watch sexy videos at nza-vids!

Situs Cerita Sex Dewasa




Cinta Kilat Gay Jakarta

Siang yang terik. Setengah berlari aku menyeberang dari Kwitang menuju Atrium. Sesudah tasku diperiksa Satpam, takut bawa bom, aku masuk tirai angin dan 'nyess' duh, sejuknya Atrium disiang hari. Aku langsung menuju toilet. Sejak di metro mini tadi aku sudah sangat kebelet.

Dengan setengah berdesakan aku bisa mengasongkan kontolku ke mulut urinoir untuk melepaskan kebeletku. Dengan diawali bergidik karena lepasnya tekanan kebelet aku membuang banyak air seniku. Tiba-tiba seorang pria setengah baya di sampingku melongok melihati kontolku. Ah.. Aku jadi ingat. Bukankah di Atrium ini banyak berkeliaran kaum 'gay'. Mungkin pria ini salah satu dari mereka. Aku acuh melihati mukanya. Dia melihatiku sambil berbisik,

"Boleh diisep?", sambil melempar lirikkan matanya ke arah belakangku. Alisku berkernyit. Apa maksudmu?

Dia mengancingkan celananya kemudian bergerak menuju salah satu kamar WC yang berderet di belakang kami. Masuk dan menutup pintunya setengah.

Pria itu muda, lebih muda dari aku. Dan cukup cakep, juga kupastikan lebih cakep dari aku, mungkin aku melihatnya hampir mirip Syahrul Gunawan yang bintang sinetron itu. Aku sedikit tegang dan penasaran. Aku yakin dia sedang menunggu aku.

Dengan sedikit bergetar aku melangkah memasuki WC itu. Hitunganku tak mungkin dia mencelakanku mengingat posturku jauh lebih macho dari posturnya.

Cerita Gay http://ceritakita.hexat.com
Begitu aku masuk kulihat dia telah duduk di kloset yang tertutup. Artinya dia memang menunggu aku. Dan tanpa minta ijin tangannya langsung meraih kemudian membuka ikat pinggangku, menarik resluiting celanaku dan dari celana dalamku dia merogoh keluar kontolku yang ngaceng. Memang sejak terpikir olehku bahwa aku sedang berhadapan dengan gay, kontolku telah mulai ngaceng.

"Duuhh.. Gedenya mass.. Tak isepi yaa..", dia mendongak bertanya sambil menganga. Dan tanpa menunggu jawabanku mulutnya mulai menjilati kemaluanku.

Perasaanku seperti disergap stroom listrik. Sentuhan lidahnya pada ujung penisku mengingatkan pada pacarku beberapa waktu lalu yang suka sekali mengulum kontolku. Aku mendesis.

KulihIni adalah demo erotis. Aku menyaksikan perubahan pada kontolnya. Semakin dia mengocok, semakin gede, panjang dan berkilatan. Bonggolnya yang persip menghadap ke mukaku menunjukkan lubang kencingnya yang bolong gede. Dari situ pula spermanya akan muncrat. Demo erotis ini sangat mencekam hasrat syahwatku. Ada semacam keinginan untuk mengelusi atau menyentuh atau membiarkan si Hitam menyenggol-nyenggolkan ke wajahku. Aku masih tak menentu.

Kocokan si Hitam semakin intens dan cepat. Aku melihat dia menyempitkan dan melonggarkan tangannya pegangan kontolnya secara bergantian. Akhirnya dia mendesah dan merintih berbisik..

"Ampuunn.. Hhoocchh.. Hocchh.. Mass..", kontol itu nampak mengangguk-angguk sebelum croott.. crott.. crott.., menyemprotkan pejuhnya. Sebagian besar jatuh ke lantai, namun sebagian lain kubiarkan mengenai dagu dan pipiku. Juga di rambutku. Kini benar-benar selesai. Dia bangun membetulkan celananya.
"Terima kasih ya..", dia kembali mengangkat alisnya.

Aku bersihkan lendir di dagu, pipi dan rambutku. Aku keluar duluan. Sesudah luar ruang toilet, dia menyusul aku. Sekarang baru sempat memperkenalkan dirinya. Namanya Thomas. Asalnya dari Ambon. Dia beri aku dua lembar tiket bola.

"Mas, kalau sempat nonton ya. Do'ain kesebelasanku menang".
"Ya, mudah-mudahan menang. Khan sudah terbukti Thomas pinter bikin 'goal' tadi".


Terimakasih Oom..

Saking panasnya hari dan jalanan Jakarta dengan setengah berlari aku menyeberang jalan Thamrin menuju Toserba Sarinah. Aku mengejar teduhnya AC di gedung megah 15 lantai berikut basement-nya itu. Dan begitu menembus 'air wind' pintu masuk Sarinah rasa nyaman langsung menerpa seluruh tubuhku. Wwuuhh.. Sejuukk..

Toserba Sarinah yang sangat dikenal orang Jakarta ini sangat ramai dikunjungi orang. Di lantai bawahnya selalu ada acara pameran atau demo produk atau tontonan hiburan dengan maksud mengundang sebanyak mungkin pengunjung agar toko-toko di tempat itu juga dibanjiri pembeli. Berikutnya yang mendesakku adalah kepingin kencing. Aku berbelok ke arah kiri eskalator menuju toilet di samping lift. Ternyata di situ orang mengantre untuk bisa kencing. Aku tak sabar. Aku langsung kembali naik eskalator ke lantai 2. Dengan letak yang sama ke arah kiri aku kembali menuju toilet di lantai 2 dan langsung melaju masuk agar selekasnya aku bisa melepaskan desakkan air kencingku. Dengan berdii kukeluarkan kemaluanku dan ssyyuurr.. Pancaran kencing kuningku mancur ke 'urinoir'.. Hhaahh legaa..

Saat menanti habisnya air kencingku tiba-tiba kusadari orang di sampingku, yang ternyata dia adalah Satpam yang lengkap dengan uniform dinasnya, melongok-longok melihati kemaluanku yang sedang memancurkan kandungannya. Aku langsung ingat. Pernah dengar bahwa di Sarinah ini para gay Jakarta biasa cari teman kencan. Apakah Satpam ini juga seorang gay? Aku belum sempat menjawab pikiranku sendiri saat tangan Satpam itu nyelonong ke urinoirku dan membasahkan tangannya dengan kencingku dan kemudian melepas bisikkan paraunya..

"Gede sekali, mass..", kemudian juga meraih batang kontolku.

Aku terangsang. Yaa.. Mengingat apa yang pernah kudengar sebagai pangkalan gay dan tangan Satpam yang tanpa ragu meraih kontolku, aku langsung terangsang. Pelan-pelan kontolku ngaceng. Kami bertumbuk pandang. Satpam itu tidak muda lagi. Kutaksir usianya tak kurang dari 40 tahunan atau sekitar 10 tahun di atasku. Dari warna kulitnya yang hitam mengkilat aku yakin dia orang yang datang dari Indonesia Timur. Mungkin Ambon atau Timor. Dengan kumisnya yang hitam melintang nampak begitu gagah dan sekaligus sangar. Namun saat dia melepaskan senyumannya, terasa begitu manis dan ramahnya.

"Aku mau minum kencing kamu. Aku ingin mengisep-isep kotolmu yang gede ini".

Ucapannya itu sangat vulgar di telingaku serta sekaligus menunjukkan betapa haus birahi dan syahwatnya. Sepertinya dia mau makan atau minum apapun yang keluar dari tubuhku. Dia memalingkan kepalanya dengan terus melirik ke mataku sambil beberapa kali mengangkat alisnya untukku.

"Kita naik yok", dia ngajak aku ke lantai atas. Entah ada apa di sana.

Tanpa menunggu jawabanku dia keluar mendahului aku. Seperti kena hipnotis aku begitu saja mengikuti kemauannya. Dengan lift kami naik ke lantai 6. Setahuku ini adalah lantai buku dan alat tulis. Begitu keluar lift dia memberi isyarat agar aku mengikutinya. Agar tidak menyolok, aku menyusul beberapa saat kemudian.

Kutemui dia sedang berlagak kencing di urinoir. Memang tempat ini sepi. Kebetulan nggak ada orang lain yang kencing. Dia telah keluarkan kontolnya yang ngaceng. Uuhh.. Ampuunn kontolnya begitu gedenya sama dengan pentungan yang selalu dia bawanya ke sana ke mari. Aku terpesona dengan kekasaran kontol itu. Kontol dua warna. Dari pangkalnya nampak coklat hitam mengkilat karena tegang. Batangnya dilingkari urat-urat kasar pula.

Setengah batang ke atas hingga ke bonggol kepalanya warnanya coklat terang. Kepalanya yang mirip betul dengan topi bajanya Nazi lebih kencang dan berkilatan. Kesanku seperti ukiran kayu mahoni yang berkilatan sehabis divernis. Aku bayangkan betapa bahagia cewek yang pernah diperawaninya. Tetapi..,

"Aku nggak ngaceng kalau lihat cewek. Aku hanya ngaceng lihat pemuda macam kamu. Aku ingin minum kencing kamu. Aku mau ngisep-isep kontolmu", dia mengulangi keinginannya sebagaimana dia ucapkan di bawah tadi.
"Di mana?", rupanya aku langsung terbawa hasrat birahinya.

Sangat fantastis membayangkan diri seolah sebagai perempuan yang dihasrati lelaki. Aku sudah membayangkan betapa enaknya kontolku diemut-emut lelaki hitam gagah dan berkumis ini.

"Mau nggak masuk situ?", dia mengajak aku memasuki WC dan kencan di situ. Aku takut kalau ada orang lain yang mengetahuinya. Tertangkap basah dan habislah namaku. Masuk Pos Kota lagi. Aku menolaknya.
"Aku ingin tetapi aku takut", jawabku sambil tanganku meraih kontolnya yang telah menggiurkan hatiku pula. Aku juga meremasinya dengan halus. Ambon ini semakin penasaran.
"OK, bagaimana kalau ikut ke pondokanku?".
"Dimana?", tanyaku melihat adanya harapan.
"Nggak jauh. Aku bawa motor. Di Kampung Bali. Tak sampai 10 menit dari sini", keterangannya.

Aku sudah terlarut dalam hasrat birahi sejenis. Aku membayangkan nikmatnya bercinta sesama lelaki. Apalagi lelaki segagah Ambon ini. Bahkan rasanya aku juga ingin mengisepi kontolnya. Ini merupakan impianku sejak lama. Aku mempunyai kecendurangan biseksual. Bahkan aku suka membayangkan istriku dientot lelaki gagah macam dia dan aku menyaksikan sambil menjilati kontolnya yang keluar masuk menembusi kemaluan lembut istriku.

Aku sering membayangkan betapa desah dan rintih nikmat setiap kali kontol segede si Ambon punya ini keluar masuk dengan sesaknya di kemaluannya. Dan saat istriku hendak meraih orgasmenya mulutnya melepaskan gigitan pada dada lelaki macam si Ambon ini untuk menahan derita nikmatnya.

"Gimana? Ayoo..", dia mulai tidak sabar karena melihat aku terlampau lama menjawab usulannya.
"Ayo deh", akhirnya jawaban enteng keluar dari mulutku.

Namanya Matulete. Aku memanggilnya Oom Matu karena usianya yang lebih tua dari aku. Dia mondok di Kampung Bali. Keluarganya ada di Bogor. Sebulan sekali dia pulang ke Bogor. Kamarnya cukup bersih lengkap dengan kamar mandinya. Macam kamar losmen. Ada meja dan lemari ala kadarnya.

Kami langsung bersama-sama rebah ke ranjangnya untuk melampiaskan hasrat birahi dalam pagutan dan lumatan. Aneh rasanya berciuman dengan sesama lelaki, berkumis lagi. Oom Matu menunjukkan padaku betapa hebatnya dia mencium bibirku. Sangat profesional. Ciuman yang disertai lumatan serta permainan lidahnya langsung menggetarkan sanubariku. Aku jadi terangsang sekali dan sekaligus mengukuhkan bahwa aku memang seorang biseksual sejati.

Sembari melepaskan ciumannya ke bibirku, tangannya merosoti celanaku. Dikeluarkannya kontolku dari celana dalamku. Aku dibawanya melayang dalam nikmat surgawi. Dimulutku lumatan dan permainan lidahnya begitu memabukkan aku, di bawah sana tangannya meremasi dengan sangat lembut. Dan hasrat birahiku sendiri semakin mengeras untuk bangkit. Aku ingin melepasi kemeja seorang yang sesama lelaki yang kini sedang memberikan nikmat syahwat padaku.

Saat aku melihati gempal dadanya, di antara nikmat remasan tangannya pada kontolku, aku melepaskan pagutannya. Aku ingin sekali untuk mencium dan menjilati dadanya yang gempal itu. Oom Matu memanjakan keinginanku. Dia bahkan melepaskan remasan tangannya untuk berbaring telentang dan membuka dadanya dengan cara merentangkan naik tangannya sehingga menampakkan lembah ketiaknya yang ditumbuhi bulu yang lebat.

Aku menjadi sangat dahaga. Jakunku naik turun dan air lirku tak mampu kutahan mengalir deras dalam mulutku. Mulutku mesti memaguti apa yang kini terhidang di depanku. Aku merangkak mencari posisi nikmatku dan kemudian sedikit rebah disampingnya dengan tangan kananku merangkul tubuhnya. Aku mulai dengan menjilat.

Puting susunya kudekati. Kusapukan lidahku di sana sebelum kecupanku menyusulnya. Kemudian aku melepaskan gigitan kecil dengan sepenuh perasaanku. Hasilnya adalah desis kecil yang terdengar dari mulut Oom Matu. 2 atau 3 kali kuulangi sebelum berpindah pada puting susunya yang lain. Sesudah itu aku mulai intens melumat payu daranya yang gempal itu. Dan langsung tangan kanan Oom Matu mengelusi kepalaku sambil memperdengarkan erangan dan rintihannya..

"Aahh.. Nak..,. Kamu pintar sekali. Oom bisa kelenger ini..", dia memberikan semangat padaku.

Dan aku memang langsung terlempar ke alam nikmat syahwatnya cinta sejenis. Aku tak lagi ragu untuk melepaskan ratusan ciuman, lumatan dan sedotan pada dada Oom Matu yang gagah ini. Bahkan kini bibirku sudah mulai mendekat ke lembah ketiaknya. Aroma keringat yang terlepas dari ketiaknya begitu tajam menusuk hidungku. Dan sebagaimana lembah yang terjal menurun, bibirku telah meluncur dalam lerengnya. Dan kini aku mulai tenggelam di semak bulunya.

Aku lumati bulu ketiaknya, aku mengharapkan bisa melarutkan keringatnya dalam ludahku untuk bisa kukecapi rasanya dan kutelan masuk ke kerongkonganku. Aku sangat terangsang sehingga Oom Matu bertindak pasrah, menyerahkan kedua ketiaknya untuk memuaskan dahaga birahiku. Ada tonjolan membukit pada batas bahu Oom Matu. Lidah dan bibirku melata untuk melumat dan mengigit kecil di sana. Telingaku sangat dekat untuk mendengar desah dan rintih nikmat dari bibirnya yang berkesinambungan. Oom Matu seakan mendapatkan sensasi dengan ke-dahaga-an syahwatku.

Aku rasa petualangan nikmat masih terbentang luas di depan haribaanku. Kini aku membimbing bibir dan lidahku turun ke perutnya. Aku menemukan perut yang sangat terawat milik Oom Matu ini. Tak puas-puasnya aku berputar-putar merambatkan dahaga lumatanku disana. Aku juga menjilatkan lidahku pada pusernya yang dalam itu. Di arah lebih bawah lagi kutemui padang penuh bulu. Itu adalah awal jembutnya yang akan semakin lebat membungkus kemaluannya.

Kini yang terjadi kemungkinan terbalik. Bukan Oom Matu yang mengejar kontolku namun justru aku yang mengejar kontolnya. Oom Matu tahu. Namun memang sejak tadi nampaknya dia mendahulukan aku untuk menjemput kedahagaanku. Dia justru mengambil nikmat dengan kepasrahannya pada ulahku. Dia mengalah untuk kepuasan birahiku. Dan aku menggunakan kemanjaan darinya untuk benar-benar larut dalam hasrat syahwatku. Aku meyakini pada akhirnya kepuasanku adalah juga kepuasan Oom Matu.

Kini aku ingin meluncur ke selangkangannya. Aku mengubah posisiku. Sejenak turun dari ranjang dan sedikit menarik kedua kaki Oom Matu agar sebagiannya menjuntai ke lantai. Aku datang dari arah bawahnya. Memeluk betis kanannya dan mendaratkan jilatan dan ciumanku pada lututnya. Aku melumati dan menyedoti pori-porinya. Sungguh fantastis, bahwa aku tengah merangkaki lelaki hitam telanjang dengan bibirku yang seakan menancap pada kakinya.

Lidahku menyapu-nyapu telapak kakinya. Bibirku mengulum jari-jari kakinya. Aroma sepatu kulit Satpamnya merangsek ke hidungku. Dia menggelinjang menggeliat-geliatkan tubuhnya. Aku yakin Oom Matu sedang dilanda badai nikmat yang tak terkira.

Akhirnya dia tak mampu menahan nikmatnya. Oom Matu medesah dan meracau..

"Yaa.. Nak.. Puaskan dirimu. Oom akan kasih apapun yang kamu minta.. Ayolah nak.. Jilati tubuhku.. Biarkan aku merasakan nikmat lidah dan kecupan bibirmu..", dan aku semakin meliar.

Tanganku mulai menggaruk-garuk kecil pada pahanya. Kukuku akan merangsang gatal birahi Oom Matu. Aku ingin dia merasakan betapa nikmat lumatanku pada lututnya ini. Dari lutut kini aku naik ke pahanya. Aku juga memindahkan pelukanku pada paha Oom Matu. Aku mendapatkan sesansi besar dari pahanya. Aku begitu terpesona akan paha Oom yang keras dan gempal penuh otot ini. Sangat sensasional memeluki sambil melumat-lumat paha Oom Matu. Aku benar-benar mendapatkan jalan kepuasan syahwat dari paha Oom Matu. Demikian aku merambahkan lumatanku pada kedua tungkai pahanya.

Kini kembali aku memerlukan perubahan posisi. Aku mendesakkan bahuku ke paha-paha Oom Matu sehingga dia harus sedikit mengangkat pahanya. Dan aku mendapatkan keleluasaan untuk sepenuhnya menjilati kedua selangkangannya yang kehitaman itu. Dan gelora nafsuku telah menuntun keliaran syahwatku melumati kanan dan kiri selangkangan Oom Matu.

Dan ketika sekali lagi aku mendorongkan bahuku disertai sedikit sentuhan tanganku, Oom Matu melipatkan paha dan betisnya hingga nmenyentuh dadanya. Dan aku mendapatkan wilayah selangkangan dengan biji pelir yang menonjol dan lubang anal yang juga dipenuhi bulu-bulu.

Aku terjun melumati wilayah itu. Aku mendengus dan nafasku memburu saat me-nyungsep-kan mukaku ke sana. Aku menciumi dan menjilati apapun yang kutemukan di wilayah itu. Antara biji pelir dan lubang anal ada bukit kecil yang mengeras seiring dengan kontol yang ngaceng. Lidahku menyapu-nyapu bukit itu. Dan ketika akhirnya lidahku tanpa ragu memagut lubang analnya yang penuh bulu, tak ayal lagi mulut Oom Matu tak terkendali. Dalam racaunya dia keluarkan kata makian..

"Aahh.. Nakk.. Kamu memang anjing kelaparan. Kamu mau makan taiku yaa.. Hhehh.. Makan taiku nakk.. Makanlah.. Ayoo".

Aku sendiri tak menghiraukan. Kegilaan dia mengalir karena dia mendapatkan nikmat yang mungkin belum pernah dirasakannya. Akhirnya aku menurunkan kakinya. Aku kini akan memusatkan lumatanku pada kontolnya.

Kusaksikan di depanku kontol itu demikian tegang berkilatan. Lebih berkilat dari saat kulihat pertama di toilet Sarinah tadi. Tanganku menekan rebah batangan tegak itu dan aku mulai mengulum biji pelirnya. Mungkin karena tegang, biji pelir Oom Matu tampil seperti buah salak. Membulat dengan keriputan kulit bungkusnya. Aku mengulum biji itu hingga bungkusnya lumer dan menunjukkan bayangan kedua bijinya.

Selanjutnya aku merangsek lebih ke atas untuk leluasa melumat-lumati batang dan bonggol kepalanya. Aku kecupi akar saraf yang berlingkar –lingkar di seputar batang tegar itu. Dan aku jilati bonggol kepalanya hingga lubang kencingnya yang menganga. Lubang itu mengalirkan lendir bening dengan rasa asin. Kujilati lendir itu. Tiba-tiba Oom Matu berteriak histeris..

"Sudahh.. Anjingkuu.. Sudahh.. Kamu emut saja kontolku. Jangan sok alim kamuu.. Jangan sok sabarr.. Ayoo niihh.. Emut kontolku..", tangan kirinya menjambak rambutku dan tangan kanannya meraih batangan keras kontolnya untuk dijebloskan ke mulutku. Aku tak kuat melawannya. Dari tubuhnya mulai mengucur keringatnya dengan deras.

Aku mesti mencaplok kontol itu. Dan itu yang kulakukan. Dan dengan ketidak sabarannya pula dia menaik turunkan kepalaku agar memompa mulutku pada kontolnya. Aku gelagapan karena ukuran kontol itu tak bisa sepenuhnya memasuki rongga mulutku. Beberapa kali aku tersedak. Untung siku tanganku berhasil menahannya.

Namun ketika cara itu juga belum mencairkan histerisnya, Oom Matu menjepit kepalaku dan membalikkan posisinya hingga kini dialah yang menindihku. Diseretnya aku telentang ke ranjang dengan tanpa melepaskan kontolnya dari mulutku, kemudian dia memompakan kontolnya ngentot mulutku. Aku benar-benar gelagapan. Sulit untuk menahan kekutan Oom Matu. Aku benar-benar tersedak. Kontol gede panjang itu menohok gerbang tenggorokanku. Tanganku menggapai-gapai. Dengan sekuat tenagaku aku menempatkan siku tanganku pada bokongnya sehingga akhirnya bisa terbebas dari tekanannya. Dan Oom Matu bisa terus memompa tanpa membuat aku gelagapan. Tak bisa kuhindari, keringatkupun mengucur deras.

Aku rasa Oom Matu telah mendekati puncak birahinya. Dia harus melepaskan kandungan spermanya agar histerisnya menurun dan terkendali. Aku mengerang dan mencoba mengulum dan melumat kontolnya lebih cepat. Aku tahu spermanya tak jauh lagi. Dengan erangan dan kuluman yang cepat dia nggak akan mampu menahan lebih lama. Dan benar..

Kini tangannya menekan kepalaku sambil mencabik rambutku. Sungguh pedih tekanan tangan itu pada kulit kepalaku. Namun itu tak begitu lama. Bersamaan dengan itu Oom Matu melolong seperti serigala saat menikmati mangsanya. Spermanya muncrat-muncrat tumpah dalam mulutku.

Aku merasakan betapa puncratan panas menembaki langit-langit mulutku dan gerbang tenggorokanku. Entah berapa banyak. Oom Matu langsung memberikan kesempatan pada mulutku untuk mengunyah cairannya dan menelan membasahi kerongkonganku. Dia rebah ke ranjang. Keringatku dan keringatnya menyatu membasahi ranjang.

Pertarungan syahwat sesama lelaki ini telah membuat berantakan ranjang Oom Matu. Seprei dan bantalnya terlempar ke lantai. Kami perlu istirahat sambil menarik nafas panjang. Pertarungan berlangsung hingga sore hari. Oom Matu memuntahkan spermanya 2 kali ke mulutku dan yang terakhir ke lubang analku. Dia berhasil membuat aku menumpahkan spermanya 3 kali ke mulutnya. Yang terakhir membuat saluran di kontolku serasa pedih. Aku pulang sekitar jam 5 sore.

Sejak itu aku tak pernah ketemu dia lagi. Kerinduanku meneguk ulang nikmat tak kesampaian. Dia pindah kerja dan juga pindah pondokan. Aku penasaran karena tak bisa menemukannya.


Panti Pijat Pria

Syahwatku gelisah. Sudah 2 minggu ini aku nggak ngemut kontol dan minum sperma. Dalam keadaan begini rasanya aku tak perlu memilih-milih lelaki macam mana yang mau kusedoti kontolnya. Biarlah pejuhnya muncrat ke mulutku yang selalu siap melahapnya.

Akhirnya aku punya solusi. Aku pergi ke alamat sebuah panti pijat yang kubaca dari koran Pos Kota. Menurut iklannya Panti Pijat Putra Nusantara atau PPN, menyediakan banyak pemijat pria dari berbagai penjuru tanah air. Mereka tampan, macho dan bersedia melayani P&W, atau Pria dan Wanita. Aku panggil taksi untuk mengantarkan ke alamat itu di bilangan Tanah Abang II, Jakarta Pusat.

Penerima tamu membukakan pintu saat aku memasuki ppn. Aku memasuki ruangan dengan dekorasi yang artistik yang cukup luas. Rupanya ini semacam ruang tunggu sekaligus sebagai tempat minum komersiil. Dalam gaya pelayanan layaknya hotel aku diantar ke resepsionis. Kepadaku disodorkan 2 buah album photo.

"Silahkan Oom, pilih yang Oom suka".

Mataku nanar menerima album itu. Aku bergegas membuka-buka halamannya. Wooww.. Hebat sekali. Aku menemui berbagai gambar pria muda yang sedang bergaya. Ada yang berkumis, ada yang menunjukkan gempal otot dadanya. Ada yang membuka lengannya ke atas untuk memamerkan ketiaknya yang berbulu. Aku jadi bingung dan sekaligus senang karena yakin hasrat libidoku akan terpenuhi di PPN ini.

"Kalau ada yang cocok, Oom tinggal pesan kamar. Mau yang VIP atau standar? Semua pakai AC. Atau kalau Oom bawa partner sendiri Oom boleh sewa kamar saja. Rp. 35.000 per jam untuk yang standart".

Wah, wah, wah.. Resepsionisnya ini rupanya salesman yang baik. Sambil menunggu soft drink pesananku, aku menikmati photo-photo yang terpampang pada kedua album itu. Aku harus memilih. Tiba-tiba seseorang menegurku..

"Boleh pinjam albumnya Mas", sapa seorang lelaki sebaya padaku.

Tangannya terulur untuk menerima salah satu album dari tanganku. Namun tak terelakkan kami bertatap pandangan. Lelaki itu nampak sangat macho. Dia melepaskan senyumannya yang langsung kubalas dengan senyumanku pula. Seketika itu pula seluruh ingatanku pada photo-photo pria pemijat dari kedua album itu langsung terhapus.

Lelaki yang mengambil album photo ini telah merampas perhatianku. Mungkinkah aku mengajaknya berkencan? Maukah dia juga melepaskan photo-photo itu dan menggantikannya kencan dengan aku? Aku tak melepaskan pandanganku padanya. Dalam pandanganku pria ini sangat manis dan tampan.

Postur tubuhnya bisa-biasa saja. Mungkin setinggi 165 cm, jauh di bawah saya yang 175 cm. Kulitnya bersih dan nampak mulus, mungkin umurnya sekitar 35 atau 40 tahunan. Sementara aku sudah lebih dari 50 tahun. Namun aku memandangnya dia sebagai lelaki yang memiliki pancaran seksual yang besar. Rasanya akan asyik untuk menggeluti tubuhnya. Menciumi bagian-bagian sensitifnya. Mendengarkan rintihan nikmatnya, menahan gelinjang dan geliat syahwatnya.

Aku sungguh-sunguh menunjukkan ketertarikanku padanya. Dan tampaknya dia tahu. Dia mengangkat alis matanya sebagai sinyal bahwa tahu aku tertarik padanya. Dan perhatiannya pada album itu tal lagi nampak antusias. Kuberanikan membuka omongan..

"Mas, bagaimana kalau kita minum bersama. Kita bisa duduk di meka sana sambil pesan minuman", aku menunjuk pada sebuah meja kosong di pojok ruangan itu. Dalam saling memandang penuh arti kami saling berkenalan diri.

Namanya Sofyan, karyawan swasta. Dia suka mampir tempat ini sepulang kantornya, sambil menunggu jalanan bebas macet, alasannya. Informasinya itu membuat aku lebih berani..

"Bagaimana kalau kita sewa saja kamar. Kita ngobrol di dalam. Minumannya biar diantar ke kamar saja?", ajakanku lugas. Eehh.. Ternyata itu juga yang dia hendak omongkan padaku. Kami saling menepuk tangan untuk 'tos' atas kesepakatan ini.

Kepada pelayan aku minta mengatur keinginan kami. Kami menunggu pelayan mempersiapkan segalanya sambil saling merengkuh tangan di bawah meja. Hasrat syahwatku mulai merambat dengan cepat dan membuat aku gemetar akan apa yang sebentar lagi bisa kunikmati sepuas birahiku. Kuperhatikan Sofyan yang juga setiap kali memandang aku. Akhirnya kami sama-sama hanyut dalam ancang-ancang kencan sesama pria yang sangat menggairahkan.

Tak ada lagi basa-basi. Tak ada lagi foreplay. Begitu memasuki kamar sempit panti pijat ini kami langsung saling berpagut, bertukar lidah dan ludah sambil saling melepasi busana kami. Kami melemparkan pakaian-pakaian kami ke lantai dan bertelanjang kecuali pakaian dalam kami.

Kami juga saling merabai tubuh-tubuh kami dan merogohkan tangan ke celana dalam kami untuk saling menjemput dan meremasi kontol-kontol kami. Ruangan sempit PPN ini menjadi gaduh oleh desah dan rintih nikmat yang melanda sanubari kami. Kontol Sofyan juga tidak luar biasa. Namun aku sangat terangsang karena bersihnya. Aku perhatikan batangnya tidak lebih dari 15 cm saat yang tegang dan kaku. Tanganku meremasinya dengan jari-jariku yang menggelitik lubang kencingnya.

Sebaliknya dia begitu terpesona dengan kontolku. Dia bilang, sebagaimana orang lain juga bilang, kontolku yang gede panjang sangat merangsang gairahnya. Tangannya nampak geregetan meremas-remas dan sesekali mengocoknya. Jari-jarinya mengelusi otot-ototnya yang melingkar-lingkar pada batangnya. Kemudian dengan tidak sabarnya dia berjongkok di depanku.

Tangannya menggenggam mantap kontolku sambil mulutnya menganga menjemput bonggolnya. Aku melihati bagaimana lidahnya dengan rakus menyapu-nyapu topi helm kontolku. Dia mainkan lidahnya di pinggiran topinya, kemudian berputar hingga ujung lidahnya menusuk-nusuk lubang kencingku.

Jangan tanya nikmatnya. Aku merem melek merasakan serangan lidah Sofyan ini. Aku raih dan remasi kepalanya. Terkadang aku menahan untuk mendesakkan kontolku ke mulutnya.

"Mass.. Aku ingin dientot mulutku, mass..", racaunya.

Kepalanya terus berputar menggeleng mengantarkan keinginan mulutnya melumati kontolku. Aku agak heran, ketika masih di luar tadi rasanya aku yang sangat ngebet padanya. Ternyata kini dialah yang begitu haus melumati kemaluanku.

"Sejak Mas turun dari taksi tadi, aku sudah langsung naksir, lho. Mas seksi sekali. Dan aku sudah tebak kontol Mas pasti gedee.. sekali".

Aku senang memberi kepuasan padanya. Aku entot mulutnya hingga spermaku yang muncrat-muncrat ditelannya habis. Aku juga mengisap kontolnya yang bersih itu. Aku ciumi sepuasku. Aku minum spermanya pula. Aku merasakan betapa kental dan manis pejuh Sofyan dalam mulutku.

Menjelang pulang dia bilang masih ingin menikmati syahwat bersama aku. Kami saling bertukar No. HP. Kami janji akan berjumpa sebelum pelantikan Presiden Baru Pilihan Rakyat untuk periode tahun 2004-2009.


Minum Pejuh Supir Metro Mini

Aku kebelet kencing di terminal Senen. Sebelum aku naik metro mini untuk pulang ke Rawamangun aku perlu menyempatkan diri untuk buang air kecil. Sesudah tanya sana-sini dimana ada toilet umum dalam hari panas yang terik aku berjalan ke sana untuk buang air kecil. Di pintu masuk kulihat ada penjaga untuk menerima bayaran dari setiap orang yang kencing, atau berak atau mandi di toilet tersebut.

Dalam aroma pesing sebagaimana umumnya toilet umum, aku kencing di tempat yang sangat sederhana. Nempel ke dinding pipa air paralon yang memanjang dengan lubang airnya yang terus mengalir membersihkan dinding keramik yang terus menerus siap dikencingi siapa saja sepanjang hari. Di bawahnya memanjang pula selokan yang menampung air kencing.

Beberapa orang telah lebih dahulu kencing di sana dan aku masuk ke celah kosong di samping seseorang. Aku mengeluarkan kemaluanku yang sudah sangat kebelet dari celanaku. Dan ssrr.. Duh.. Legaa.. Rasanya.

Tiba-tiba orang di sampingku itu menengok ke wilayah kencingku. Dia melihati kontolku yang lagi memancurkan kencingnya. Aku jadi penasaran. Ada apa? Dan tanpa kusadari aku sendiri juga melihati kontolnya. Namu aku tidak melihatnya sedang kencing. Orang ini sedang memijit-mijit atau mengelus-elus kontolnya yang gede dan panjang sekali. Kontolnya sedang ngaceng dan aku yakin dia memang sedang masturbasi. Dia tersenyum nyengir padaku. Nampak matanya sayu dan haus. Dia mengangkat alisnya seakan memberi kode untukku. Kemudian aku mendengar dia berbisik padaku..

"ingin ngeluarin pejuh nih, Mas. Mau nggak bantuin?".

Nggak tahu bagaimana awalnya, tiba-tiba hal yang begitu saja muncul di depan haribaanku ini langsung mencongkel birahiku. Kencingku langsung tersendat karena kontolku jadi ikutan ngaceng. Aku tergetar menyaksikan kontol tuh orang yang segede dan sepanjang itu. Aku nggak pernah melihat kontol seperti itu sebelumnya. Dan yang membuat aku menjadi demikian tercongkel birahiku adalah bonggol kepala kontolnya yang berkilat-kilat serta batangnya yang gede dipenuhi urat-urat yang melingkar-lingkar di seputarnya. Kontol ini kelihatan sangat menahan desakan nafsu syahwatnya.

"Mau nggak?", sekali lagi orang ini berbisik sambil tangannya terus memijiti dan mengelus-elus kontolnya yang semakin mempesona aku.

Aku nggak berani mengeluarkan suaraku. Namun aku juga nggak mampu mengelak dorongan syahwatku. Dengan gemetar yang hebat aku mengangguk-angguk menyetujui permintaannya. Orang ini menggerakkan kepalanya sebagai kode ajakannya. Dia beranjak sambil seakan tetap memegang kontolnya, berbalik masuk ke salah satu WC tertutup yang berderet di belakang kami kencing. Orang ini langsung masuk dan menutup pintunya separuh. Dia menunggu aku untuk menyusulnya. Dan aku sepertinya dalam pengaruh sihirnya, ikut beranjak untuk menyusul masuk ke WC itu.

"Ayo, kamu isep supaya pejuhku cepat keluar", katanya sambil mengunci pintu dan dengan tajam matanya memandangi aku.

Edan.. Tak pernah aku terpojok macam begini. Masak seseorang yang tak kukenal tiba-tiba menyuruh aku untuk mengisep kontolnya.

"Ayoo.. Keburu ada orang nanti..", sambil tangannya meraih bahuku dan menekan agar aku merunduk dan mendekatkan mulutku ke kemaluannya yang gede panjang dan berkilatan bonggolnya itu.

Aku nyaris berontak dan menolak kemauannya. Namun rangsangan yang sangat hebat menyambar hasrat syahwatku. Aku seakan tertelikung oleh nafsuku. Aku terperangkap dalam arus birahi dan dengan tanpa pertimbangan lagi aku berjongkok pada dengkulku di lantai WC yang basah itu. Aku mengangakan mulutku dan menerima sorongan bonggol kepala kontol orang itu.

"Jilati dulu biar cepat keluar", orang itu bisa memerintah aku seenaknya.

Dan dengan segala keblo'onanku hal itu juga kulakukan. Dengan penuh getaran syahwat aku langsung menyapu bonggol kepalan itu dengan lidahku. Aku mengenyami asin-asin precumnya. Aku menikmati bau selangkangannya. Aku juga menikmati tangan kasar orang itu yang meremas-remas pedih rambutku. Aku juga menikmati entotan maju mundur pantatnya saat mendorong tarik kontolnya yang gede ke mulutku.

Dan ketika puncak nikmatnya hadir, orang itu betul-betul bertindak di luar batas padaku. Dia tekan kepalaku kedinding hingga aku jatuh terduduk pada lantai WC yang basah. Dia genjotkan kontolnya mepet ke tenggorokanku hingga aku tersedak tanpa mampu menghindar. Dia semprotkan pejuhnya yang kental ke langit-langit dan gerbang kerongkongan dalam mulutku. Dia bekap hidungku. Dia buat aku tak bisa bernafas sehingga aku terpaksa menelan seluruh spermanya yang dia tumpahkan.

Seperti bayi yang dicekoki jamu oleh ibunya, orang ini mencekoki mulutku dengan berliter-liter pejuhnya. Dia masih terus mengocokkan maju mundur kontolnya ke mulutku sambil membekap hidungku sampai seluruh cadangan air maninya terkuras habis tertelan membasahi kerongkonganku. Dan yang lebih kurang ajar adalah, saat dia merasa telah selesai dan meraih kepuasannya, dia masukkan kontolnya dan menarik resluiting celananya untuk kemudian bergegas pergi meninggalkan aku yang masih terkapar di lantai WC yang basah.

Aku berusaha bangun secepatnya walaupun agak tertatih-tatih. Sesudah membayar Rp. 500 aku berhasil keluar dari toilet itu dengan celanaku yang basah dan bau pesing. Dan kembali di bawah teriknya matahari aku menuju deretan metro mini yang akan membawa aku pulang ke Rawamangun.

Tanpa ragu aku langsung naik angkutan kota yang paling terkenal ini, aku menuju bangku depan agar bau pesingku tidak mengganggu penumpang lainnya. Tak lama metro miniku ini merangkak keluar terminal dan melaju menuju Rawamangun. Sambil meluruskan pinggangku, aku mengangkat kakiku untuk menginjak pijakan di depanku. Aku terkejut saat melihat ke samping kananku. Kurang ajarr.. Sopir ituu.. Dialah orangnya yang telah memaksa aku untuk minum pejuhnya di WC terminal pesing beberapa menit yang lalu.


Dadang, Pengamen Bis Kota

Sekitar jam 5 sore, sepulang kantor aku langsung masuk ke bis kota yang akan membawa aku ke Pulo Gadung dimana rumahku tidak jauh dari sana. Di Cempaka Putih aku melihat seorang pemuda jangkung naik dengan gitarnya. Dia adalah pengamen bis kota.

Walaupun pakaiannya nampak seadanya, T. Shirt dengan celana jeans butut, namun pengamen ini menampakkan posturnya yang seksi. Jangkungnya yang lebih dari 170 cm, wajahnya yang manis dengan rambutnya yang terurai lepas dan sosoknya yang agak bongkok-bongkok itu membuat aku selalu ingin melihatnya setiap aku pulang kerja. Nggak tahu ya.., rasanya aku ingin sekali menciumi atau mengulum kontolnya. Aku bayangkan pemuda jangkung dengan punggung bongkok-bongkok macam itu biasanya kemaluannya gede dan panjang. Aku semakin terobsesi setiap berjumpa dengannya.

Sore ini kebetulan tak ada acara penting di rumah. Aku bisa telepon istriku pulang terlambat dengan alasan ada keperluan bisnis nyari uang tambahan. Dan itu sudah kulakukan begitu aku melihat si jangkung pengamen ini naik ke bis kota yang aku tumpangi. Sore ini aku ingin membuntuti dia, di mana dia turun.

Aku ingin ngajak istirahat untuk minum atau mungkin makan malam. Aku ingin tahu seharian ngamen dia dapat uang berapa? Maukah dia menerima uangku yang mungkin 2 atau 3 kali lebih besar dari pendapatan ngamennya dengan syarat dia memperbolehkan aku menciumi atau mengulum kontolnya. Aku ingin sekali dia menyemprotkan air maninya ke mulutku. Aku ingin minum pejuhnya.

Aku yakin dia akan memenuhi keinginanku dengan imbalan yang aku berikan untuknya. Apa ruginya? Dan dia bisa libur tanpa perlu ngamen barang 2 atau 3 hari. Ternyata di jalan Pemuda sesudah jalan Velodrome dia turun. Aku juga cepat-cepat ikut turun. Sebelum masuk ke gang di sebelah kanan jalan aku memanggilnya,

"Dik, tunggu", dia berhenti menengok ke arahku.

Hari yang sudah mulai gelap membuat kami tidak bisa saling memandang sehingga dia berjalan balik ke tempatku.

"Aku suka lho. Suaranya enak Dik. Latihannya dimana?", aku berbasa basi untuk membuka dialog.

Dia mengelak dikatakan suaranya bagus. Dia bilang tanpa pernah berlatih. Kemampuan menyanyi maupun main gitarnya sekedar asal-asalan saja demi untuk uang makan yang ala kadarnya. Aku merasa mendapat peluang. Dia yang hanya demi makan ala kadarnya tentu akan senang mendapatkan tawaranku.

"Mas tinggal dimana? Baru pulang kerja?", dia kini yang bertanya. Kebetulan. Aku bisa menjawab sesuai skenarioku,
"Iya, nih. Lapar lagi. Bagaimana kalau kita makan sama-sama sambil ngobrol. Biar aku traktir kamu. OK? Dimana makan yang enak nih?", ajakku layaknya cukong.
"Mas suka makan apa?", nampak kalau dia juga setuju untuk makan sama-sama.
"Terserah. Aku suka apa saja koq", jawabku sambil membayangkan pikiranku yang 'aku juga suka makan kontol kamu'.

Aku gemetar. Hasrat syahwatku bergetar. Rasanya aku akan meraih keinginanku. Dia mengajak aku makan Soto Madura di tenda pinggir jalan itu. Aku merangkul pundaknya sambil duduk berhimpit dengannya. Hidungku sudah sempat mencium keringatnya.

"Kamu ganteng lho. Siapa namamu. Sekolahmu di mana?".
"Dadang, Mas. Aku lulusan SMP. Jebolan SMU karena nggak punya uang buat sekolah", aku mendengarkannya sambil mengelus-eluskan tanganku ke pundaknya.

Aku ingin dia tahu aku memperhatikan dan menaruh simpati padanya. Dia sama sekali tidak mengelak. Adakah dia menerima elusanku sebagai elusan sesama pria yang menaruh minat pada dirinya? Seusai makan kami keluar warung. Pada saat itu aku keluarkan lembaran Rp. 100 ribu. Aku tunjukkan kepadanya sambil berkata..

"Mau nggak? Aku ingin mencium kamu", aku nekat berkata langsung begitu.

Aku sudah gemetar oleh hasrat birahiku yang menggebu. Dadang menatapku. Dan aku mendapatkan kejutan darinya. Uangku langsung diambilnya sambil berkata..

"Mas homo ya? Nggak apa-apa Mas. Banyak kok saya ketemu macam Mas. Mereka mengajak aku tidur di hotel. Aku khan nyari uang. Apa salahnya?", jawaban yang lugas dari Dadang sambil mengajak aku untuk ke tempat nginap yang dekat dari situ.
"Mas mau ke Pulo Gadung? Disitu ada losmen. Rp. 40 ribu semalam".

Aku langsung panggil taksi dan mengajak Dadang ke sana. Rupanya hal ini bukan hal yang baru baginya. Dadang sudah sering menerima ajakan dari lelaki haus macam aku. Bahkan dia tahu tempat-tempat mana yang bisa dipakai kencan untuk orang macam aku yang cinta sesama lelaki.

Begitu masuk kamar Losmen Pulo Gadung Indah, aku langsung memeluki pemuda pengamen ini. Aku buka T. Shirtnya untuk menenggelamkan hidungku ke ketiaknya, untuk menggigiti dadanya, untuk mengisep puting susunya. Aku terkam Dadang. Kehausanku akan tubuh sesama lelaki tak mampu kubendung. Aku ingin cepat melumat tubuhnya dengan lidah dan bibirku.

Dan spesial untuk Dadang yang nampak sangat tampan ketika telanjang di depanku, aku juga menciumi pantatnya. Aku sengaja tak lepaskan dulu celana dalam dekilnya. Aku ingin dia nungging dan lidahku merambati pahanya kemudian melata hingga ke pantatnya. Aku ingin biar bibirkulah yang menggigit dan menarik celana dalamnya hingga dia telanjang bulat. Dan aku ingin menciumi lubang pantat pemuda tampan ini. Aku ingin lidahku membersihkan segala yang bau dan tersisa di seputar pantatnya.

Aku dengar bagaimana Dadang meraung menjalani nikmatnya. Aku dengar bagaimana rintihannya terus bersambungan selama lidahku melumati pantatnya. Aku merasakan betapa tangannya mencakar-cakar kepalaku dan meraih-raih rambutku saat nikmat syahwat melandanya.

Pada kesempatan ini aku berhasil membuat Dadang menumpahkan air maninya ke mulutku. Dan aku sangat rakus menikmati cairan kentalnya itu. Dan ketika aku sendiri semakin dekat menuju puncak syahwatku, kupepetkan kontolku sambil mengayun menggosok-gosokkan ke pahanya. Dengan cara itu khayalanku melambung tinggi unyuk menjemput ejakulasiku dan dengan segala dorongan birahiku aku memohon kepada Dadang..

"Daang.. Dadaanng.. Toloonng.. Ludahi mulutku Daanngg.. Ludahi aku Daanng.. Ludahi akkuu..".

Dia nampak kebingungan. Permintaanku terasa aneh buat kupingnya, namun saat aku mengulangi permintaanku, dia nampaknya baru mengerti. Dia balik tubuhku dan tubuhnya menindih aku. Dengan tetap menggoyang pantat dan pinggulku aku telentang sambil terus menggosok-gosokkan kontolku ke tubuhnya atau pantatnya atau pahanya. Aku semakin histeris. Dan Dadang yang wjahnya kini ada di atas wajahku mulai mengeluarkan ludahya. Dia membuang ludah dan busanya ke mulutku yang terus menganga siap menerima buangannya itu.

Dengan sepenuh nikmat syahwatku, spermaku terasa mulai merambati saraf-saraf yang menuju lubang kencingku. Aku pastikan bahwa spermaku akan muncrat sementara mulut Dadang terus membuang ludahnya ke mulutku. Tak bisa kuhindarkan aku meracau hebat. Aku bilang mencintai kontolnya. Aku bilang mau menjilati tubuhnya. Aku bilang mau menceboki pantatnya. Aku bilang.. Aarrcchh..

Akhirnya.. Tunai sudah. Spermaku muncrat-muncrat. Membasahi tubuhku sendiri. Membasahi tubuh Dadang dan juga membasahi seprei ranjang Losmen Pulo Gadung Indah.

TAMAT






Home
Cerita-XXX
Cerita Stim
Cerita Erotis
Sumber Cerita
Thai Stories


© 2009 - 2014 CeritaKita-X
Cerita mesum dan Artikel seks