watch sexy videos at nza-vids!

Situs Cerita Sex Dewasa




Cerita Dewasa Skandal
www.ceritakita.hexat.com

Sesal Di Malam Sendu

Aku berjalan menyusuri pintu keluar
bandara soekarno-hatta sambil
mendorong trolli koperku yang penuh
berisi pakaian dan oleh-oleh pesanan
keluargaku, temanku dan Hanna Gia
Abottana kekasihku yang telah
kutinggalkan hampir 3 tahun ini
untuk pekerjaan dan kuliahku di
Prancis. Setelah lulus kuliah aku
mencari beasiswa S2 di luar negeri
dan kebetulan aku mendapatkan
beasiswa ke Prancis dan Belanda,
tapi aku lebih memilih ke Prancis,
tentu saja bukan karena biayanya
lebih murah atau kualitasnya yang
lebih bagus, alasannya Prancis adalah
kota teromantis di dunia. Siapa yang
tidak ingin melihat Prancis, bisa hidup
dan tinggal di sana adalah suatu
kebanggaan tersendiri buatku.
Saat mulai melewati pintu keluar
bandara, aku berusaha memasang
wajah bersemangat dan ceria
walaupun sebenarnya hari ini aku
lelah sekali karena menempuh
perjalanan kurang lebih 14 jam, dan
harus berdesak-desakan dengan
bule-bule berbadan besar tapi untung
saja aku lumayan tinggi dan tubuhku
lumayan atletis karena aku
menyempatkan diri untuk selalu
memainkan olahraga favoritku
basket sehingga aku tidak mati atau
remuk berdesak-desakan dengan
bule-bule itu. Aku mendorong trolliku
agak lambat saat keluar dari pintu
bandara kepalaku melihat-lihat ke
berbagai arah.
“Aldi…….!!”
Ada suara yang memanggilku aku
mencari-cari siapa yang memanggilku
sampai mataku tertuju pada sosok
wanita dengan jaket putih, kaos
oblong, celana jeans hitam dan
sepatu kats yang menatapku sambil
tersenyum lebar terlihat lesung pipi di
pipi kirinya, tidak salah lagi itu Hanna.
Ia terlihat agak sedikit kurus dari
sebelumnya, tapi saat ini rambutnya
yang lurus ia keriting bagian
bawahnya dan diwarnai dengan
warna coklat tembaga benar-benar
semakin mirip gadis-gadis jepang.
Aku semakin mempercepat
langkahku berjalan ke arahnya dan
memeluknya, ia tidak begitu tinggi,
tingginya kurang sedikit dari 160 cm
sehingga ketika aku memeluknya
pas menempel di dadaku.
Sebenarnya aku sedikit heran dengan
tingginya yang tidak begitu tinggi tapi
dia tetap dengan mudahnya
memasukan bola basket ke ring.
Hanna adalah adik kelasku ketika
aku kuliah dulu kami selisih dua
tingkat tapi umur kami terpaut 3
tahun karena ia terlalu cepat masuk
sekolah. Aku sudah menyukainya
ketika pertama kali ia OSPEK, nama
belakangnya yang sedikit aneh
membuat dia menjadi perhatian
sesaat kala itu. Walaupun kami
berbeda jurusan aku bisa lebih dekat
dengannya karena kami sama-sama
satu organisasi kemahasiswaan di
kampus. Rapat bersama,
berdemonstrasi bersama dan
melakukan kegiatan bersama
membuat aku semakin mengenalnya
tapi dia agak sulit untuk didekati
yang lebih dari seorang sahabat. Dia
sibuk dengan organisasi kampus,
latihan basket, komunitas seni
lukisnya dan juga dengan kuliahnya
karena dia paling pantang kalau nilai-
nilainya jelek. Hal ini membuatku
putus asa untuk mendekatinya
sampai akhirnya aku sempat
melupakannya dan sibuk dengan
duniaku sendiri dan pacar baruku.
Entah mengapa ketika aku memulai
KKN cinta lamaku padanya bersemi
kembali, tapi aku memberanikan diri
untuk lebih nekat mendekatinya dan
menyatakan cinta ketika aku telah di
wisuda. Saat itu rasanya benar-benar
bahagia aku hanya ingin dia lah yang
menjadi pendamping hidupku
selamanya.
Setelah kepulanganku dia berencana
mengajakku pergi camping, katanya
dia ingin merasakan berkemah.
Masalah tempat dia yang
menentukannya tapi untuk
perlengkapan camping aku yang
mengaturnya karena dia sama sekali
belum pernah camping, sedangkan
aku sudah berkali-kali camping
dengan temanku terutama jika naik
gunung. Paginya dia datang
menjemputku, barang-barangnya
sudah dia siapkan di bagasi mobilnya,
benar-benar terlalu banyak pakaian,
memangnya dia mau menginap
berapa lama untuk camping si?. Dia
hanya menyisakan sedikit tempat
untuk barang-barangku. Begitu
sampai di lokasi hari telah mulai
senja karena kami sempat kesasar
pada awalnya, langsung saja aku
mendirikan tendaku, tapi dia tidak
mendirikan apa-apa karena tendanya
ketinggalan. Aku sebenarnya heran
melihatnya, tenda yang begitu
penting malah tertinggal sedangkan
bagasinya penuh dengan bantal, bad
cover, makanan dan pakaian.
Mungkin ini resiko camping dengan
orang yang belum pernah camping
sebelumnya. Akhirnya, kami
memutuskan untuk berbagi ruang di
tendaku, karena hari mulai gelap dan
kami lelah sekali setelah kesasar
lumayan lama, kami memutuskan
malam itu untuk segera makan bekal
yang telah dibawa dan tidur saja.
“Hans, kapan kamu mau menikah?”
tanyaku memecah kesunyian malam
di tendaku yang lumayan sempit
karena penuh dengan bantal dan bad
cover miliknya.
“Mungkin 3 s.d 4 tahun lagi”
“Lama sekali Hans”
“Nggak, aku masih muda kali,
hehehe. Memangnya kamu sudah
tua”
“Huuuuuuu….. sok muda, ingat ya
umur kita tu sama-sama udah kepala
dua tahu!!”
“Hahaha. Masih banyak yang mau
aku kerjakan sebelum menikah dan
semuanya udah aku rencanakan,
kalu dihitung ya jatuhnya 3 s.d 4
tahun lagi”
“Nggak bisa kurang?”
“Nggak programku udah kaya gitu.
Kenapa? kebelet kawin ya?? sana
cepet-cepet cari cewek yang mau
nikah sama kamu!!”
“Hm…….. emang susah kalau
ngomong sama orang utan!!”
“Hahaha. Udah ah.. mau bobo nie…..
Good night!”
“Night”
Tidak lama setelah itu, dia pun
tertidur pulas. Aku memandanginya
dengan tatapan lembut dari mataku
yang kata orang tajam bagai elang,
lalu tanpa sadar aku semakin
mendekatkan wajahku ke wajahnya,
wajahnya begitu cantik dan putih
mulus, bibirnya mungil kemerahan.
Aku pun menggesek-gesekan hidung
mancungku ke hidungnya dengan
lembut dan berlahan, entah mengapa
jantungku berdebar dengan cepat,
tubuhku mulai tegang dan dadaku
mulai sulit untuk bernafas apalagi
ketika aku merasakan hawa hangat
yang keluar dari mulutnya yang
sedikit terbuka mungkin karena dia
agak kesulitan bernafas dengan
hidungnya yang kugesek-gesekan
dengan hidungku. Aku tidak tahu apa
yang mendorongku untuk melakukan
ini tapi aku tanpa sadar mulai
mendekatkan bibir tipisku kebibirnya,
bibir bagian atasnya aku kecup
dengan lembut, aku kulum sehingga
masuk jauh ke dalam mulutku, untuk
beberapa detik aku tidak
melepasnya. Kemudian aku
melepaskan bibirku dari bibirnya, bibir
kami masih bersentuhan tipis, bibir
atasnya basah dan nafasku
memburu. Kuperhatikan wajahnya,
takut jika dia sadar tapi tidak ada
reaksi yang lebih jauh darinya hanya
erangan karena kesulitan bernafas
mungkin karena aku mendekap
tubuhnya dan menaruh wajahku
terlalu dekat dengan wajahnya.
Nafasku masih memburu, jantungku
semakin berdebar kencang, upayaku
untuk menenagkan diri tidak ada
hasilnya malah bibirnya yang
sewaktu-waktu terbuka dan
bergesekan tipis dengan bibirku
karena mencari-cari udara membuat
darahku kembali berdesir, apakah ini
yang disebut dengan nafsu birahi.
Aku tidak tahu mengapa gerakan
mencari-cari udaranya itu malah
membuatku kembali melumat
bibirnya, kali ini benar-benar tidak
lagi selembut yang tadi, benar-benar
aku melumat bibirnya penuh dengan
nafsu. Aku mencintainya, aku tidak
mau memperlakukan dia seperti ini,
tapi aku juga tidak mau melepaskan
bibirnya dari bibirku, hatiku terasa
sakit jika harus melepasnya. Rasa
rinduku selama bertahun-tahun tidak
bertemu dengannya, rasa cintaku
tidak ingin kehilangan dirinya benar-
benar aku tumpahkan saat itu juga.
Lama aku mengulum bibirnya,
kulepaskan sedetik lalu kukulum lagi,
mataku terpejam saat
melakukannya, menikmati rasa
bibirnya yang menyatu dengan
bibirku dan kini telah basah
sepenuhnya. Tidur lelapnya mulai
terusik karena perlakuanku,
tangannya mulai meraba-raba
punggung dan lengan tanganku,
kepalanya bergerak kekanan-ke kiri
dengan perlahan, kurasakan
nafasnya memburu dan mulutnya
semakin terbuka lebar sehingga aku
pun bisa memasukan lidahku ke
dalam mulutnnya, rasanya begitu
aneh ketika lidahku menyentuh
lidahnya tapi aku merasakan
kepuasan tersendiri ketika aku benar-
benar bisa melumat habis mulutnya.
Ciumanku semakin menjadi, dan
tanganku pun mulai kumasukan ke
dalam kaos bagian belakangnya
sehingga kulit pinggangnya yang
hangat dan lembut bisa kurasakan
sampai akhirnya aku tersentak kaget
ketika tangan kanannya memegang
erat tangan kiriku yang mulai meraba
punggungnya. Aku membuka mataku
dan spontan melepaskan bibirku dari
bibirnya sehingga bibir kami berjarak
10 cm, aku melihat wajahnya.
Matanya telah terbuka, mulutnya
ternganga, nafasnya terenggah-
enggah. Dia benar-benar kaget
menatap wajahku, bibirnya bergetar
tapi tidak ada kata-kata yang keluar
dari mulutnya. Seharusnya aku
merasa bersalah tapi tidak, aku tidak
merasakan perasaan bersalah
sedikitpun kepadanya.
Selama menjadi kekasihku dia
memang belum pernah kucium
bibirnya secara langsung, aku hanya
mencium kening, pipi dan tangannya
itu pun hanya pada saat-saat tertentu
saja. Dia tidak selalu memberikan
kesempatan itu kepadaku. Pernah
suatu ketika, saat kami sedang di
toko souvenir, dia mengambil sebuah
selendang, memakainya menjadi
kerudung serta sisa kain
selendangnya dia lilitkan di bagian
bawah wajahnya, menjadikannya
cadar dan menunjukannya padaku
sambil menggoyang-goyangkan
kepala layaknya penari India. Aku
hanya bisa tertawa geli melihatnya
karena gemas, aku memegang
wajahnya yang ditutupi selendang
dan aku mencium bibirnya yang
bersembunyi dibalik cadar selendang
tipis itu dengan cepat. Aku hanya
menganggapnya suatu hal yang
biasa, memang aku tetap bisa
merasakan bibirnya bersentuhan
dengan bibirku tapi kenyataannya
aku mencium sebuah selendang,
hanya selendang, tapi apa yang
terjadi, dia malah menamparku, lalu
menatapku dengan tajam seperti
tatapan seorang yang ingin
membunuh untungnya saat itu tidak
ada orang disekitar kami kalau ada
mungkin aku akan sangat malu
sekali atau mungkin saja dia tidak
jadi menamparku karena aku tahu
Hanna tidak akan mempermalukan
orang di depan umum. Setelah
kejadian itu, dia masih bisa
memberikan senyum kepada
penjaga toko tapi tidak kepadaku.
Lama kami tidak bicara, setelah aku
memberanikan diri meminta maaf,
dia baru bisa kembali seperti semula.
Sejak saat itu aku tidak pernah lagi
mengungkit-ungkit hal itu dan aku
tidak pernah berani lagi untuk
melakukannya.
Apa yang kulakukan sekarang benar-
benar membutakan aku akan ingatan
hal itu. Aku tidak tahu harus berbuat
apa ketika dia tersadar, aku juga
tidak bisa berkata maaf karena entah
mengapa aku benar-benar merasa
tidak bersalah, tapi aku takut kepadanya sehingga aku hanya bisa
memalingkan wajahku dengan
menyandarkan kapalaku ke dadanya
yang tidak seberapa besar dan tidak
pula kecil itu. Aku semakin
menguatkan pelukanku kepadanya
benar-benar seperti orang yang
kedinginan dan mencari sebuah
kehangatan. Aku bisa merasakan
kehangatan tubuhnya dan debar
jantungnya yang berdetak begitu
cepat. Setelah hampir 5 menit,
kurasakan jantungnya mulai
berdetak semakin teratur,
ketakutanku pun semakin berkurang,
kucari-cari telapak tangannya dan
kemudian kudekatkan ke bibirku dan
kucium dengan lembut, tangannya
begitu dingin sekarang, kemudian
aku melingkarkan tangannya ke
leherku. Aku berusaha mengangkat
kepalaku dan memutarnya kea rah
kiri sehingga aku dapat melihat
wajahnya dengan jelas. Dia tidak
bergerak sedikitpun, wajahnya
sedang menghadap ke kanan,
bibirnya sedikit terbuka karena
sedang mengigit-gigit jari tangan
kanannya, tatapan matanya kosong.
Dia tidak menangis, marah atau
merasa bahagia, dia seperti kosong
dan sedang menenagkan diri. Aku
mendekatkan wajahku ketelinga
kirinya, dan berbisik lembut
kepadanya “Hans…”. Aku
memberanikan diri mencium
rambutnya, lalu dengan berlahan
turun mencium lehernya. Tidak ada
reaksi. Aku pun mencium keningnya
pelan-pelan, dan mencium setiap
jengkal pipinya, kemudian aku
menarik tangan kanannya yang
ditempelkannya kebibirnya pelan-
pelan, mendekatkan bibirnya ke
wajahku, lalu menciumnya dengan
lembut, tetap tidak ada reaksi, hanya
terdengar nafasnya yang kembali
memburu. “It’s OK! Everything it’s
OK,” aku membisikinya lembut sambil
tetap terus mencium bibirnya pelan-
pelan. Aku melingkarkan kedua
tangannya di leherku dan kemudian
tangan kananku kusisipkan ke
punggungnya dan kulingkarkan
dibahunya sedangkan tangan kiriku
kulingkarkan dipinggangnya. Aku
menciumnya pelan tapi semakin
lama semakin dalam, kurasakan
bibirnya masuk kedalam mulutku,
dan kumasukan lagi lidahku ke
mulutnya. Kulihat matanya mulai
terpejam perlahan dan bibirnya mulai
membalas ciumanku perlahan sangat
perlahan lalu aku pun memejamkan
mataku berusaha merasakan setiap
jengkal kenikmatannya. Ketika dia
membalas ciumanku beban berat
yang kurasakan menyesakkan
dadaku seakan-akan lenyap begitu
saja, dan tanganku pun mulai
bermain-main masuk kedalam
kaosnya untuk meraba-raba
punggungnya dengan liar, saat itu
kurasakan tangannya mulai
meremas-remas punggung dan
rambutku. Aku dan dia mulai
terangsang. Kurasakan dia menaik
turunkan kakinya dengan gelisah dan
semakin membuka lebar
selangkanan kakinya perlahan hal itu
secara tidak langsung membuat
penisku menjadi bergesekan dengan
alat kelaminnya yang tersembunyi di
dalam celana bahan miliknya
sehingga membuat penisku semakin
berdenyut-denyut. Tanganku mulai
berani meraba-raba punggungnya
mencari-cari tali branya dan dengan
cepat melepaskan kaitnya sehingga
kurasakan dadanya yang kencang
dan menempel dengan dadaku
mengendur sedikit. Tangan kiriku
meremas pundaknya dari belakang
dan tangan kananku mulai berani
berbalik mengarah ke perutnya dan
semakin menuju ke atas
memasukannya ke dalam bra yang
telah terlepas dari pengaitnya,
kurasakan gumpalan daging yang
terasa mulus dan kenyal, kemudian
jariku menyentuh pada bagian yang
mengeras. Dia tersentak kaget saat
aku mulai memainkan putingnya.
Aku melepaskan ciumanku dan mulai
berkonsentrasi pada payudaranya,
aku menegapkan diriku sehingga
berubah posisi jadi mendudukinya
kemudian menaruh tangan kiriku
meraba kaos putihnya dan mengarah
ke payudaranya yang kanan lalu
kuremas-remas payudaranya dengan
ganas sedangkan tangan kiriku masih
memainkan puting payudara kirinya
yang masih tersembunyi dibalik kaos
putihnya. Puting di payudara
kanannya yang mulai mengeras
terlihat menonjol keluar dari balik
kaos putihnya, benar-benar
pemandangan yang merangsang
birahiku, aku pun lansung mengulum
puting payudaranya yang menonjol
keluar dari balik kaosnya itu.
Tangannya berusaha menarik
kepalaku untuk tidak melakukannya,
tapi aku semakin menghisap
putingnya dalam-dalam dan
memainkanya dengan lidah dan
gigitan-gigitan kecil. “Aaaaarg…
haaaah…”, Hanna mengerang nikmat.
Saat ini kaos putih di bagian dadanya
yang kanan telah basah olehku,
dapat terlihat samar-samar warna
putingnya yang kecoklatan
menempel di kaosnya yang basah.
Aku tidak bisa lagi menahan diriku
untuk mengusap putingnya yang
menempel di bajunya itu, putingnya
aku usap-usap dan aku puntir secara
perlahan sedangkan tanganku yang
kanan masih meremas-remas puting
payudara kirinya. Kedua tangannya
memegang lengan tanganku yang
sibuk menjamah payudaranya,
berusaha menarik tanganku lepas,
tapi itu usaha yang sia-sia.
Kenikmatan yang dirasakan olehnya
semakin menghilangkan tenaganya
untuk melepaskan cengraman
tanganku di kedua payudaranya itu.
Kurasakan dadanya yang kenyal dan
putingnya yang telah mengeras di
kedua telapak tanganku, dadanya
lebih besar sedikit yang sebelah kiri.
Aku jadi teringat kata guru Biologiku
dulu waktu SMA, kalau payudara
perempuan tidak ada yang sama
ukurannya pasti ada yang lebih
besar, saat ini aku baru benar-benar
merasakannya sendiri.
Kulihat lagi wajah Hanna yang mulai
mengerang kenikmatan, tangannya
mulai meremas-remas bantal dan
bad cover yang ada disekitanya,
nafasnya memburu dengan cepat,
melihatnya nafsuku semakin
memburu. Aku angkat kaosnya
berlahan sehingga terlihat perutnya di
balik remang-remang cahaya lampu
sentir. Aku jilati pusarnya, dia
mengerang nikmat, lalu aku ciumi
perutnya naik terus sampai ke
payudaranya yang kanan sedang
tangan kananku masih meremas-
remas puting payudaranya yang kiri.
Kaosnya pun akhirnya tersingkap ke
atas, aku bisa melihat jelas bentuk
payudaranya yang tidak kecil dan
tidak besar itu tapi cukup setangkap
telapak tanganku sehingga aku bisa
meremas-remas payudaranya yang
kenyal itu dengan pas di tangan.
Kulihat payudaranya berwarna putih
mulus dengan putingnya yang
berwarna kecoklatan menonjol
keluar dengan indahnya, aku pun
langsung melahap payudaranya
dengan mulutku, aku mainkan
putingnya dengan lidahku dan dia
semakin gelisah kenikmatan sambil
menjambak rambutku. Kali ini
kuberanikan tanganku melepas tali
celana bahannya yang mengikat
kencang dipinggangnya sehingga aku
bisa dengan leluasa memasukan
tanganku untuk memegang
kemaluannya yang masih terbungkus
pakaian dalam, kurasakan tubuhnya
mengejang saat kupegang
kemaluannya dengan lembut. Aku
kemudian menarik celana bahan dan
celana dalamnya turun agar terlepas,
pelan-pelan kulihat bulu
kemaluannya yang lembut dan rapi,
sepertinya dia merawatnya dengan
baik. Tapi belum lepas semua
celananya karena aku baru
menurunkannya sampai paha, Hanna
memegang tanganku dengan erat,
wajahnya terlihat kaget dengan
perlahan dia menggelengkan
kepalanya, mulutnya terbuka tapi
tidak ada kata-kata yang keluar dari
mulutnya. Aku tahu dia tidak ingin
aku melakukannya tapi aku tidak
menghiraukannya, nafsuku telah
memburuku yang kurasakan saat ini
penisku semakin berdenyut-denyut
lebih kencang dari biasanya. Aku
kemudian menindih tubuhnya, dia
pun tersentak kaget, tapi tanganku
masih memegang kemaluannya yang
kini telah basah. Aku gosok-gosokkan
telapak tanganku ke kemaluannya
lalu aku meraba-raba mencari
klistorisnya.
Aku memang tidak pintar soal
berhubungan seks karena ini yang
pertama bagiku aku juga
sebenarnaya tidak suka menonton
blue film, karena entah mengapa film
itu bisa membuatku muntah saat
melihatnya. Aku hanya menambah
ilmu pengetahuanku seputar seks
lewat buku dan melihat adegan
seminya melalui film-film Hollywood
yang memang sebenarnya tidak di
sensor jika belum masuk ke
Indonesia. Hal itu membuat aku
sedikit tahu bagain-bagian tubuh
mana yang mudah terangsang saat
melakukan hubungan seks.
“Aaaaargh… Aaaargh….”, dia mulai
mengerang lirih saat aku memainkan
klistorisnya. Aku kemudian melumat
kembali bibirnya, lalu aku tekuk
kedua kakinya untuk menjilat
klistorisnya. Aku mencium aroma
kemaluannya yang telah basah,
sangat aneh bagiku, tapi
kemaluannya tidaklah berbau amis
seperti dugaanku mungkin karena dia
rajin merawatnya, aku mulai
menempelkan lidahku ke klistorisnya
dan memainkannya, kurasakan
pahanya mendekap kepalaku dengan
erat, tubuhnya mulai mengejang lagi.
“Apakah dia akan orgasme?” aku
bertanya-tanya dalam hati. Kutunggu-
tunggu tidak ada cairan hangat yang
keluar hanya terdengar suara
erangannya yang begitu lemah,
kulanjutkan niatku untuk menjilat
lubang vaginanya yang masih sempit
itu, sambil berusaha memasukan
lidahku ke dalam lubang vaginanya,
dia kembali mengerang kali ini
semakin keras. “Aaaaah… Aaaaah…
Aaaaaah… haaah” mendengarnya
penisku semakin mengeras, semakin
menegang. Ku buka celana jeans dan
celana dalamku dengan cepat dan
kuturunkan sampai lutut, sehingga
penisku kini dapat dilihat olehnya. Dia
kaget melihatnya, tapi aku yakin dia
bukan kaget melihat ukuran penisku
yang agak sedikit besar tapi dia
kaget mengenai apa yang akan
kulakukan kepadanya. Dia berusaha
menahan badanku yang kini telah
menindihnya tapi aku tetap tidak
menghiraukannya apalagi dia kini
sedikit agak lemas karena
kenikmatan yang tadi kuberikan
kepadanya. Sebenarnya aku ingin dia
mengulum penisku tapi itu jelas-jelas
tidak mungkin, saat ini dia tidak
melakukannya dengan senang hati
walaupun kebutuhan biologis telah
menyerangnya.
Aku kembali menciumi lehernya dan
meremas-remas payudaranya,
“Don’t”, katanya lirih. “I love you.. I
love you… I love you…”, kataku
membalasnya. Kata-kata itu aku
ulang semakin cepat, semakin cepat.
Nafasku semakin memburu dan aku
melepaskan celananya yang tadi
hanya dapat kuturunkan sampai
paha sehingga membuatnya tidak
mengenakan apa-apa lagi saat ini
hanya kaos putih yang masih
menutupi tubuhnya. Aku lalu
membuka jaket dan kaos oblongku
dengan cepat sehingga tubuh bagian
atasku yang berotot itu dapat terlihat
jelas olehnya, kemudian aku kembali
menindih tubuhnya dan mencium
bibirnya. Kali ini bisa kurasakan
penisku menempel dengan
kemaluannya, aku pun mulai
menggesek-gesekannya perlahan-
lahan, lalu semakin cepat, semakin
cepat. Saat ini aku hanya bisa
mendengar nafas kami yang
memburu dan merasakan penisku
yang mulai menegang. “Haaaaah…
Haaaaaah…”, “Aaaaaah…
Aaaaaaah…”. Aku menciumi bibirnya,
lalu menganggat kaki kirinya ke
bahuku, dia tersentak kaget tapi aku
benar-benar sudah tidak tahan lagi.
Kali ini penisku sudah benar-benar
www.ceritakita.hexat.com
menegang. Aku melumat bibirnya
semakin dalam agar dia tidak
menjerit saat aku memasukan
penisku ke dalam vaginanya,
tangannya mulai meremas-remas,
memukul dan mendekap
punggungku dengan erat saat aku
memulai memasukan penisku tapi
aku tidak menhiraukannya
tenaganya tidak berarti apa-apa pada
tubuhku yang agak atletis itu. Aku
masih tetap berusaha terus untuk
memasukan penisku ke lubang
vaginanya, susah sekali lubang
vaginanya terlalu sempit, tidak
seperti yang aku bayangkan. Aku
semakin mengangkat kaki kirinya
lebih tinggi lagi dan membuka kaki
kanannya sehingga aku lebih leluasa
untuk memasukkannya. “Krek…”,
akhirnya penisku berhasil memasuki
lubang vaginanya. “Aaaaaargh….” dia
berteriak dan terisak seperti mau
menangis, aku tidak tahu apakah dia
sedang menahan sakit atau mungkin
luka dibatinnya karena
keperawanannya telah kurenggut.
Kurasakan cairan sedikit agak lengket
keluar perlahan membasahi penisku
dan selangkangannya, aku tahu itu
adalah darah keperawanannya.
Aku terdiam sejenak, aku sempat
bingung apa yang harus kulakukan,
yang kurasakan hanya denyutan-
denyutan yang ada di penisku di
dalam lubang vaginanya dan rasanya
begitu nikmat berjuta-juta kali lebih
nikmat dari waktu aku menggesek-
gesekan penisku di kemaluannya. Dia
masih terisak dan merintih menahan
sakit ketika aku berusaha untuk
mengayunkan penisku di lubang
vaginanya.
“Clak… Clak… Clak….”, Ayunan
penisku semakin lama semakin cepat
di lubang vaginanya yang benar-
benar telah basah, aku serasa berada
di puncak kenikmatan saat ini. Dia
pun sudah tidak lagi terisak hanya
meringis kesakitan bercampur
kenikmatan, tangannya semakin
memegang erat punggungku, lalu dia
mulai mengejang, kurasakan cairan
hangat keluar meyentuh batang
penisku, dia telah orgasme untuk
yang pertama kalinya. Tangannya
terkulai lemas, aku memelankan
ayunan penisku sesaat sambil
melumat bibirnya dan menggulum
puting payudaranya, setelah dia
kembali mulai terangsang, aku
mempercepat kembali ayunan
penisku kali ini lebih cepat daripada
sebelumnya.
“Aaaaaah…. Aaaaaah…”
“Haaaaaah… Haaaaaah.. Oooh…
Oooh…”
Suara kenikmatanku dan dirinya
bersahut-sahutan. Aku semakin
mempercepat ayunan penisku lagi,
kali ini dia pun juga ikut
menggoyang-goyangkan pinggulnya
naik turun. Ayunan penisku semakin
cepat dan kulihat payudaranya
bergoyang-goyang dibalik kaos
putihnya. Aku mernarik kaos
putihnya keatas sehingga
payudaranya yang indah dan sedang
bergoyang-goyang itu dapat kulihat
seutuhnya. Tubuhnya sudah mulai
lagi mengejang, dia mau orgasme
untuk yang kedua kalinya, tapi aku
ingin orgasme berbarengan
dengannya, aku menghentikan
ayunan penisku sejenak lalu aku
menegapkan posisi tubuhkku yang
tadinya menindih tubuhnya, aku
pegang kedua pinggulnya sehingga
sedikit terangkat lalu kudorong
masuk lebih dalam penisku ke lubang
vaginanya dengan keras sehingga
batang penisku telah masuk sampai
kepangkalnya ke dalam vaginanya.
“Aaaaaaah…” dia pun tersentak, tapi
aku langsung kembali
mengayunkannya dengan cepat,
semakin lama semakin cepat.
“Oooooh…. Ooooh… Oooooh…
Yeaaah..”
“Aldi… Aldi…. Aaaaaah”
Erangan kenikmatan kami semakin
terdengar kencang. Tangannya
kembali meremas-remas bantal dan
bad cover yang ada di sekitarnya. Dia
telah berada di puncak kenikmatan
yang lebih nikmat dari sebelumnya,
aku pun melepaskan tangan kiriku
dari pinggulnya untuk memilin-milin
klistorisnya. “Aaaaaaaah….
Aaaaaah…. Noo…!!” Dia berteriak
semakin keras ketika aku semakin
cepat memilin klistolisnya dan
mengayunkan penisku. Tubuhnya
kembali mengejang, kali ini akupun
juga, tubuhku mengejang, dan cairan
kenikmatan kami keluar
berbarengan. Aku merasakan cairan
spermaku keluar menyembur ke
dalam rahimnya, aku telah
membasahi rahimnya dengan
spermaku. Rasanya nikmat sekali.
Kami berdua pun terkulai lemas,
badanku kurebahkan ke badannya
lalu kulumat bibirnya pelan-pelan, dia
tidak membalasnya, dia hanya
terdiam dan memejamkan matanya,
kulihat pipinya yang putih mulus itu
telah basah oleh air mata, bibirnya
yang kemerahan masih basah dan
sedikit bengkak karena aku
menciuminya dengan ganas, suasana
saat itu benar-benar hening, hanya
terdengar sayup-sayup suara jangrik
dan nafas kami yang masih
memburu. “Hans, I love you”, aku
berbisik ditelinganya, tapi tidak ada
reaksi, matanya masih terpejam
sambil mengatur nafasnya yang
tersenggal-senggal.
Kami berdua telah banjir keringat
padahal suhu malam disini 27 derajat
celcius. Sebenarnya aku ingin
melakukannya sekali lagi malam ini,
oh.. tidak dua kali lagi, mungkin tiga
oh.. bukan aku ingin melakukannya
lima kali lagi aku ingin melakukannya
lagi sampai pagi dan hal itu
sepertinya tidak mungkin terjadi. Aku
tidak mungkin memintanya
melakukan hal itu lagi malam ini
walaupun sepertinya aku bisa
memaksakannya lagi kepadanya,
tapi saat ini perasaan takut
kepadanya mulai tumbuh lagi di
dalam diriku, entah mengapa
perasaan bersalah baru muncul saat
ini. Aku sebenarnya ingin sekali
memaki diriku sendiri kenapa
perasaan itu tidak muncul sejak awal
ketika aku mulai menciuminya
dengan ganas.
Hal-hal buruk mulai menghantui
pikiranku, aku bukannya takut dia
akan hamil karena aku memang
benar-benar berniat menikahinya.
Aku takut apa yang akan terjadi
besok, apakah dia akan
meninggalkanku setelah ini, apakah
dia akan membunuhku besok. Aku
terima jika memang dia mau
membunuhku, tapi saat ini perasaan
takut kehilangannya menjadi
semakin menjadi-jadi. Aku jadi
kembali teringat waktu aku
menciumnya di toko souvenir, saat
itu dia sama sekali tidak takut
kehilanganku padahal dia telah
mendapatkan ciuman dariku. Setelah
kejadian itu sepertinya dia benar-
benar marah dan membenciku. Jika,
aku tidak aktif terus
menghubunginya dan meminta maaf
padanya, mungkin dia tidak akan
menghubungiku lagi selamanya.
Padahal mantanku yang pernah aku
cium dulu, dia menjadi semakin takut
kehilanganku tapi Hanna berbeda dia
bukan perempuan seperti itu, akal
rasionalnya lebih menguasainya
daripada perasaannya kepadaku.
Kali ini dia tidak menamparku seperti
waktu itu, tidak juga memukulku,
menendangku, meludahiku dan
memakiku bahkan tidak ada satupun
kata yang diucapkannya kepadaku
karena itu aku semakin takut. Hal
yang telah aku lakukan padanya saat
ini benar-benar kelewat batas,
mungkin saja dia tidak akan
berbicara lagi padaku selamanya,
atau mungkin dia akan menikah
dengan lelaki lain karena tidak sudi
menikah dengan lelaki sepertiku
yang sudah berbuat hal ini padannya.
Kalau dia sampai hamil anaku
mungkin saja dia lebih memilih
menjadi single parent, pergi
meninggalkanku tanpa aku bisa
menyentuh anaku, jika hal itu sampai
terjadi hatiku pasti akan benar-benar
hancur. Aku hanya bisa memikirkan
hal itu dalam diam, dalam tidurku
yang menyambut datangnya pagi,
aku ingin malam ini tidaklah berlalu
dengan cepat. Jika waktu tidak dapat
ku putar kembali aku ingin waktu
berhenti saat ini juga, ya.. saat ini
juga.
1 | 1 | 2901
BACK
Kumpulan Cerita Dewasa




Home
Cerita-XXX
Cerita Stim
Cerita Erotis
Sumber Cerita
Thai Stories


© 2009 - 2014 CeritaKita-X
Cerita mesum dan Artikel seks