beberapa kamera
video yang kami setel secara
otomatis. Setiap ruangan ada kamera
dan kamera. Semua berjalan otomatis
sesuai programnya. Copot celananya,
Lin..!" ujar Tami membentak.
Aku hendak berontak, tapi dengan
kuat Dian memelintir lenganku.
"Ahkk..!"
"Jangan macem-macem. Menurut
adalah kunci selamatmu. Ngerti..!"
bentak Dian tersenyum sinis.
Celana trainingku kini lepas, berikut
sepatuku dan kaos kakinya. Lina
sangat cepat melakukannya. Kini aku
hanya memakai cawat hitam
kesukaanku yang sangat ketat sekali
dan mengkilap. Bahkan cawat ini tidak
lebih seperti secarik kain lentur yang
membungkus zakar dan pelirku saja.
Sebab karetnya sangat tipis dan
seperti tali.
"Kamu memang seksi dan kekar..,"
ucap Tami mendekati dan
menggerayangi zakarku.
"Iya Tam. Sekarang aja ya, aku udah
nggak sabar nih..!" sahut Dian
mengelus-elus pantatku.
"Sama dong. Tapi siapa duluan..?"
sahut Lina mengambil sebotol minyak
tubuh untuk atlet binaraga.
Kulihat mereknya yang diambil Lina
yang paling mahal. Tampaknya
mereka tahu barang yang berkualitas.
"Diam dan diam, oke..?" kata Lina
menuangi minyak itu ke tangannya.
Begitupun Dian dan Tami. Segera saja
jemari-jemari tangan mereka
mengolesi seluruh tubuhku dengan
minyak. Bergantian mereka meremas-
remas batang zakarku dan buah
pelirku yang masih memakai cawat ini
dengan penuh nafsu. Aku kini sadar,
mereka fans yang maniak seks berat.
Walau masih ABG. Dengan buas, Tami
merengut cawatku dengan pisau
lipatnya, yang segera disambut tawa
ngakak temannya. Zakarku memang
sudah setengah berdiri karena
dorongan dan rangsangan dari
stimulasi perbuatan mereka.
Bagaimanapun juga, walau dalam
situasi yang tertekan, aku tetap
normal. Aku tetap terangsang atas
perlakuan mereka.
"Ouh, sangat besar dan panjang. Gede
sekali Lin..," ucap Dian kagum dan
senang sembari menimang-nimnag
zakarku.
Sedangkan Tami meremas-remas
buah pelirku dengan gemas sekali,
sehingga aku langsung melengking
sakit.
"Duh, rambut kemaluannya dicukur
indah. Apik ya..!" sahut Dian mengusap
potongan bentuk rambut kemaluanku
yang memang kurawat dengan
mencukur rapi.
"Auuhk.., jangan. Jangan.., sakit..!"
ucapku yang malah bikin mereka
tertawa senang.
Lina sendiri menciumi daging zakarku
dan menjilat-jilat buas pelirku. Aku
tetap berdiri dengan kedua kakiku
agak terbuka.
Mereka dengan buasnya menjilati dan
menciumi zakar dan buah pelirku serta
pantatku.
"Ouh.. jangan.. aauhk.. ouhhk..
aahkk..!" teriak-teriak mulutku
terangsang hebat.
Hal itu membuat Tami jadi ganas
dalam mengocok-ngocok batang
zakarku. Sedangkan Lina gantian
meremas-remas buah pelirku.
Sementara Dian menghisap putingku
dan memelintirnya, sehingga putingku
jadi keras dan kencang. Kedua
tanganku kini berpegangan pada
tubuh mereka, karena dorongan
birahiku yang mendadak itu. Aku kian
menjerit-jerit kecil dan nikmat.
Teriakan mereka yang diselingi tawa
senang kian menambah garang
perlakuan mereka atas tubuh
telanjangku.
Bergantian mereka mngocok-ngocok
zakarku hingga
www.ceritakita.hexat.com
kian mengeras dan
memanjang hebat. Bahkan mereka
dengan buasnya bergantian menyedot-
nyedot zakarku dengan memasukan
ke dalam mulut mereka, sampai-
sampai mereka terbatuk-batuk karena
zakarku menusuk kerongkongan
mereka.
"Nikmat sekali zakarnya, hmm.., coba
diukur Dian. Berapa panjang dan
besarnya, aku kok yakin, ini sangat
panjang..!" ujar Tami sambil terus
mengulum-ngulum dan menjilati
zakarku.
Dian segera mengukur panjang dan
besarnya zakarku.
"Gila, panjangnya 23 sentimeter, dan
garis lingkarnya.. hmm.., 18 senti. Apa-
apaan ini. Kita pasti terpuaskan. Dia
pasti hebat dan kuat..!" ujar Dian
kagum sambil mengikat pangkal
batang zakarku dengan tali sepatu
secara kuat.
Begitupun pangkal buah pelirku diikat
tali sepatu sendiri. Sementara Lina
gantian kini yang mengocok-ngocok
zakarku sambil mengulum-ngulumnya.
Karuan saja, zakarku jadi tambah
keras dan merah panas membengkak
hebat. Otot-ototnya mengencang
ganas. Aku kian menjerit-jerit tidak
kuat dan tidak kuasa lagi menahan
spermaku yang hendak muncrat ini.
Mendengar itu, Lina mencopot lagi tali
sepatuku di batang zakarku dan
pelirku. Cepat-cepat mereka
membuka mulutnya lebar-lebar di
depan moncong zakarku sambil terus
mengocok-ngocok paling ganas dan
kuat.
"Creet.. croot.. creet.. srreet.. srroott..
creet..!" menyembur spermaku yang
mereka bagi rata ke mulutnya masing-
masing.
Bergantian mereka menjilati sisa-sisa
spermaku sambil mengurut-ngurut
batang zakarku agar sisa yang masih
di dalam batang zakarku keluar semua.
"Hmm.. nikmat sekali. Enak..!" ucap
Diam senang.
"Iya, spermanya ternyata banyak
sekali.. kental..!" sahut Lina.
"Ayo, ikat dia di ruang penyiksaan.
Cepat..!" perintah Tami berdiri, diikuti
Lina dan Dian.
Sedangkan aku masih lemas. Rasa-
rasanya mau hancur badanku. Aku
nurut saja perintah mereka. Memasuki
ruang penyiksaan.
Apa pula itu? Mereka dengan cepat
memasang gelang besi di kedua
tangan dan kakiku. Rantai besi ditarik
ke atas. Kini tubuhku merentang keras
membentuk huruf X. Posisi badanku
dibikin sejajar dengan lantai yang kira-
kira setinggi satu meteran itu. Lampu
menyorot kuat ke arahku. Keringatku
menetes-netes deras.
"Siapa kalian ini sebenarnya..?"
tanyaku memberanikan diri.
"Diam..! Tak ada pertanyaan. Dan tak
boleh bertanya. Pokoknya menurut.
Kamu kini budak kami. Ngerti..!"
bentak Tami mencambuk dadaku dan
punggungku dengan cambuk yang
berupa lima utas kulit yang ujungnya
terdapat bola berduri. Sakitnya luar
biasa.
Mendadak Dian membuka lantai di
bawahku. Aku kaget, rupanya di
bawah sana ada liang seukuran kira-
kira lebar 50 senti dan panjang dua
meteran. Dan di lubang sedalam kira-
kira satu meteran itu terdapat
tumpukan batu bara yang membara
panas sekali! Pantas saja, tadi kakiku
sempat merasakan panasnya lantai
ubin ini. Walau kini tubuhku setinggi
kurang dari dua meter dari bara, tapi
aku masih kuat merasakan betapa
panasnya batu bara itu uapnya
membakar kulit tubuhku bagian
belakang.
"Cambuk terus..! Sirami dengan
minyak dan jus tomat..!" perinta Tami
mencambuki kakiku.
Sedangkan Lina mencambuki dadaku.
Dian mencambuki punggungku. Panas
dan pedih, semua bercampur jadi satu.
Bersamaan mereka juga mencambuki
zakar dan pelirku yang masih
setengah tegang ereksinya. Batu bara
yang tertimpa minyak dan jus tomat
itu mengeluarkan asap panas yang
segera membakar kulitku. Entah, di
menit keberapa aku bertahan. Yang
jelas tidak lama kemudian aku
pingsan.
Saat terbangun, ternyata aku sudah
terbaring di atas ranjang luas dan
empuk bersprei putih kain satin. Tapi
kondisiku tidak jauh beda dengan
disiksa tadi. Kedua tanganku dirantai
di kedua ujung ranjang bawah,
sedangkan badanku melipat ke atas
karena kedua kakiku ditarik dan
rantainya diikatkan di kedua ujung
ranjang atas kepalaku, sehingga
dalam posisi seperti udang ini, aku
dapat melihat anusku sendiri.
Sebuah bantal mengganjal
punggungku. Lampu menyorotku. Tiba-
tiba Lina sudah mengakangi wajahku.
Dan dia telanjang bulat. Kulihat
vaginanya yang mengarah ke
wajahku itu bersih dari rambut
kemaluan. Rupanya telah dipangkas
bersih.
"Jilati, nikmati lezatnya kelentitku dan
vaginaku ini. Cepat..!" teriak Lina
menampar wajahku dua kali sambil
kemudian membuka bibir vaginanya
dan menjejalkannya ke mulutku.
Terpaksa, aku mulai menjilati vagina
dan seluruh bagian di dalamnya
sambil menghisap-hisapnya.
Lina mulai menggerinjal-gerinjal geli
dan nikmat sambil meremas-remas
sendiri duah dadanya dan puting-
puting susunya yang kecil itu. Kulihat
selintas datang Dian dan Tami yang
juga telanjang bulat. Sejenak mereka
berdua saling berpelukan dan
berciuman. Mereka ternyata lesbian..!
Lina segera beranjak berdiri.
"Lakukan dulu Lin, kami sedang mood
nih..!" ujar Tami mencimui vagina Dian
yang berbaring di sebelahku sambil
menggerinjal-gerinjal geli.
Kedua tangan Dian meremas-remas
sendiri buah dadanya. Lina segera saja
mengambil boneka zakar yang besar
dan lentur. Segera saja Lina menuangi
anusku dengan madu, serta merta
gadis itu menjilati duburku. Aku jadi
geli.
Kini jemari Lina mulai mengocok-
ngocok zakarku, setelah sebelumnya
mengikat pangkal buah pelirku secara
kuat.
"Ouh.. aduh.., aahhk..," teriakku
mengerang sakit dan nikmat.
Lina dengan cepat segera
menusukkan boneka zakar plastik itu
ke dalam lobang anusku. Karuan saja
aku menjerit sakit. Tapi Lina tidak
perduli. Zakar plastik itu sudah masuk
dalam dan dengan gila, Lina menikam-
nikamkan ke anusku. Aku menjerit-
jerit sejadinya. Sementara tangan
satunya Lina tetap mengocok-ngocok
zakarku sampai ereksi kembali
dengan kerasnya.
Tiba-tiba Tami mengakangi wajahku
dan mengencingi wajahku.
"Diminum. Minum pipisku.. cepat..!"
perintah Tami menanpar-nampar
pantatku.
Terpaksa, kutelan pipis Tami yang
pesing itu. Rasanya aku mau muntah.
Lebih baik menjilati vaginanya,
ketimbang meminum pipisnya. Tami
tertawa ngakak sambil mengambil
alih mengocok zakarku dengan buas.
"Gantian..!"ujar Dian menggantikan
posisi Tami.
Pipis lagi. Aku kini kenyang dengan
pipis mereka. Tubuhku basah oleh
pipis mereka. Lina masih menusuk-
nusuk duburku dengan zakar
plastiknya. Pelan-pelan rantai dilepas,
tapi Lina malah membenamkan zakar
plastik itu dalam-dalam di anusku.
Kakiku dibuat mengangkang. Dengan
buas, satu persatu memperkosaku.
"Auhk.. aahk.. ouhkk.. yeaah.. ouh..!"
teriak-teriak mulut mereka
menggenjot di atas tubuhnya setelah
memasukkan zakarku ke dalam
vaginanya.
"Ouh.. ouhk, tidak.. ahhk.. ahhk..!"
menjeritku kesakitan karena sperma
yang mestinya muncrat tertahan oleh
tali ikatan itu.
Cambuk kembali melecuti dadaku.
Pokoknya tidak ada yang diam
nganggur. Saat Tami menggagahiku,
Lina mencambuk. Dian menetesi
puting susuku dengan cairan lilin
merah besar. Atau menyirami lilin
panas itu ke anusku. Saking tidak
kuatnya aku, kini aku jatuh pingsan
lagi.
Entah berapa lama aku pingsan. Saat
terbangun, banyak spermaku yang
tercecer di perutku. Tidak ada rantai.
Tidak ada lilin. Bahkan mereka juga
tidak ada di sekitarku. Kemana
mereka? Perlahan aku beranjak
berdiri, tertatih-tatih mencari
pakaianku. Tubuhku penuh barut
bekas cambuk dan lilin mengering.
Luar biasa sakit dan pedihnya tersisa
kurasakan.
Secarik kertas ditinggalkan mereka
bertiga untukku. Kubaca dengan muak
dan geram.
Trim atas waktumu. Tapi kami belum
puas menikmatimu. Kami pasti datang
lagi untuk kepuasan kami. Kami pergi
karena ada mangsa baru yang lebih
lemah tapi kuat seksnya. Kalau kamu
tolak, kami edarkan videonya. Awas,
kamu kini adalah 'anjing' seks kami.
Trim. Sampai jumpa.
TAMAT
11 | 8449




Home
Cerita-XXX
Cerita Stim
Cerita Erotis
Sumber Cerita
Thai Stories


© 2009 - 2014 CeritaKita-X
Cerita mesum dan Artikel seks