watch sexy videos at nza-vids!

Situs Cerita Sex Dewasa




Cerita Dewasa Skandal
www.ceritakita.hexat.com

Janin Tak Berayah

Memek Klimis
Aku dibilang anak dari keluarga
broken home sepertinya tidak bisa,
walaupun ayah dan ibuku bercerai
saat aku baru saja diterima di
perguruan tinggi. Adanya
ketidakcocokan serta pertengkaran-
pertengkaran yang sering kali terjadi
terpaksa meluluh-lantakkan
pernikahan mereka yang saat itu
telah berusia 18 tahun dengan aku
sebagai putri tunggal mereka.
Keluargaku saat itu hidup
berkecukupan. Ayahku yang
berkedudukan sebagai seorang
pejabat teras sebuah departemen
memang memberikan nafkah yang
cukup bagiku dan ibuku, walaupun ia
bekerja secara jujur dan jauh dari
korupsi, tidak seperti pejabat-pejabat
lain pada umumnya.
Dari segi materi, memang aku tidak
memiliki masalah, begitu pula dari
segi fisikku. Kuakui, wajahku
terbilang cantik, mata indah, hidung
bangir, serta dada yang membusung
walau tidak terlalu besar ukurannya.
Semua itu ditambah dengan tubuhku
yang tinggi semampai, sedikit lebih
tinggi dari rata-rata gadis seusiaku,
memang membuatku lebih menonjol
dibandingkan yang lain. Bahkan aku
menjadi mahasiswi baru primadona
di kampus.
Akan tetapi karena pengawasan
orang tuaku yang ketat, di samping
pendidikan agamaku yang cukup
kuat, aku menjadi seperti anak
mama. Tidak seperti remaja-remaja
pada umumnya, aku tidak pernah
pergi keluyuran ke luar rumah tanpa
ditemani ayah atau ibu.
Namun setelah perceraian itu terjadi,
dan aku ikut ibuku yang menikah lagi
dua bulan kemudian dengan duda
berputra satu, seorang pengusaha
restoran yang cukup sukses, aku
mulai berani pergi keluar rumah
tanpa didampingi salah satu dari
orang tuaku. Itupun masih jarang
sekali. Bahkan ke diskotik pun aku
hanya pernah satu kali. Itu juga
setelah dibujuk rayu oleh seorang
laki-laki teman kuliahku. Setelah itu
aku kapok. Mungkin karena baru
pertama kali ini aku pergi ke diskotik,
baru saja duduk sepuluh menit, aku
sudah merasakan pusing, tidak tahan
dengan suara musik disko yang
bising berdentam-dentam, ditambah
dengan bau asap rokok yang
memenuhi ruangan diskotik tersebut.
“Don, kepala gue pusing. Kita pulang
aja yuk.”
“Alaa, Mer. Kita kan baru sampai di
sini. Masa belum apa-apa udah mau
pulang. Rugi kan. Lagian kan masih
sore.”
“Tapi gue udah tidak tahan lagi.”
“Gini deh, Mer. Gue kasih elu obat
penghilang pusing.”
Temanku itu memberikanku tablet
yang berwarna putih. Aku pun
langsung menelan obat sakit kepala
yang diberikannya.
“Gimana sekarang rasanya? Enak
kan?”
Aku mengangguk. Memang rasanya
kepalaku sudah mulai tidak sakit lagi.
Tapi sekonyong-konyong mataku
berkunang-kunang. Semacam aliran
aneh menjalari sekujur tubuhku.
Antara sadar dan tidak sadar, kulihat
temanku itu tersenyum. Kurasakan ia
memapahku keluar diskotik. “Ini
cewek lagi mabuk”, katanya kepada
petugas keamanan diskotik yang
menanyainya. Lalu ia menjalankan
mobilnya ke sebuah motel yang tidak
begitu jauh dari tempat itu.
Setiba di motel, temanku
memapahku yang terhuyung-huyung
masuk ke dalam sebuah kamar. Ia
membaringkan tubuhku yang tampak
menggeliat-geliat di atas ranjang.
Kemudian ia menindih tubuhku yang
tergeletak tak berdaya di kasur.
Temanku dengan gemas mencium
bibirku yang merekah mengundang.
Kedua belah buah dadaku yang
ranum dan kenyal merapat pada
dadanya. Darah kelaki-lakiannya
dengan cepat semakin tergugah
untuk menggagahiku. “Ouuhhh…
Don!” desahku.
Temanku meraih tubuhku yang
ramping. Ia segera mendekapku dan
mengulum bibirku yang ranum. Lalu
diciuminya bagian telinga dan
leherku. Aku mulai menggerinjal-
gerinjal. Sementara itu tangannya
mulai membuka satu persatu kancing
blus yang kupakai. Kemudian dengan
sekali sentakan kasar, ia menarik
lepas tali BH-ku, sehingga tubuh
bagian atasku terbuka lebar, siap
untuk dijelajahi. Tangannya mulai
meraba-raba buah dadaku yang
berukuran cukup besar itu. Terasa
suatu kenikmatan tersendiri pada
syarafku ketika buah dadaku
dipermainkan olehnya. “Don…
Ouuhhh… Ouuhhh…” rintihku saat
tangan temanku sedang asyik
menjamah buah dadaku.
Tak lama kemudian tangannya
setelah puas berpetualang di buah
dadaku sebelah kiri, kini berpindah ke
buah dadaku yang satu lagi,
sedangkan lidahnya masih
menggumuli lidahku dalam ciuman-
ciumannya yang penuh desakan
nafsu yang semakin menjadi-jadi.
Lalu ia menanggalkan celana
panjangku. Tampaklah pahaku yang
putih dan mulus itu. Matanya
terbelalak melihatnya. Temanku itu
mulai menyelusupkan tangannya ke
balik celana dalamku yang berwarna
kuning muda. Dia mulai meremas-
remas kedua belah gumpalan
pantatku yang memang montok itu.
“Ouh… Ouuh… Jangan, Don! Jangan!
Ouuhhh…” jeritku ketika jari-jemari
temanku mulai menyentuh bibir
kewanitaanku. Namun jeritanku itu
tak diindahkannya, sebaliknya ia
menjadi semakin bergairah. Ibu
jarinya mengurut-urut klitorisku dari
atas ke bawah berulang-ulang. Aku
semakin menggerinjal-gerinjal dan
berulang kali menjerit.
Kepala temanku turun ke arah
dadaku. Ia menciumi belahan buah
dadaku yang laksana lembah di
antara dua buah gunung yang
menjulang tinggi. Aku yang seperti
tersihir, semakin menggerinjal-
gerinjal dan merintih tatkala ia
menciumi ujung buah dadaku yang
kemerahan. Tiba-tiba aku seperti
terkejut ketika lidahnya mulai
menjilati ujung puting susuku yang
tidak terlalu tinggi tapi mulai
mengeras dan tampak menggiurkan.
Seperti mendapat kekuatanku
kembali, segera kutampar wajahnya.
Temanku itu yang kaget terlempar ke
lantai. Aku segera mengenakan
pakaianku kembali dan berlari ke luar
kamar. Ia hanya terpana
memandangiku. Sejak saat itu aku
bersumpah tidak akan pernah mau
ke tempat-tempat seperti itu lagi.
Sudah dua tahun berlalu aku dan
ibuku hidup bersama dengan ayah
dan adik tiriku, Rio, yang umurnya
tiga tahun lebih muda dariku.
Kehidupan kami berjalan normal
seperti layaknya keluarga bahagia.
Aku pun yang saat itu sudah di
semester enam kuliahku, diterima
bekerja sebagai teller di sebuah bank
swasta nasional papan atas.
Meskipun aku belum selesai kuliah,
namun berkat penampilanku yang
menarik dan keramah-tamahanku,
aku bisa diterima di situ, sehingga
aku pun berhak mengenakan
pakaian seragam baju atas berwarna
putih agak krem, dengan blazer
merah yang sewarna dengan rokku
yang ujungnya sedikit di atas lutut.
Sampai suatu saat, tiba-tiba ibuku
terkena serangan jantung. Setelah
diopname selama dua hari, ibuku
wafat meninggalkan aku. Rasanya
seperti langit runtuh menimpaku saat
itu. Sejak itu, aku hanya tinggal
bertiga dengan ayah tiriku dan Rio.
Sepeninggal ibuku, sikap Rio dan
ayahnya mulai berubah. Mereka
berdua beberapa kali mulai bersikap
kurang ajar terhadapku, terutama
Rio. Bahkan suatu hari saat aku
ketiduran di sofa karena kecapaian
bekerja di kantor, tanpa kusadari ia
memasukkan tangannya ke dalam
rok yang kupakai dan meraba paha
dan selangkanganku. Ketika aku
terjaga dan memarahinya, Rio malah
mengancamku. Kemudian ia bahkan
melepaskan celana dalamku. Tetapi
untung saja, setelah itu ia tidak
berbuat lebih jauh. Ia hanya
memandangi kewanitaanku yang
belum banyak ditumbuhi bulu sambil
menelan air liurnya. Lalu ia pergi
begitu saja meninggalkanku yang
langsung saja merapikan pakaianku
kembali. Selain itu, Rio sering
kutangkap basah mengintip tubuhku
yang bugil sedang mandi melalui
lubang angin kamar mandi. Aku
masih berlapang dada menerima
segala perlakuan itu. Pada saat itu
aku baru saja pulang kerja dari
kantor. Ah, rasanya hari ini lelah
sekali. Tadi di kantor seharian aku
sibuk melayani nasabah-nasabah
bank tempatku bekerja yang
menarik uang secara besar-besaran.
Entah karena apa, hari ini bank
tempatku bekerja terkena rush. Ingin
rasanya aku langsung mandi. Tetapi
kulihat pintu kamar mandi tertutup
dan sedang ada orang yang mandi di
dalamnya. Kubatalkan niatku untuk
mandi. Kupikir sambil menunggu
kamar mandi kosong, lebih baik aku
berbaring dulu melepaskan penat di
kamar. Akhirnya setelah melepas
sepatu dan menanggalkan blazer
yang kukenakan, aku pun langsung
membaringkan tubuhku tengkurap di
atas kasur di kamar tidurnya. Ah,
terasa nikmatnya tidur di kasur yang
demikian empuknya. Tak terasa,
karena rasa kantuk yang tak
tertahankan lagi, aku pun tertidur
tanpa sempat berubah posisi.
Aku tak menyadari ada seseorang
membuka pintu kamarku dengan
perlahan-lahan, hampir tak
menimbulkan suara. Orang itu lalu
dengan mengendap-endap
menghampiriku yang masih terlelap.
Kemudian ia naik ke atas tempat
tidur. Tiba-tiba ia menindih tubuhku
yang masih tengkurap, sementara
tangannya meremas-remas belahan
pantatku. Aku seketika itu juga
bangun dan meronta-ronta sekuat
tenaga. Namun orang itu lebih kuat,
ia melepaskan rok yang kukenakan.
Kemudian dengan secepat kilat, ia
menyelipkan tangannya ke dalam
celana dalamku. Dengan ganasnya, ia
meremas-remas gumpalan pantatku
yang montok. Aku semakin
memberontak sewaktu tangan orang
itu mulai mempermainkan bibir
kewanitaanku dengan ahlinya.
Sekali-sekali aku mendelik-delik saat
jari telunjuknya dengan sengaja
berulang kali menyentil-nyentil
klitorisku.
“Aahh! Jangaann! Aaahh…!” aku
berteriak-teriak keras ketika orang itu
menyodokkan jari telunjuk dan jari
tengahnya sekaligus ke dalam
kewanitaanku yang masih sempit itu,
setelah celana dalamku
ditanggalkannya. Akan tetapi ia
mengacuhkanku. Tanpa
mempedulikan aku yang terus
meronta-ronta sambil menjerit-jerit
kesakitan, jari-jarinya terus-menerus
merambahi lubang kenikmatanku itu,
semakin lama semakin tinggi
intensitasnya.
Aku bersyukur dalam hati waktu
orang itu menghentikan perbuatan
gilanya. Akan tetapi tampaknya itu
tidak bertahan lama. Dengan
hentakan kasar, orang itu
membalikkan tubuhku sehingga
tertelentang menghadapnya. Aku
terperanjat sekali mengetahui siapa
orang itu sebenarnya.
“Rio… Kamu…” Rio hanya menyeringai
buas.
“Eh, Mer. Sekarang elu boleh
berteriak-teriak sepuasnya, tidak ada
lagi orang yang bakalan menolong
elu. Apalagi si nenek tua itu sudah
mampus!”
Astaga Rio menyebut ibuku, ibu
tirinya sendiri, sebagai nenek tua.
Keparat.
“Rio! Jangan, Rio! Jangan lakukan ini!
Gue kan kakak elu sendiri! Jangan!”
“Kakak? Denger, Mer. Gue tidak
pernah nganggap elu kakak gue.
Siapa suruh elu jadi kakak gue. Yang
gue tau cuma papa gue kimpoi sama
nenek tua, mama elu!”
“Rio!”
“Elu kan cewek, Mer. Papa udah
ngebiayain elu hidup dan kuliah. Kan
tidak ada salahnya gue sebagai
anaknya ngewakilin dia untuk
meminta imbalan dari elu. Bales budi
dong!”
“Iya, Rio.
www.ceritakita.hexat.com
Tapi bukan begini caranya!”
“Heh, yang gue butuhin cuman tubuh
molek elu, tidak mau yang lain. Gue
tidak mau tau, elu mau kasih apa
tidak!”
“Errgh…”
Aku tidak dapat berbuat apa-apa lagi.
Mulut Rio secepat kilat memagut
mulutku. Dengan memaksa ia
melumat bibirku yang merekah itu,
membuatku hampir tidak bisa
bernafas. Aku mencoba meronta-
ronta melepaskan diri. Tapi cekalan
tangan Rio jauh lebih kuat,
membuatku tak berdaya. “Akh!” Rio
kesakitan sewaktu kugigit lidahnya
dengan cukup keras. Tapi, “Plak!” Ia
menampar pipiku dengan keras,
membuat mataku berkunang-kunang.
Kugeleng-gelengkan kepalaku yang
terasa seperti berputar-putar.
Tanpa mau membuang-buang waktu
lagi, Rio mengeluarkan beberapa utas
tali sepatu dari dalam saku
celananya. Kemudian ia
membentangkan kedua tanganku,
dan mengikatnya masing-masing di
ujung kiri dan kanan tempat tidur.
Demikian juga kedua kakiku, tak
luput diikatnya, sehingga tubuhku
menjadi terpentang tak berdaya
diikat di keempat arah. Oleh karena
kencangnya ikatannya itu, tubuhku
tertarik cukup kencang, membuat
dadaku tambah tegak membusung.
Melihat pemandangan yang indah ini
membuat mata Rio tambah
menyalang-nyalang bernafsu.
Tangan Rio mencengkeram kerah
blus yang kukenakan. Satu persatu
dibukanya kancing penutup blusku.
Setelah kancing-kancing blusku
terbuka semua, ditariknya blusku itu
ke atas. Kemudian dengan sekali
sentakan, ditariknya lepas tali
pengikat BH-ku, sehingga buah
dadaku yang membusung itu
terhampar bebas di depannya.
“Wow! Elu punya toket bagus gini
kok tidak bilang-bilang, Mer! Auum!”
Rio langsung melahap buah dadaku
yang ranum itu. Gelitikan-gelitikan
lidahnya pada ujung puting susuku
membuatku menggerinjal-gerinjal
kegelian. Tapi aku tidak mampu
berbuat apa-apa. Semakin keras aku
meronta-ronta tampaknya ikatan
tanganku semakin kencang. Sakit
sekali rasanya tanganku ini. Jadi aku
hanya membiarkan buah dada dan
puting susuku dilumat Rio sebebas
yang ia suka. Aku hanya bisa
menengadahkan kepalaku
menghadap langit-langit, memikirkan
nasibku yang sial ini.
“Aaarrghh… Rio! Jangaannn..!”
Lamunanku buyar ketika terasa sakit
di selangkanganku. Ternyata Rio
mulai menghujamkan kemaluannya
ke dalam kewanitaanku. Tambah
lama bertambah cepat, membuat
tubuhku tersentak-sentak ke atas.
Melihat aku yang sudah tergeletak
pasrah, memberikan rangsangan
yang lebih hebat lagi pada Rio.
Dengan sekuat tenaga ia menambah
dorongan kemaluannya masuk-keluar
dalam kewanitaanku. Membuatku
meronta-ronta tak karuan.
“Urrgh…” Akhirnya Rio sudah tidak
dapat menahan lagi gejolak nafsu di
dalam tubuhnya. Kemaluannya
menyemprotkan cairan-cairan putih
kental di dalam kewanitaanku.
Sebagian berceceran di atas sprei
sewaktu ia mengeluarkan
kemaluannya, bercampur dengan
darah yang mengalir dari dalam
kewanitaanku, menandakan selaput
daraku sudah robek olehnya. Karena
kelelahan, tubuh Rio langsung
tergolek di samping tubuhku yang
bermandikan keringat dengan nafas
terengah-engah.
“Braak!” Aku dan Rio terkejut
mendengar pintu kamar terbuka
ditendang cukup keras. Lega hatiku
melihat siapa yang melakukannya.
“Papa!”
“Rio! Apa-apa sih kamu ini?! Cepat
kamu bebaskan Merry!”
Ah, akhirnya neraka jahanam ini
berakhir juga, pikirku. Rio mematuhi
perintah ayahnya. Segera dibukanya
seluruh ikatan di tangan dan kakiku.
Aku bangkit dan segera berlari
menghambur ke arah ayah tiriku.
“Sudahlah, Mer. Maafin Rio ya. Itu
kan sudah terjadi”, kata ayah tiriku
menenangkan aku yang terus
menangis dalam dekapannya.
“Tapi, Pa. Gimana nasib Meriska?
Gimana, Pa? Aaahh… Papaa!”
tangisanku berubah menjadi jeritan
seketika itu juga tatkala ayah tiriku
mengangkat tubuhku sedikit ke atas
kemudian ia menghujamkan
kemaluannya yang sudah
dikeluarkannya dari dalam celananya
ke dalam kewanitaanku.
“Aaahh… Papaa… Jangaaan!” Aku
meronta-ronta keras. Namun
dekapan ayah tiriku yang begitu
kencang membuat rontaanku itu
tidak berarti apa-apa bagi dirinya.
Ayah tiriku semakin ganas
menyodok-nyodokkan kemaluannya
ke dalam kewanitaanku. Ah! Ayah
dan anak sama saja, pikirku, begitu
teganya mereka menyetubuhi anak
dan kakak tiri mereka sendiri.
Aku menjerit panjang kesakitan
sewaktu Rio yang sudah bangkit dari
tempat tidur memasukkan
kemaluannya ke dalam lubang
anusku. Aku merasakan rasa sakit
yang hampir tak tertahankan lagi.
Ayah dan kakak tiriku itu sama-sama
menghunjam tubuhku yang tak
berdaya dari kedua arah, depan dan
belakang. Akibat kelelahan
bercampur dengan kesakitan yang
tak terhingga akhirnya aku tidak
merasakan apa-apa lagi, tak
sadarkan diri. Aku sudah tidak ingat
lagi apakah Rio dan ayahnya masih
mengagahiku atau tidak setelah itu.
Beberapa bulan telah berlalu. Aku
merasa mual dan berkali-kali muntah
di kamar mandi. Akhirnya aku
memeriksakan diriku ke dokter.
Ternyata aku dinyatakan positif
hamil. Hasil diagnosa dokter ini
bagaikan gada raksasa yang
menghantam wajahku. Aku
mengandung? Kebingungan-
kebingungan terus-menerus
menyelimuti benakku. Aku tidak tahu
secara pasti, siapa ayah dari anak
yang sekarang ada di kandunganku
ini. Ayah tiriku atau Rio. Hanya
mereka berdua yang pernah
menyetubuhiku. Aku bingung, apa
status anak dalam kandunganku ini.
Yang pasti ia adalah anakku. Lalu
apakah ia juga sekaligus adikku alias
anak ayah tiriku? Ataukah ia juga
sekaligus keponakanku sebab ia
adalah anak adik tiriku sendiri?
1 | 1 | 2796
BACK




Home
Cerita-XXX
Cerita Stim
Cerita Erotis
Sumber Cerita
Thai Stories


© 2009 - 2014 CeritaKita-X
Cerita mesum dan Artikel seks