watch sexy videos at nza-vids!

Situs Cerita Sex Dewasa




Cerita Dewasa Skandal
www.ceritakita.hexat.com

Kontol Perkasa

Sang surya sudah mulai
tengelam,langitpun mulai gelap.Sore
yang penuh ceria dan
menyenangkan,Seperti biasa
aktifitasku yang tak pernah aku
lewatkan adalah pergi tennis dengan
temanku.Maklum Ini merupakan
hobby ku dari kecil yang tidak pernah
absen ku lakukan.Aku ditemani
vernaa,dia merupakan teman tennis
ku sebaya dengan ku.Setelah pulang
main dari tennis aku mengantarkann
verna ke rumah,tapi keadaan yang
membuatku sangat
jengkel,sepanjang jalan menuju
rumah verna selalu macet.Jarak yang
biasa bisa ditempuh 10 menit,kalau
sore hari bisa-bisa 30 menit mungkin
karena sore hari banyak pekerja
yang mau pulang kerumah masing-
masing.Akhirnya,, tiba juga setelah
20 menit aku mengendarai
mobil,Tampaknya rumah verna
sedang ada banyak orang”akupun
bertanya”verna?rumah kamu ada apa
sih kok banyak lalu lalang angkat-
angkat bahan bangunan?Oh.itu itu
para kuli bangunan yang
sedangmerenofasi rumahku,rencana
mamaku sich katanya mau dibuat
kolam renang dan tempat untuk
santai atau sejenis taman gitu dech
kayaknya”saut verna.Kedua gadis itu
akhirnya turun dari mobil,Luar biasa
semua orang bangunan yang berada
dirumah itu matanya terbelalak
tajam menatap kedua gadis cantik
itu,ya dibarengi dengan keringat yang
masih basah di dada mereka
membuat lelaki disitu menelan
ludah.Siapa yang tidak tergiur
melihatnya balutan busana tennis
dengan rok pendek,Uh,, paha yang
benar-benar mulus dan bokong
semok yang begitu
menggoda.Dengan muka yang sopan
dan wajah yang ramah mereka
menyapa semua kuli dengan
ucapan”selamat sore”,sontak mereka
juga menjawab”sore nona
manis.Lankah mereka pun menuju ke
sebuah ruang tamu,seperti biasa aku
mesti disuruh mampir sebentar oleh
ibunya virna walau hanya menyedu
secangkir kopi.
Setengah jam pertama kami lewati
dengan ngerumpi tentang masalah
kuliah, cowok, dan seks sambil
menikmati snack dan menonton TV.
Lalu Mama Verna keluar dari
kamarnya dengan dandanan rapi
menandakan dia akan keluar rumah.
“Ver, Mama titip bayarannya tukang-
tukang itu ke kamu ya, Mama
sekarang mau ke arisan,” katanya
seraya menyerahkan amplop pada
Verna.
“Yah Mama jangan lama-lama, ntar
kalau Citra pulang, Verna sendirian
dong, kan takut,” ujarnya dengan
manja (waktu itu papanya sedang di
luar kota, adik laki-lakinya, Very
sudah 2 tahun kuliah di US dan
pembantunya, Mbok Par masih
mudik).
Akhirnya kami ditinggal berdua di
rumah Verna yang besar itu. Aku sih
sebenarnya sudah mau pulang dan
mandi sehabis bermain tenis, tapi
Verna masih menahanku untuk
menemaninya. Sebagai sobat dekat
terpaksa deh aku menurutinya, lagian
aku kan tidak bawa mobil. Di
halaman depan tampak para tukang
itu sudah beres-beres, ada pula yang
sudah membersihkan badan di kamar
mandi belakang.
Melihat mereka sudah bersih-bersih,
akupun jadi kepingin menyegarkan
badanku yang sudah tidak nyaman
ini. Akupun mengajak Verna mandi
bareng, tapi dia menyuruhku mandi
saja duluan di kamar mandi di
kamarnya, nanti dia akan menyusul
sesudah para tukang selesai dan
membayar uang titipan Mamanya
pada mereka, sekalian menghabiskan
rokoknya yang tinggal setengah.
Akupun meninggalkannya dia yang
sedang menonton TV di ruang tengah
menuju ke kamarnya. Di kamar
mandi aku langsung menanggalkan
pakaianku lalu kuputar kran shower
yang langsung mengucurkan airnya
mengguyur tubuh bugilku. Air hangat
memberiku kesegaran kembali
setelah seharian berkeringat karena
olahraga, rasa nyaman itu
kuekspresikan dengan bersenandung
kecil sambil menggosokkan sabun ke
sekujur tubuhku. 15 menit kemudian
aku sudah selesai mandi,
kukeringkan tubuhku lalu kulilitkan
handuk di tubuhku. Aku sudah beres,
tapi anehnya Verna kok belum
muncul juga, bahkan pintu kamarpun
tidak terdengar dibuka, padahal dia
bilang sebentar saja.
Aku ingin meminjam bajunya, karena
bajuku sudah kotor dan bau keringat,
maka aku harus bilang dulu padanya.
“Ver..Ver, sudah belum, saya mau
pinjam baju kamu nih!!,” teriakku dari
kamar.
Tidak terdengar jawaban dari
seruanku itu, ada apa ya pikirku,
apakah dia sedang di luar meninjau
para tukang jadi suaraku tidak
terdengar? Waktu aku lagi bingung
sendirian begitu terdengarlah pintu
diketuk.
“Nah, ini dia baru datang,” kataku
dalam hati.
Akupun menuju ke pintu dan
membukanya sambil berkata
“Huuh.. lama banget sih Ver, lagian
ngapain pake ngetok..!!,” rasa kaget
memotong kata-kataku begitu
melihat beberapa orang pria sudah
berdiri diambang pintu. Dua
diantaranya langsung menangkap
lenganku dan yang sebelah kanan
membekap mulutku dengan
tangannya yang besar.
Belum hilang rasa kagetku mereka
dengan sigap menyeretku kembali ke
dalam kamar. Aku mulai dapat
mengenali wajah-wajah mereka,
ternyata mereka adalah para kuli
bangunan di bawah tadi, semuanya
ada 4 orang.
“Apa-apaan ini, lepasin saya..
tolong..!!,” teriakku dengan meronta-
ronta.
Tapi salah seorang dari mereka yang
lengannya bertato dengan tenangnya
berkata, “Teriak aja sepuasnya neng,
di rumah ini sudah nggak bakal ada
yang denger kok.”
Mendengar itu dalam pikiranku
langsung terbesit ‘Verna’, ya mana
dia, jangan-jangan terjadi hal yang
tidak diinginkan padanya sehingga
aku pun makin meronta dan menjerit
memanggil namanya. Tak lama
kemudian masuklah Verna,
tangannya memegang sebuah
handycam Sony model terbaru.
Sejenak aku merasa lega karena dia
baik-baik saja, tapi perasaanku lalu
menjadi aneh melihat Verna
menyeringai seram.
“Ver.. apa-apaan nih, mau ngapain
sih kamu?,” tanyaku padanya.
Tanpa mempedulikan pertanyaanku,
dia berkata pada para kuli bangunan
itu,
“Nah, bapak-bapak kenalin ini temen
saya Citra namanya, dia seneng
banget dientot, apalagi kalau
dikeroyok, jadi silakan dinikmati
tanpa malu-malu, gratis kok!,”
Dia juga memperkenalkan para kuli
itu padaku satu-persatu. Yang
lengannya bertato adalah mandornya
bernama Imron, usianya sekitar 40-
an, dia dipanggil bos oleh teman-
temannya. Di sebelah kiriku yang
berambut gondrong sebahu dan
kurus tinggi bernama Kirno, usianya
sekitar 30-an. Yang berbadan paling
besar diantara mereka sedang
memegangi lengan kananku
bernama Tarman, sebaya dengan
Imron, sedangkan yang paling muda
kira-kira 25-an bernama Dodo,
wajahnya paling jelek diantara
mereka dengan bibir agak monyong
dan mata besar. Keempatnya
berbicara dengan logat daerah
Madura.
“Gila kamu Ver.. lepasin saya ah,
edan ini sih!,” aku berontak tapi
dalam hatiku aku justru ingin
melanjutkan kegilaan ini.
“Tenang Ci, ini baru namanya
surprise, sekali-kali coba produk
kampung dong,” katanya menirukan
ucapanku waktu mengerjainya di vila
dulu. Habis berkata bibirnya dengan
cepat memagut bibirku, kami
berciuman beberapa detik sebelum
dia menarik lepas mulutnya yang
bersamaan dengan menghentakkan
handuk yang melilit tubuhku. Mereka
bersorak kegirangan melihat tubuh
bugilku, mereka sudah tidak sabar
lagi untuk menikmatiku
“Wah.. nih tetek montok banget,
bikin gemes aja!,” seru si Tarman
sambil meremas payudara kananku.
“Ini jembut nggak pernah dicukur
yah lebat banget!,” timpal si Kirno
yang mengelusi kemaluanku yang
ditumbuhi bulu-bulu lebat itu, dengan
terus mengelus Kirno lalu
merundukkan kepalanya untuk
melumat payudaraku yang kiri.
Sementara di belakangku, si Dodo
berjongkok dan asyik menciumi
pantatku yang sekal, tangannya yang
tadinya cuma merabai paha mulus
dan bongkahan pantatku mulai
menyusup ke belahan pantatku dan
mencucuk-cucukkan jarinya di sana.
Di hadapanku Pak Imron melepaskan
pakaiannya, kulihat tubuhnya cukup
berisi tapi perutnya agak berlemak,
penisnya sudah mengacung tegak
karena nafsunya. Dia meraba-raba
kemaluanku, si Kirno yang
sebelumnya menguasai daerah itu
bersikap mengalah, dia melepaskan
tangannya dari sana agar mandornya
itu lebih leluasa. Wajahnya
mendekati wajahku, dia menghirup
bau harum dari tubuhku.
“Hhmmhh.. si non ini sudah wangi,
cantik lagi!,” pujinya sambil membelai
wajahku.
“Iya bos, emang di sini juga wangi
loh!,” timpal si Dodo di tengah
aktivitasnya menciumi daerah
pantatku.
Diperlakukan seperti itu bulu kudukku
merinding, sentuhan-sentuhan nakal
pada bagian-bagian terlarangku
membuatku serasa hilang kendali.
Gerak tubuhku seolah-olah mau
berontak namun walau dilepas
sekalipun saya tidak akan berusaha
melarikan diri karena tanggung sudah
terangsang berat. Merasa sudah
menaklukkanku, kedua kuli di
samping melonggarkan pegangannya
pada lenganku.
Adegan panas ini terus direkam
Verna dengan handycamnya sambil
menyoraki kami.
“Aahh.. jangan.. Ver, jangan
disyuting.. ngghh.. matiin handy..
hhmmhh..!!,” kata-kataku terpotong
oleh Pak Imron yang melumat bibirku
dengan bernafsu. Aku yang sudah
horny membalas ciumannya dengan
penuh gairah.
“Acchh.. ahhkk.. cckk” bunyi mulut
dan lidah kami beradu. Aku makin
menggeliat kegelian ketika si Kirno
menaikkan lenganku dan menciumi
ketiakku yang tak berbulu.
“Ayo Ci, gaya kamu ok banget, pasti
lebih heboh dari bokepnya Itenas
nih,” Verna menyemangati sambil
mencari sudut-sudut pengambilan
gambar yang bagus. Dia fokuskan
kameranya ketika aku sedang
diciumi Pak Imron, saat bersilat lidah
hingga liur kami menetes-netes.
Badanku bergetar sepeti kesetrum
dan tanpa sadar kubuka kedua
pahaku lebih lebar sehingga
membuka lahan lebih luas bagi lidah
Dodo bermain main di lubang anusku,
juga jari-jari yang mengocok-ngocok
vaginaku, aku tidak dapat melihat
jelas lagi jari-jari siapa yang
mengelus ataupun keluar-masuk di
sana saking hanyutnya dalam birahi.
Mereka menggiring dan
mendudukkanku di tepi ranjang.
Kirno dan Tarman mulai melepas
pakaian mereka, sedangkan Dodo
entah sejak kapan dia melepaskan
pakaiannya, karena begitu kulihat dia
sudah tidak memakai apa-apa lagi.
Kini mereka berempat yang sudah
bugil berdiri mengerubungiku dengan
keempat senjatanya ditodongkan di
depan wajahku. Aku sempat
terperangah melihat penis mereka
yang sudah mengeras itu, semuanya
hitam dan besar, rata-rata berukuran
17-20cm.
“Ayo non, tinggal pilih mau yang
mana duluan,” kata Pak Imron.
Aku meraih penis Pak Tarman yang
paling panjang, kubelai dan kujilati
sekujur permukaannya termasuk
pelirnya, kemudian kumasukkan ke
mulut dan kuemut-emut.
“Heh, jangan cuma si Tarman aja
dong non, saya kan juga mau nih,”
tegur si Kirno seraya menarik
tanganku dan menempelkannya
pada penisnya .
“Iya nih, saya juga,”
www.ceritakita.hexat.com
sambung si
Dodo menarik tanganku yang lain.
“Mmhh.. eenngg..!,” gumamku saat
menyepong Pak Tarman sambil
kedua tanganku menggenggam dan
mengocok penis Dodo dan Kirno.
Sambil menikmati penis-penis itu,
mendadak kurasakan kakiku
direnggangkan dan ada sesuatu di
bawah sana. Oh, ternyata Pak Imron
berjongkok di hadapan
selangakanku. Tangannya membelai
paha mulusku dan berhenti di
vaginaku dimana dia membuka
bibirnya lalu mendekatkan wajahnya
kesana. Kurasakan lidahnya mulai
menyentuh dinding vaginaku dan
menari-nari disana. Sungguh luar
biasa kenikmatan itu, aku pun
semakin liar, aku membuka pahaku
lebih lebar agar Pak Imron lebih
leluasa menikmati vaginaku. Hal itu
juga berpengaruh pada kocokan dan
kulumanku yang makin intens
terhadap ketiga pria yang sedang
kulayani penisnya. Mereka
mengerang-ngerang merasakan
nikmatnya pelayanan mulutku secara
bergantian. Saking sibuknya aku
sampai tidak tahu lagi tangan-tangan
siapa saja yang tak henti-hentinya
menggerayangi payudaraku.
Setelah cukup dengan pemanasan,
mereka membaringkan tubuhku di
tengah ranjang. Pak Imron langsung
mengambil posisi diantara kedua
pahaku siap untuk memasukkan
penisnya kepadaku, tanpa ba-bi-bu
lagi dia mulai menancapkan miliknya
padaku. Ukurannya sih tidak sebesar
milik Pak Tarman, tapi diameternya
cukup lebar sesuai bentuk tubuhnya
sehingga vaginaku terkuak lebar-
lebar dan agak perih. Verna
mendekatkan kameranya pada
daerah itu saat proses penetrasi yang
membuatku merintih-rintih. Pak
Imron mulai menghentak-hentakkan
pinggulnya, mulanya pelan tapi
semakin lama goyangannya semakin
kencang membuat tubuhku
tersentak-sentak. Teman-temannya
juga tidak tinggal diam, mereka
menjilati, mengulum, dan
menggerayangi sekujur tubuhku. Si
Dodo sedang asyik menjilat dan
mengeyot payudaraku, terkadang dia
juga menggigit putingku. Pak Tarman
menggelikitik telingaku dengan
lidahnya sambil tangannya meremasi
payudaraku yang satunya.
Sementara tangan kananku sedang
mengocok penis si Kirno. Pokoknya
bener-bener rame rasanya deh, ya
geli, ya nikmat, ya perih, semua
bercampur jadi satu.
Aku mengerang-ngerang sambil
mengomeli Verna yang terus
merekamku
“Awww.. awas kamu Ver ntar..
saya.. aahh.. liat aja.. oohh.. ntar!,”
“Yaah, kamu masa kalah sama Indah
Ci, dia aja sudah ada bokepnya,
sekarang saya juga mo bikin yang
kamu nih,” ujarnya dengan santai
“Hmm.. judulnya apa yah, Citra
cewek A*****, wah pasti seru deh!”
Kini sampailah aku pada saat yang
menentukan, tubuhku mengejang
hebat sampai menekuk ke atas
disusul dengan mengucurnya cairan
cintaku seperti pipis. Si Kirno juga jadi
ikut mengerang karena
genggamanku pada penisnya jadi
mengencang dan kocokanku makin
bersemangat. Pak Imron sendiri
belum memperlihatkan tanda-tanda
akan klimaks, kini dia malah
membalikkan tubuhku dalam posisi
dogy tanpa melepas penisnya. Dia
melanjutkan genjotannya dari
belakang.
Waktu aku masih lemas dan
kepalaku tertunduk, tiba-tiba si Dodo
menarik rambutku dan penisnya
sudah mengacung di depan wajahku.
Akupun melakukan apa yang harus
kulakukan, benda itu kumasukkan
dalam mulutku. Kumulai dengan
mengitari kepalanya yang seperti
jamur itu dengan lidahku, serta
menyapukan ujung lidahku di lubang
kencingnya, selanjutnya kumasukkan
benda itu lebih dalam lagi ke mulut
dan kukulum dengan nikmatnya.
Tentu saja hal ini membuat si Dodo
blingsatan keenakan, penisnya
ditekan makin dalam sampai
menyentuh kerongkonganku, bukan
cuma itu dia juga memaju-
mundurkan penisnya sehingga aku
agak kelabakan. Setiap kali Pak
Imron menghujamkan penisnya penis
Dodo semakin masuk ke mulutku
sampai wajahku terbenam di
selangkangannya, begitupun
sebaliknya ketika Dodo
menyentakkan penisnya di mulutku,
penis Pak Imron semakin melesak ke
dalamku. Pak Tarman yang
menunggu giliran berlutut di
sampingku sambil meremas
payudaraku yang menggantung. Pak
Imron mendekati puncak, dia
mencengkam pinggulku erat-erat
sambil melenguh nikmat,
genjotannya semakin cepat sampai
akhirnya menyemburkan cairan putih
pekat di rahimku.
Sesudah Pak Imron mencabut
penisnya, si Dodo mengambil alih
posisinya. Namun sebelum sempat
memulai, si Kirno menyela:
“Kamu dari bawah aja Do, masak
dari tadi aku ngerasain tangannya
aja sih, aku pengen ininya nih!,”
katanya sambil mencucukkan jarinya
ke anusku sehingga aku menjerit
kecil.
Merekapun sepakat, akhirnya aku
menaiki penis si Dodo yang berbaring
telentang, benda itu masuk dengan
lancarnya karena vaginaku sudah
licin oleh cairan kewanitaanku
ditambah lagi mani Pak Imron yang
banyak itu. Kemudian dari belakang
Kirno mendorong punggungku ke
depan sehingga pinggulku terangkat.
Aku merintih-rintih ketika penisnya
melakukan penetrasi pada anusku.
“Uuhh.. waduhh.. sempit banget nih
lubang!,” desahnya menikmati
sempitnya anusku.
Kedua penis ini mulai berpacu keluar-
masuk vagina dan anusku seperti
mesin. Dodo yang berada dibawah
menciumi leher depanku dan
meninggalkan bekas merah.
“Ooohh.. aahh.. eenngghh,” suara lirih
keluar dari mulutku setiap kali kedua
penis itu menekan kedua liang
senggamaku dengan kuat.
Disebelahku kulihat Verna sudah
mulai dikerjai Pak Imron dan Tarman
yang sudah tidak sabar karena
penisnya belum kebagian jatah
lubang dari tadi. Verna terus
mensyutingku walaupun tangan-
tangan jahil itu terus
menggerayanginya, sesekali dia
mendesah. Tangan Pak Tarman
menyusup lewat bawah rok tenisnya
dan kaos putihnya sudah disingkap
oleh Pak Imron. Dengan cekatan, Pak
Imron membuka kait BH-nya
menyebabkan BH yang melingkar di
dadanya itu jatuh, dan terlihatlah
buah dada montok Verna dengan
puting kemerahan yang mencuat.
Pak Tarman langsung melumat yang
sebelah kiri sambil tangannya
menggosok-gosok kemaluannya dari
luar, yang sebelah kiri diremas Pak
Imron sambil menciumi lehernya. Ikat
rambut Verna ditariknya hingga
rambut indahnya tergerai sampai
punggung.
“Aaahh.. jangan sekarang Pak.. sshh,”
desah Verna dengan suara bergetar.
Pak Imron mengambil handycam dari
tangan Verna dan meletakkannya di
rak kecil pada ujung ranjang,
diaturnya sedemikian rupa agar alat
itu menangkap gambar kami semua.
Desahan Verna makin seru saat jari-
jari Pak Tarman keluar masuk
vaginanya lewat samping celana
dalamnya. Kedua payudaranya
menjadi bulan-bulanan mereka
berdua, keduanya dengan gemas
meremas, menjilat, mengulum, juga
memain-mainkan putingnya, seperti
yang pernah kukatakan, payudara
Verna memang paling
menggemaskan diantara kami
berempat. Pak Imron duduk
berselonjor dengan bersandar pada
ujung ranjang, disuruhnya Verna
melakukan oral seks. Tanpa disuruh
lagi Verna pun menunduk hingga
pantatnya nungging. Digenggamnya
penis yang hitam berurat itu, dikocok
sejenak lalu dimasukkan ke
mulutnya. Dari belakang, Pak Tarman
menarik lepas celana dalamnya, lalu
dia sendiri mulai menjilati kemaluan
Verna yang sudah becek, posisi
Verna yang menungging
membuatnya sangat leluasa
menjelajahi kemaluannya sampai
anusnya dengan lidah. Mereka
melakukan oral seks berantai.
Pak Imron memegang handycam dan
mengarahkannya pada Verna yang
sedang mengulum penisnya,
terkadang alat itu juga diarahkan
padaku yang sedang disenggamai
Kirno dan Dodo. Sudah cukup lama
aku bertahan dalam posisi ini,
payudaraku rasanya panas dan
memerah karena terus dikenyot dan
diremas Dodo yang di bawahku, lalu
Dodo menarik wajahku, bibir
mungilku bertemu mulutnya yang
monyong, lidahnya bermain liar
dalam mulutku, wajahku juga dijilati
sampai basah oleh ludahnya. Si Kirno
yang sedang menyodomiku
tangannya bergerilya mengelusi
punggung dan pantatku. Mungkin
karena sempitnya, Kirno orgasme
duluan, dia mengerang dan
mempercepat genjotannya hingga
akhirnya dia melepas penisnya lalu
buru-buru pindah ke depan untuk
menyiramkan spermanya di
wajahku. Pak Imron mendekatkan
handycam itu saat sperma Kirno
muncrat membasahi wajahku.
Wajahku basah bukan saja oleh
keringat, juga oleh ludah Dodo dan
sperma Kirno yang kental dan
banyak itu. Si Dodo bilang aku jadi
lebih cantik dan menggairahkan
dengan kondisi demikian, maka aku
biarkan saja wajahku belepotan
seperti itu, bahkan kujilati cairan
yang menempel di pinggiran mulutku.
Lepas dari Kirno, aku masih harus
bergumul dengan Dodo dalam posisi
woman on top. Aku menggoyangkan
pinggulku dengan liar diatas
penisnya, aku makin terangsang
melihat ekspresi kenikmatan di
wajahnya, dia meringis dan
mengerang, terutama saat aku
membuat gerakan meliuk yang
membuat penisnya seolah-olah
dipelintir. Kamar ini bertambah gaduh
dengan desahan Verna yang sedang
disodoki Pak Tarman dari belakang,
dari depannya Pak Imron menopang
tubuhnya sambil menyusu dari
payudaranya. Si Kirno yang sedang
beristirahat diserahi tugas mensyuting
adegan kami dengan handycam itu.
Gila memang, kalau dilihat sekilas
seperti sedang terjadi perkosaan
massal di rumah ini, karena kalau
dilihat dari fisik, mereka kasar dan
hitam, selain itu mereka cuma kuli
bangunan. Sedangkan tubuh kami
terawat dan putih mulus bak pualam
dengan wajah yang sedap dipandang
karena kami dari golongan borju dan
terpelajar. Pasti mereka ibarat
kejatuhan bintang berkesempatan
menikmati tubuh mulus kami.
Tidak sampai 10 menit setelah Kirno
melepaskanku, tubuhku pun mulai
mengejang dan kugoyangkan
tubuhku lebih gencar. Akhirnya
akupun kembali mencapai orgasme
bersamaan dengan Dodo. Tubuhku
ambruk telentang, si Dodo
menyiramkan spermanya bukan
hanya di wajahku, tapi juga di leher
dan dadaku.
“Hei.. sialan lu, aku belum ngentot
sama tuh cewek, udah lu mandiin
pakai peju lu,” tegur Pak Tarman
yang sedang menggenjot Verna
dalam logat daerah yang kental.
“Huehehe.. tenang dong bos, suruh
aja si non ini yang bersihin,” jawab
Dodo sambil menarik kepala Verna
mendekati wajahku, “Ayo non,
minum tuh peju!”
Tanpa merasa jijik, Verna yang sudah
setengah sadar itu mulai menjilati
wajahku yang basah, lidahnya terus
menyapu cairan putih itu hingga
mulut kami bertemu. Beberapa saat
kami berpagutan lalu lidah Verna
merambat turun lagi, ke leher dan
payudara, selain menjilati ceceran
spema, dia juga mengulum buah
dadaku, putingku digigitnya pelan
dan diemut. Sebuah tangan lain
mendarat di payudaraku yang satu.
Aku melihat si Kirno sudah berlutut di
sebelahku mengarahkan handycam
ke arah kami.
Aku merasakan kedua pahaku
dibuka, lalu kemaluanku yang sudah
basah dilap dengan tisu. Si Dodo
telah memposisikan kepalanya
diantara pangkal pahaku
dan lidahnya mulai menjilati pahaku.
Diperlakukan demikian aku jadi
kegelian sehingga paha mulusku
makin mengapit kepala si Dodo.
Lidahnya semakin mengarah ke
vaginaku dan badanku menggeliat
diiringi desahan ketika lidahnya yang
basah itu bersentuhan dengan bibir
vaginaku lalu menyapunya dengan
jilatan panjang menyusuri
belahannya. Lidah itu juga memasuki
vaginaku lebih dalam lagi menyentuh
klitorisku. Ooohh.. aku serasa terbang
tinggi dengan perlakuan mereka,
belum lagi si Kirno yang terus
memilin-milin putingku dan Verna
yang menjilati tubuhku. Dalam waktu
singkat selangkanganku mulai basah
lagi. Dodo mengisap vaginaku dalam-
dalam sehingga mulutnya terlihat
semakin monyong saja, sesekali dia
mengapitkan klitorisku dengan
bibirnya. Aku mengerang keras,
kakiku mengapit erat kepalanya
melampiaskan perasaan yang tak
terlukiskan itu.
Aku mendengar Pak Tarman menjerit
tertahan, tubuhnya mengejang dan
genjotannya terhadap Verna makin
kencang, ranjang ini semakin
bergetar karenanya. Verna sendiri
tidak kalah serunya, dia menjerit-jerit
seperti hewan mau disembelih
karena payudaranya yang montok itu
digerayangi dengan brutal oleh Pak
Tarman, selain itu agaknya dia pun
sudah mau orgasme. Akhirnya jeritan
panjang mereka membahana di
kamar ini, mereka mengejang hebat
selama beberapa saat. Keringat di
wajah Verna menetes-netes di dada
dan perutku dan dia jatuhkan
kepalanya di perutku setelah Pak
Tarman melepasnya. Pak Imron yang
menunggu giliran mencicipi Verna
langsung meraih tubuhnya yang
masih lemas itu dan dinaikkan ke
pangkuannya dengan posisi
membelakangi. Tangannya yang
kekar itu membentangkan lebar-lebar
paha Verna dan menurunkannya
hingga penis yang terarah ke vagina
Verna tertancap. Penis itu melesak
masuk disertai lelehan sperma Pak
Tarman yang tertampung di rongga
itu. Sejenak kemudian tubuh Verna
sudah naik turun di pangkuan Pak
Imron.
Puas menjilati vaginaku, kini si Dodo
membalik tubuhku dalam posisi
doggy. Penisnya diarahkan ke
vaginaku dan dengan sekali
hentakkan masuklah penis itu ke
dalamku. Dodo memompakan
penisnya padaku dengan cepat sekali
sampai aku kesulitan mengambil
nafas, kenikmatan yang luar biasa ini
kuekspresikan dengan erangan dan
geliat tubuhku. Kemudian Pak Tarman
yang sudah pulih menarik kepalaku
yang tertunduk lantas menjejali
mulutku dengan penisnya. Jadilah
aku disenggamai dari dua arah, selain
itu payudaraku pun tidak lepas dari
tangan-tangan kasar mereka,
putingku dipencet, ditarik, dan
dipelintir. Selama 15 menit diigempur
dari belakang-depan akhirnya aku
tidak tahan lagi, lolongan panjang
keluar dari mulutku bersamaan
dengan Verna yang juga telah
orgasme di pangkuan Pak Imron, tak
sampai 5 menit Dodo juga
menyemburkan maninya di dalam
rahimku.
Pak Tarman menggantikan posisi
Dodo, aku dibaringkan menyamping
dan diangkatnya kaki kananku ke
bahunya. Dia mendorong penisnya ke
vaginaku, oucchh.. rasanya sedikit
nyeri karena ukurannya yang besar
itu aku sampai merintih dan
meremas kain sprei, padahal itu
belum masuk sepenuhnya. Beberapa
kali dia melakukan gerakan tarik-
dorong untuk melicinkan jalan masuk
bagi penisnya, hingga dorongan yang
kesekian kali akhirnya benda itu
masuk seluruhnya.
“Aakkhh.. sakit Pak.. aduh,” aku
mengerang kesakitan karena dia
melakukannya dengan agak paksa.
Dia berhenti sejenak untuk
membiarkanku beradaptasi, baru
kemudian dia mulai menggenjotku,
frekuensinya terasa semakin
meningkat sedikit demi sedikit. Urat-
urat penisnya terasa sekali
bergesekan dengan dinding vaginaku.
Aku dibuatnya mengerang-ngerang
tak karuan, mataku menatap kosong
ke arah handycam yang sekarang
sudah berpindah ke tangan Pak
Imron.
Verna kini sedang digumuli oleh Kirno
dalam posisi yang sama dan saling
berhadapan denganku. Kuraih
tangannya sehingga telapak tangan
kami saling genggam. Kucoba
berbicara dengannya dengan nafas
tersenggal-senggal,
“Ahh.. Ver, yang ini.. ngghh.. gede..
amat”
“Iyah.. yang ini juga.. ahh.. gila..
nyodoknya mantap!” jawabnya
Kemudian aku merasa sebuah lidah
menggelitik telingaku, ternyata itu si
Dodo, tangannya tidak tinggal diam
ikut bergerilya di payudaraku. Bulu
kudukku merinding ketika lidahnya
menyapu telak tengkuk dan
belakang telingaku yang cukup
sensitif. Pak Tarman menyodokku
demikian keras sambil tangannya
meremasi pantatku, untung saja aku
sudah terbiasa dengan permainan
kasar seperti ini, kalau tidak tentu
aku sudah pingsan sejak tadi.
Tiba-tiba Verna mendesah lebih
panjang dan menggenggam
tanganku lebih erat, tubuhnya
bergetar hebat, nampaknya dia mau
orgasme.
“Iyah.. terus mas.. ahh.. ahh.. Ci.. gua
keluar.. akkhh!” desahnya bersamaan
dengan tubuhnya menegang selama
beberapa saat lalu melemas kembali.
Ternyata Kirno masih belum selesai
dengan Verna, kini dia telentangkan
tubuhnya, kaos tenisnya yang
tersingkap dilepaskan dan
dilemparnya, maka yang tersisa di
tubuh Verna tinggal rok tenis yang
mini, seuntai kalung di lehernya, dan
sebuah arloji ‘Guess’ di lengannya.
Kemudian dia menaiki dada Verna
dan menyelipkan penisnya diantara
kedua gunung itu dan mengocoknya
dengan himpitan daging kenyal itu.
Tak lama spermanya berhamburan
ke wajah dan dada Verna, lalu Kirno
mengusap sperma di dadanya
sampai merata sehingga payudara
Verna jadi basah dan berkilauan oleh
sperma. Si Dodo yang sebelumnya
menggerayangiku sekarang sudah
pindah ke selangkangan Verna
dimana dia memasukkan dua jari
untuk mengobok-obok vaginanya
dan mengelus-elus paha dan
pantatnya.
Aku tinggal melayani Pak Tarman
seorang saja, tapi tenaganya seperti
tiga orang, bagaimana tidak sudah
tiga kali aku dengan dia ganti posisi
tapi masih saja belum menunjukkan
tanda-tanda sudahan, padahal
badanku sudah basah kuyup baik
oleh keringat maupun sperma,
suaraku juga sudah mau habis untuk
mengerang. Sekarang dia sedang
genjot aku dengan posisi
selangkangan terangkat ke atas dan
dia menyodokiku dari atas dengan
setengah berdiri. Belasan menit
dalam posisi ini barulah dia mencabut
penisnya dan badanku langsung
ambruk ke ranjang. Belum sempat
aku mengatur nafas, dia sudah
menempelkan penisnya ke bibirku
dan menyuruhku membuka mulut,
cairan putih kental langsung
menyembur ke wajahku, tapi karena
semprotannya kuat cairan itu bukan
cuma muncrat ke mulut, tapi juga
hidung, pipi, dan sekujur wajahku.
Yang masuk mulut langsung kutelan
agar tidak terlalu berasa karena
baunya cukup menyengat.
Verna masih sibuk menggoyang-
goyangkan tubuhnya diatas penis
Dodo, kedua tangannya
menggenggam penis Pak Imron dan
Kirno yang masing-masing berdiri di
sebelah kiri dan kanannya. Secara
bergantian dia mengocok dan
menjilati penis-penis di
genggamannya itu. Kedua pria itu
dalam waktu hampir bersamaan
menyemburkan spermanya ke tubuh
Verna. Seperti shower, cairan putih
itu menyemprot dengan derasnya
membasahi muka, rambut, leher dan
dada Verna. Mereka nampak puas
sekali melihat keadaan temanku
seperti itu, Pak Imron yang
memegang handycam mendekatkan
benda itu ke arahnya.
“Mandi peju, tengah malam.. aahh..!”
demikian senandung Pak Tarman
menirukan irama sebuah lagu
dangdut saat mengomentari adegan
itu.
Setelah orang terakhir yaitu si Dodo
orgasme, kami semua terbaring di
ranjang spring bed itu. Kamar ini
hening sejenak, yang terdengar
hanya deru nafas terengah-engah.
Verna telentang di atas badan Dodo,
wajahnya nampak lelah dengan
tubuh bersimbah peluh dan sperma,
namun tangannya masih dapat
menggosok-gosokkan sperma di
tubuhnya serta menjilati yang
menempel di jarinya.
Pak Tarman yang pulih paling awal,
melepaskan dekapannya padaku dan
berjalan ke kamar mandi, sebentar
saja dia sudah keluar dengan muka
basah lalu memunguti bajunya.
Ketika kuli lainnya pun mulai beres-
beres untuk pulang. Mereka
mengomentari bahwa kami hebat
dan berterima kasih diberi
kesempatan menikmati ‘hidangan’
seperti ini dengan gratis. Verna
memakai kembali bajunya untuk
mengantar mereka ke pintu gerbang.
Mereka berpamitan padaku dengan
mencium atau meremas organ-organ
kewanitaanku. Verna baru kembali
ke sini 15 menit kemudian karena
katanya dia diperkosa lagi di taman
sebelum mereka pulang. Terpaksa
deh aku harus mandi lagi, habis
badanku jadi keringatan dan lengket
lagi sih. Kami berendam bersama di
bathtub Verna yang indah sambil
menonton ‘film porno’ yang kami
bintangi sendiri melalui handycam itu.
Lumayan juga hasilnya meskipun
kadang gambarnya goyang karena
yang men-syuting ikut berpartisipasi.
Rekaman itu kami transfer menjadi
VCD hanya untuk koleksi pribadi
geng kami. Kami sempat beradegan
sesama wanita sebentar di bathtub
karena terangsang dengan rekaman
itu.
Malam itu aku menginap di rumah
Verna karena sudah kemalaman dan
juga lelah. Kami terlebih dulu
mengganti sprei yang bekas
bersenggama itu dengan yang baru
agar enak tidur. Pagi harinya setelah
sarapan dan pamitan pada mamanya
Verna, kami menuju ke halaman
depan dan naik ke mobil. Di sana
kami berpapasan dengan keempat
tukang bangunan yang senyum-
senyum ke arah kami, kami pun
membalas tersenyum, lalu Verna
mulai menjalankan mobil. Kami
keluar dari rumahnya dengan
kenangan gila dan mengasyikkan.
Beberapa hari ke depan sampai
pembangunan selesai, mereka
beberapa kali memperkosa Verna
kalau ada waktu dan kesempatan,
kadang kalau sedang tidak mood
Verna keluar rumah sampai jam
kerja mereka berakhir.
1 | 1 | 15401
BACK




Home
Cerita-XXX
Cerita Stim
Cerita Erotis
Sumber Cerita
Thai Stories


© 2009 - 2014 CeritaKita-X
Cerita mesum dan Artikel seks